Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup Sapa Mantan

Uang Panai’: Ketika Gengsi Lebih Berharga ketimbang Cinta

Hasvirah Hasyim Nur oleh Hasvirah Hasyim Nur
13 Juli 2022
A A
Uang Panai': Ketika Gengsi Lebih Berharga ketimbang Cinta

Uang Panai': Ketika Gengsi Lebih Berharga ketimbang Cinta (Pixabay.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Salah satu pertanyaan yang seringkali saya jumpai ketika berkuliah di Jogja adalah perihal uang panai’. Bukan hanya terjadi di ruang kuliah dengan dosen atau teman-teman di kampus, namun hal ini juga terjadi setiap kali saya berjumpa dengan orang baru yang tidak berasal dari Sulawesi. Di meja-meja warung kopi misalnya, tidak terbilang sudah berapa orang yang begitu antusias menanyakan tentang uang panai’ begitu mengetahui bahwa saya merupakan perempuan Bugis tulen asli Bone.

Pembahasan uang panai’ seperti tidak akan mencapai masa berakhirnya. Hal ini akan terus ada selama masyarakat Bugis-Makassar terus berkembang biak, berketurunan, dan menanamkan nilai-nilai tradisi yang terdapat dalam suku mereka. Dan akhirnya, pada awal Juli kemarin Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel membahas tentang uang panai’ dan mengeluarkan fatwa yang berlaku sejak hari itu juga.

Dalam fatwa MUI Sulsel, akhirnya diputuskan bahwa uang panai’ sifatnya mubah (boleh) selama tidak menyalahi prinsip syariah. Prinsip syariah yang dimaksud dalam uang panai’ adalah mempermudah pihak pria, memuliakan wanita, tidak manipulatif, jumlahnya dikondisikan secara wajar dan tidak memaksakan, merupakan bentuk komitmen, serta sebagai bentuk tolong-menolong dalam rangka menyambung silaturahim.

Maka sudah jelas bahwa uang panai’ yang dipaksakan, membuat pihak calon mempelai pria harus menjual harta bendanya ataupun meminjam uang ke bank, tidak sesuai prinsip syariah. Setidaknya demikianlah yang dapat disimpulkan dalam fatwa MUI tersebut. Batasan dibuat agar tak ada yang “tersiksa”.

Namun, bagaimana kenyataan yang terjadi di lapangan? Mengapa sebenarnya masyarakat Bugis-Makassar masih melanjutkan tradisi ini meskipun sudah banyak korban yang berjatuhan?

Saya tak kaget jika mendengar ada sepasang kekasih gagal menikah karena uang panai’. Saya bahkan mengenal beberapa pasangan yang harus kandas karena hal tersebut.

Pada 2015 lalu, teman saya bercerita bahwa ia batal menikah dengan pria yang dikenalnya. Ketika saya tanya mengapa, ia mengungkapkan bahwa pihak keluarganya tidak menyetujui jumlah uang panai’ yang diajukan calon mempelai pria. Hari itu saya tertohok. Bagaimana mungkin perasaan cinta sepasang kekasih bisa diabaikan begitu saja hanya karena perkara sejumlah uang?

Ketika adik saya menikah dan memberikan uang panai’ sejumlah lima puluh lima juta rupiah kepada calon mempelai wanitanya,  beberapa karung beras, gula, dan terigu, semua orang terlihat begitu bahagia. Mama saya bahkan mengungkapkan rasa syukurnya sebab keluarga pihak wanita tidak mengajukan “harga” yang lebih tinggi. Sampai di situ tidak ada masalah sama sekali, semua pihak mencapai kesepakatan yang menyenangkan. Namun saat menjelang acara pernikahan, ketika orang-orang mulai ramai berkunjung ke rumah untuk membantu dalam mempersiapkan acara pesta, masalah mulai datang.

Baca Juga:

Sop Saudara, Kuliner Makassar yang Namanya Bikin Salah Paham tapi Rasanya Bikin Ketagihan

Curahan Hati Mantan Pemburu Sound Horeg Blitar yang “Insaf” karena Karnaval Horeg Merusak Kesehatan, Pemuda Mabuk-mabukan, dan Joget Erotis

Misalnya ketika seorang tamu calabai tiba-tiba menghampiri saya yang sedang duduk di bawah terowongan sembari menyaksikan para Wedding Organizer (WO) menghias panggung pengantin. Tanpa aba-aba sebelumnya, ia langsung saja menodongku dengan pernyataan bahwa besok atau lusa ketika saya menikah, acaranya harus lebih megah dari pesta pernikahan adikku, dan tentu saja uang panai’ yang saya dapatkan harus lebih besar dari jumlah yang pernah diberikan adik saya pada calonnya. Pertimbangannya karena saya adalah kakak maka saya harus mendapat lebih banyak lagi, dan tentu saja karena saya akan mendapatkan gelar master.

Apa yang dikatakan calabai tersebut barangkali banyak benarnya, setidaknya apabila kita membicarakannya di kalangan orang tua Bugis-Makassar. Sayangnya saya bukan orang tua, dan saya tidak pernah mematok “harga” tertentu untuk diri saya sendiri. Apalagi harus membawa status sosial ataupun tingkat pendidikan yang saya capai.

