Punya privilege jam tidur teratur, no lembur
Siapa sih yang nggak mengidamkan punya waktu istirahat yang cukup, tapi penghasilan juga stabil? Nah, tukang sayur di Pasar Kebayoran Lama punya itu semua. Mereka punya jam kerja yang jelas dan penghasilan stabil. Sebagai tetangga, jelas saya tahu kebiasaan sehari-hari mereka.
Mereka bangun tidur siang hari sekitar jam 2 siang. Lalu bersiap-siap mandi dan makan, kemudian sehabis asar mereka pergi ke pasar untuk mengambil barang dagangannya. Kalau mereka sudah di level “bos”, punya mobil bak Carry, bahkan truk plus anak buah, mereka bisa tidur sampai asar dan berangkat ke pasar jam 5 sore.
Barang belanjaan biasanya sudah diurus anak buah, jadi mereka tinggal mengecek kualitas barang, lalu mulai berjualan di malam harinya. Para tukang sayur di Pasar Kebayoran Lama ini berdagang sampai subuh, sekitar jam 5 atau 6 pagi mereka pulang dan tidur. Siklus kerja ini berulang tiap hari dengan ritme kerja teratur dan stabil.
Sementara itu para pekerja kantoran ala-ala SCBD yang katanya 9 to 5, nyatanya sering banget harus lembur. Ngerjain revisi mendadak di malam hari saat mau tidur lah, dan sederet drama kerjaan lainnya. Liburan pun nggak tenang karena kerjaan bisa datang lewat pesan WhatsApp. Bahkan saat cuti bersama keluarga saja masih sering disuruh kerja dan dikejar deadline!
Para tukang sayur ini diam-diam punya rumah gedong di kampung halaman
Di balik rumah atau kos yang cuma sepetak dua petak, para tukang sayur di Pasar Kebayoran Lama punya rumah mewah di kampung halaman mereka. Ini serius. Saya tahu karena rata-rata tetangga saya yang berprofesi demikian juga berasal dari kampung yang sama dengan orang tua saya, yakni Magetan, Jawa Timur. Kalaupun beda, yah biasanya nggak jauh-jauh dari Magetan lah, dari Ngawi misalnya.
Kalau saya pulang kampung, saya suka mampir juga ke rumah para tetangga ini karena jaraknya nggak jauh. Saya ingat sekali, dulu waktu masih kecil, saya terkejut melihat tetangga saya punya rumah gedong di kampung. Padahal di Jakarta rumah tempat tinggal mereka cuma sepetak.
Saya sering heran kalau mengingatnya, secara mereka juga bekerja sebagai tukang sayur di Pasar Kebayoran Lama, tapi ternyata malah lebih mapan kehidupannya dari para pekerja kantoran. Sudah gitu mereka kerap menunjukkan diri seakan-akan nggak bisa membeli barang-barang mewah. Motor saja cuma motor biasa, bukan motor gede kayak orang-orang kaya. Tapi siapa sangka di balik kesederhanaan itu, mereka justru punya penghasilan jutaan.
Begitulah semesta bekerja. Jangan langsung menilai seseorang dari apa yang kelihatan. Siapa sangka di balik penampilan sederhana dan pekerjaan yang kelihatannya biasa-biasa saja, kehidupan para tukang sayur di Pasar Kebayoran Lama ini malah lebih nyaman ketimbang pekerja SCBD Jakarta.
Penulis: Muhammad Ridwan Tri Wibowo
Editor: Intan Ekapratiwi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















