Daftar Isi
Parkir legal lebih mahal
Coba bandingkan dengan parkir secara legal di Matos. Dengan harga yang sedikit lebih mahal, pengendara motor tidak serta merta dituntun harus ke mana meletakkan kendaraannya untuk sementara waktu. Mereka dipaksa mandiri dengan situasi di lapangan yang tidak pasti. Bisa jadi harus naik ke lantai dua, tiga, dan seterusnya. Tidak menutup kemungkinan pula kalau lahan yang ditemukan nanti akan sempit dan padat, sementara tidak terlihat pengelola parkir yang membantu penataan kendaraan.
Dengan situasi yang seperti itu, akhirnya banyak pengunjung Matos yang mempercayakan motornya di area luar saja, lebih mudah dan murah. Adanya faktor pelayanan yang bikin parkir jadi lebih gampang tentu juga sudah lebih dari cukup untuk menjadi pemikat yang sangat kuat.
Namun ternyata, kini telah terkuak bahwa kenyamanan yang tersedia selama ini hanyalah kamuflase belaka.
Please, segera ditindak!
Berdasarkan kesaksian para warganet yang membanjiri kolom komentar dalam unggahan tersebut, peristiwa serupa ternyata tidak hanya terjadi satu-dua kali di parkiran luar Matos Malang tersebut. Bagaimana bisa ada prosedur keamanan di parkiran—tanpa persetujuan pemilik motor—dengan menggeledah sampai ke dalam-dalam dashboard motor. Pikiran husnuzan saya saja tidak bisa mengantarkan pada satu kesimpulan yang baik. Sudah hampir mustahil bagi saya, kalau orang di video tersebut tengah berupaya mengamankan benda berbahaya dari dalam dashboard.
Saya rasa, bahkan untuk teroris kelas kakap saja pasti tidak akan kepikiran untuk meninggalkan bom di dalam motornya, dong?
Atau kalau itu narkoba, akan lebih tidak masuk akal lagi. Aturannya yang nggeledah ya BNN, bukan mas-mas tukang parkir. Mana habis itu dikantongin lagi. Hih.
Sudah saatnya korban tidak disalahkan
Tentu, sebagai perwakilan kalangan menengah, saya merasa bahwa pengunjung Matos Malang yang memilih untuk memarkirkan motornya di area luar tidak bisa disalahkan. Mereka hanya ingin menaruh motor sebentar untuk sekadar berkeliling di pusat perbelanjaan. Tidak ada yang salah, sama sekali.
Harusnya malah para tukang parkir yang nakal ini yang harus diberi teguran keras. Sanksi yang dijatuhkan juga tidak boleh tanggung-tanggung. Karena tindak kejahatan mereka tidak hanya merebut barang yang bukan hak mereka, tapi juga menghilangkan kepercayaan masyarakat sekitar. Ini tidak kalah berbahaya.
Jangan sampai pepatah gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga, kemudian berlaku secara umum di belantika parkir tanah air. Hanya karena ada satu-dua orang yang istiqomah nyomot barang orang saat jadi tukang parkir di Matos, lantas membuat publik tidak lagi bisa percaya kalau masih ada tukang parkir amanah.
Saya juga tidak terima kalau ada yang ngasih analogi, kucing nggak akan nolak kalau dikasih ikan. Karena pada dasarnya, yang saya lihat tukang parkir di sana tidak ada yang laper langsung nyemil whiskas. Saya yakin betul kalau mereka adalah manusia yang harusnya masih punya hati.
Yang milih parkir di luar Matos itu kaum mendang-mending
Seyogyanya juga bisa ngerti, dong. Kalau orang-orang yang parkir di sana, di luar Matos, tidak lain dan tidak bukan adalah kaum mendang-mending yang bahkan dalam urusan parkir saja masih memperhitungkan selisih seribu rupiah. Apalagi kalau barang yang ada di motornya hilang, itu sedihnya sudah sampai di level yang berbeda!
Secara normatif, sosok tukang parkir tentu telah mengantongi amanah dari pemilik motor untuk menjaga kendaraan berharganya tersebut dari serangan maling yang tidak diinginkan. Tapi kalau ternyata tukang parkirnya sendiri yang melakukan tindak pencurian, ini sudah masuk kategori pengkhianatan secara ugal-ugalan.
Saya berharap, semoga tindakan serupa tidak akan terjadi lagi di lain kesempatan. Semoga juga tukang parkir di luar sana—khususnya yang di area luar Matos—bisa mulai untuk bermuhasabah dan berkaca. Mumpung masih dalam suasana bulan puasa, tentu ini adalah momentum yang tepat untuk bertobat dan berbenah. Sudah saatnya, untuk kemudian sadar, bahwa tanpa mengambil hak orang lain saja, bekerja menjadi tukang parkir sudah menjengkelkan.
Penulis: Ahmad Fahrizal Ilham
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kota Malang Sebaiknya Segera Ganti Julukan Jadi Kota Seribu Parkir