Beberapa waktu lalu saya melihat unggahan Instagram @event.solo tentang tukang parkir di acara Haul Solo. Tukang parkir diduga mengenakan tarif yang lebih tinggi daripada harga normal alias ngepruk hingga Rp100.000 sekali parkir. Kejadian itu menyita perhatian banyak orang.
Netizen kemudian ramai-ramai berkomentar tentang hukuman paling sesuai untuk oknum itu. Respon masyarakat begitu besar mengingat praktik ngepruk itu terjadi di acara religi. Kemarahan itu wajar saja karena ngepruk harga parkir dinilai tidak etis dilakukan di acara religi seperti itu.
Asal tahu saja, Kota Solo memang dikenal sebagai destinasi wisata religi dengan banyak masjid megah dan kegiatan agama Islam. Salah satu acara rutin adalah Haul Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi. Acara rutin ini diadakan setiap tahun untuk memperingati kematian dan mendoakan ahli kubur. Tradisi ini juga merupakan monumen untuk mengenang keteladanan tokoh yang diperingati, seperti Al-Habib Ali yang terkenal sebagai pengarang maulid “Simtudduror.”
Tukang parkir perlu ditanggapi serius
Acara haul banyak didatangi pengunjung dari luar kota. Banyak dari mereka memang tidak mengetahui lokasi parkir resmi yang bisa digunakan. Saya sempat melihat pengunjung yang marah-marah ketika mengetahui tarif parkir yang harus dibayarkan begitu mahal.
Perlu diingat tidak semua yang datang memiliki kondisi ekonomi yang baik. Apalagi acara ini menjadi semacam ziarah bagi banyak orang. Mereka hanya ingin mendoakan. Niatnya memang bukan untuk piknik atau bersenang-senang. Wajar saja kalau sebagian orang menyiapkan budget tidak sebesar piknik atau bersenang-senang.
Praktik semacam ini perlu segera ditangani, apalagi menyangkut acara yang membawa nama baik Solo. Takutnya, ke depan banyak orang ogah berkunjung lagi karena banyaknya praktik-praktik kurang menyenangkan dan merugikan yang mewarnai acara. Haul Solo, sebagai bagian dari tradisi keagamaan dan budaya, seharusnya menjadi ajang yang memberikan manfaat positif bagi semua pihak, bukan kesempatan untuk praktik-praktik yang merugikan.
Hukuman yang sesuai
Melihat komentar-komentar di media sosial, terjadinya praktik ngepruk ini bukan seluruhnya salah tukang parkir saja. Kabar yang beredar, pemerintah kurang menyiapkan akomodasi yang memadai. Selain itu masyarakat sekitar merasa tidak diberi fasilitas yang layak dalam keberlangsungan acara haul ini. Oleh karena itu mereka mencoba mencari keuntungan sendiri dengan menetapkan tarif parkir yang tinggi.
Sebenarnya persoalan ini bisa selesai dengan pemerintah lebih aktif dalam memberikan dukungan dan fasilitas terhadap masyarakat setempat. Dengan demikian, mereka tidak merasa terpinggirkan sehingga tidak terdorong untuk mengambil tindakan sembrono semacam ngepruk parkir.
Akan tetapi, nasi sudah menjadi bubur, yang bisa dilakukan saat ini hanyalah memberikan tindakan yang tegas terhadap mereka yang sudah ngepruk parkir. Hukuman yang tepat bagi tukang parkir bisa mencakup sanksi administratif, seperti denda yang signifikan atau pencabutan izin parkir.
Hukumannya terdengar biasa saja memang, tapi itu menurut saya bisa memberikan efek jera sehingga kedepan tidak terulang. Tapi, kalau ditanya dari lubuk hati paling dalam, ingin rasanya memberikan hukuman yang lebih memberikan efek jera. Misal, oknum tadi diminta menjaga parkir secara gratis di titik-titik ramai di Kota Solo. Bisa juga jaga parkir secara gratis di acara haul berikutnya. Ada usul hukuman lain?
Penulis: Nurul Fauziah
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Tukang Parkir Liar Nggak Hanya Bikin Pengendara Sebel, tapi Juga Bikin Pengusaha Kecil Bangkrut
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.