Namun, mari kita kembali ke pertanyaan saya sebelumnya tentang alasan di balik tradisi menyiksa ini yang masih terus berlanjut hingga sekarang. Tidak ada jawaban lain kecuali gengsi yang begitu tinggi di kalangan orangtua Bugis-Makassar, gengsi yang sulit dikikis sebab tidak ada yang berani memulainya.

Seolah-olah bahwa setiap kali perempuan Bugis-Makassar menikah, maka harus selalu ada uang panai’ yang diberikan padanya. Sejumlah uang yang hanya dianggap dapat mempertahankan gengsi ataupun mengangkatnya apabila memenuhi standar pada umumnya masyarakat. Oleh karena itu apabila jumlahnya di bawah standar, atau justru tidak ada sama sekali, kamu perlu bersiap kehilangan muka, dan tentu saja siap sedia jika dituduh hamil duluan.

Tapi tentu saja tradisi menyiksa ini akan terus berlanjut apabila tidak ada yang mau memulai untuk menurunkan gengsinya, bukan? Apabila setiap kita hanya menunggu orang lain untuk memulainya, lalu sampai kapan kita harus menyiksa diri? Oleh karenanya saya tidak lagi menunggu, namun langsung memulainya dari diri sendiri.

Seorang perempuan Bugis menikahi laki-laki Jawa tanpa mewajibkan pihak lelaki membayar sejumlah “harga” yang sudah ditentukan.

Perempuan Bugis itu adalah saya.

Penulis: Hasvirah Hasyim Nur
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA 3 Alasan Mengapa Persepsi Uang Panai’ Mahal Itu Wajar

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 13 Juli 2022 oleh

Tags: adatbugismakassarMUIuang panai'
Hasvirah Hasyim Nur

Hasvirah Hasyim Nur

Blogger dan freelance script writer.

ArtikelTerkait

20 Bahasa Gaul Makassar yang Bisa Kamu Pelajari biar Makin Akrab dengan Anak Muda Makassar

20 Bahasa Gaul Makassar yang Bisa Kamu Pelajari biar Makin Akrab dengan Anak Muda Makassar

24 September 2023
Kesaktian dan Keunikan Warung Madura di Tengah Gemerlapnya Ibu Kota

5 Pamali yang Masih Dipelihara Beberapa Pemilik Warung Kelontong di Makassar

2 April 2023
Busur, Senjata Perang yang Jadi Sisi Gelap Kota Makassar

Busur, Senjata Perang yang Jadi Sisi Gelap Kota Makassar

18 Oktober 2022
makassar gorontalo kita mojok

Rumitnya ‘Kita’ Saat Gorontalo dan Makassar Bertemu

20 Juli 2020
Ujung Pandang Kecamatan Paling Menyenangkan Se-Kota Makassar Mojok.co

Ujung Pandang Kecamatan Paling Menyenangkan Se-Kota Makassar

9 Juni 2024
fonetik fonologi fonemik makassar sunda sasak bima tolaki lombok cara ngomong bunyi kata linguistik mojok

Fonetik Orang Makassar, Sasak, Bima, dan Tolaki Bisa Biking, Eh, Bikin Salah Paham

15 April 2020
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Nestapa Tinggal di Kendal: Saat Kemarau Kepanasan, Saat Hujan Kebanjiran

Nestapa Tinggal di Kendal: Saat Kemarau Kepanasan, Saat Hujan Kebanjiran

22 Desember 2025
Toyota Vios, Mobil Andal yang Terjebak Label "Mobil Taksi"

Toyota Vios, Mobil Andal yang Terjebak Label “Mobil Taksi”

16 Desember 2025
Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

16 Desember 2025
Toyota Corolla Altis, Sedan Tua Terbaik yang Masih Sulit Dikalahkan di Harga Kurang dari Rp100 Juta

Toyota Corolla Altis, Sedan Tua Terbaik yang Masih Sulit Dikalahkan di Harga Kurang dari Rp100 Juta

17 Desember 2025
Motor Honda Win 100, Motor Klasik yang Cocok Digunakan Pemuda Jompo motor honda adv 160 honda supra x 125 honda blade 110

Jika Diibaratkan, Honda Win 100 adalah Anak Kedua Berzodiak Capricorn: Awalnya Diremehkan, tapi Kemudian jadi Andalan

20 Desember 2025
Jalur Wlingi-Karangkates, Penghubung Blitar dan Malang yang Indah tapi Mengancam Nyawa Pengguna Jalan

Jalur Wlingi-Karangkates, Penghubung Blitar dan Malang yang Indah tapi Mengancam Nyawa Pengguna Jalan

17 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa
  • Menguatkan Pembinaan Pencak Silat di Semarang, Karena Olahraga Ini Bisa Harumkan Indonesia di Kancah Internasional
  • Dianggap Aib Keluarga karena Jadi Sarjana Nganggur Selama 5 Tahun di Desa, padahal Sibuk Jadi Penulis
  • Terpaksa Jadi Maling-Mendekam di Penjara karena Lelah Punya Orang Tua Miskin, Sejak Kecil Hanya Bisa Ngiler ke Hidup Enak Teman Sebaya
  • Membandingkan Warteg di Singapura, Negara Tersehat di Dunia, dengan Indonesia: Perbedaan Kualitasnya Bagai Langit dan Bumi
  • Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.