Geger tentang sistem pendidikan nyatanya belum usai. Semua orang turun memberi pendapat, semua orang turun melawan pendapat yang diberikan. Gelanggang pertempuran menjadi seru. Salah satu pendapat yang ikut bertarung di gelanggang adalah, mengembalikan ujian nasional adalah cara agar kegoblokan yang ada sekarang menghilang.
Sebagai orang yang mengenyam rasanya ujian nasional, saya lumayan tertarik dengan pendapat ini. Begini, saya tahu betul kembalinya ujian nasional ini tak akan mengubah apa-apa sebenarnya. Dengan atau tanpa ujian nasional, jujur saja, saya tak melihat ada perbedaan yang signifikan.
Tapi memang ada beberapa hal signifikan yang hilang setelah hal tersebut ditiadakan, dan lumayan bagus jika balik, dengan banyak catatan tentu saja.
Hanya saja, saya tetap berpegang teguh pada pendapat saya bahwa ujian nasional tak mengubah apa-apa, sebab, jika pelaksanaannya masih seperti dulu dan masalah yang muncul tetap kayak yang dulu, ya mendingan nggak usah.
Saya akan beberkan pendapat saya terkait hal ini, berdasar pengalaman saya. Jadi untuk para generasi baru yang nggak ngerasain, bisa sedikit paham kenapa UN nggak begitu ada gunanya.
Daftar Isi
Standar yang “aneh”
Saya mau disclaimer dulu, saya bukan murid yang pintar, tapi juga tidak sebegitu gobloknya. Cuma, saya nggak pernah merasa masuk akal dengan standar kelulusan ujian nasional yang nggak masuk akal.
Seingat saya, dulu siswa dinyatakan lulus ujian jika nilainya di atas 5. Waktu standar dinaikkan, gelombang protes berdatangan. Saya sendiri saat itu heran, apa susahnya coba dapat nilai 5? Itu standar kelewat rendah. Saya yang nggak pintar aja yakin bisa meraihnya.
Tetapi saya lupa, bahwa saya hidup di Jawa, dan sekolah saya, meski di kabupaten, tetaplah masuk salah satu sekolah unggulan. Jadi seharusnya saya tidak menghakimi orang-orang yang takut tidak lulus karena standar dinaikkan. Tapi justru karena hal ini, saya sadar, berarti ada yang salah dengan pemerataan pendidikan.
Jadi kalau memang mau ujian diadakan lagi, pendidikan harus merata dulu. Lha konyol kalau soal yang dipakai adalah soal yang sama, sementara kualitas siswa dan sekolahnya jelas berbeda jauh.
Ujian nasional penuh kecurangan, dan semua tutup mata
Saya sih mau blak-blakan saja. Dulu, satu-dua bulan sebelum ujian, nggak semua orang-orang fokus belajar. Beberapa fokus cari bocoran soal. Lho, kayak ini ada? Alah, ada, pake banget. Lha wong pada 2019 saja Kemendikbud mencatat ada banyak kecurangan kok.
Di setiap sekolah, pasti ada satu-dua siswa yang katanya dapet bocoran dan baru bisa ditebus dengan uang yang fantastis. Dulu sih, jutaan. Kayaknya 2-5 juta. Saya nggak tahu, soalnya saya nggak pernah minat beli. Nggak punya duit, bos, aku ki kere je.
Apakah guru tahu hal ini? Saya yakin sih pasti tahu. Nggak mungkin mereka nggak tahu, wong selalu ada murid yang ember ke guru. Lalu mereka ngapain? Ya setahu saya sih diem. Maksudnya ya nggak ada razia segitunya gitu. Saya nggak peduli-peduli amat dengan hal begituan karena lagi-lagi, bagi saya kok goblok banget ya nggak bisa dapet nilai di atas 5. Tapi ya, itu saya dulu, waktu belum tahu apa itu ((kesadaran sosial)).
Dih, apa banget aing.
Cuma untuk kecurangan, tiap tahun di masa ujian nasional, berita kayak gini selalu ada. Dan nyatanya ya nggak ada siswa ketangkep atau gimana. Menguap begitu saja, dan sekolah ya diam saja. Kalau ujungnya sistem ini cuma mencetak siswa (dan sekolah) yang menghalalkan kecurangan demi lulus, ya mending nggak usah dibalikin.
Apakah yakin bakal ada perubahan?
Judul sub-bab tersebut adalah intinya. Apakah yakin ketika ujian nasional balik, lalu ada perubahan? Saya nggak yakin-yakin amat. Mungkin efeknya adalah semua orang jadi beneran belajar. Tapi efeknya ya hanya demi ujian. Mereka belajar demi lulus ujian, bukan sebagaimana mestinya seorang murid belajar.
Yang untung sih jelas bimbel. Soalnya kan mereka selalu ngasih latian soal-soal dan cara mengerjakannya, jelas sekolah biasa tidak selalu bisa ngasih hal ini. Sedangkan, murid-murid fokusnya lulus ujian. Ya ujung-ujungnya sih, muter lagi, balik lagi.
Tapi ya saya nggak yakin juga itu hal yang buruk. Cara orang memotivasi dirinya beda-beda, dan siapa tahu ujian nasional adalah cara yang ternyata pas untuk siswa di Indonesia meningkatkan pengetahuan mereka.
Nah, untuk calon menteri pendidikan yang baru, artikel ini bisa buat pertimbangan mau balikin ujian atau tidak. Kalau mau balikin, ya baiknya benahin dulu yang lain. Kalau nggak dibalikin, ya setidaknya menapak tanah dulu lah kalau mau bikin kebijakan. Jangan kayak kemarin, niatnya mendobrak tatanan hingga menggoyang fondasi, tapi ya udah gitu doang nggak ada kelanjutan yang jelas.
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Alasan Tidak Penting Mengapa Ujian Nasional Sebaiknya Jangan Dihapus
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.