Kelurahan Sambiroto dikenal sebagai salah satu tempat tinggal ideal di Semarang. Lokasinya yang berada di antara Semarang sisi atas dan sisi bawah memang strategis. Di sisi lain, daerah itu punya fasilitas cukup lengkap. Meski tergolong daerah di pinggiran, Sambiroto dilirik oleh berbagai franchise besar, salah satunya merek makanan cepat saji McDonald’s. Di kelurahan ini juga ada beberapa rumah sakit besar yang mudah diakses.
Fasilitas-fasilitas itu menunjukkan Sambiroto Semarang punya potensi berkembang ke depan. Tidak heran, banyak keluarga melirik daerah ini untuk dijadikan tempat tinggal. Hal tersebut juga tercermin dari pesatnya pembangunan proyek perumahan di Sambiroto Semarang.
Sayangnya, terlepas dari berbagai keunggulan daerah ini, Sambiroto kurang memerhatikan area pejalan kaki. Pejalan kaki harus menghadapi berbagai tantangan ketika melintasi daerah ini.
#1 Trotoar yang disalahgunakan untuk pedagang kaki lima
Persoalan klasik area suburban juga terjadi di Sambiroto. Deretan gerobak penjual makanan bergantian memadati trotoar dari pagi hingga malam hari. Bahkan, sejumlah pedagang kaki lima nekat mendirikan tenda bagi para pelanggannya di area pedetrian.
Pedagang kaki lima tidak hanya mempersempit ruang pejalan kaki. Kehadiran mereka menimbulkan problema baru yakni kebersihan, banyak sisa makanan yang berceceran. Sementara itu, para pedagang kaki lima mengaku tidak punya pilihan lain karena keterbatasan lokasi berjualan.
Persoalan ini masih jadi PR besar bagi pengelola atau pemerintah setempat. Perlu ada kebijakan yang bisa mewadahi para pedagang kaki lima dan pejalan kaki. Jangan tunggu sampai berlarut-larut seperti yang terjadi di Jalan Persatuan UGM.
#2 Jalan naik turun di Sambiroto bagaikan ujian bagi pejalan kaki
Kontur bergelombang khas rute menuju Semarang sisi atas menghadirkan tantangan tersendiri bagi para pejalan kaki. Setiap tanjakan terasa seperti trek pendakian mini. Sementara, bagian jalan menurunnya memaksa lutut bekerja ekstra. Kontur yang naik turun diperparah dengan minimnya fasilitas pendukung seperti bangku istirahat dan pohon peneduh jalan. Fakta ini menjadi contoh nyata betapa topografi alam bisa menjadi rintangan serius bagi mobilitas warga.
#3 Sejumlah ruas jalan tidak dilengkapi trotoar membuat pejalan kaki tersingkirkan
Beberapa totoar di Sambiroto sangat tidak layak. Bahkan, tidak bisa disebut trotoar karena hanya tersisa area berpasir dan berkerikil. Tanpa trotoar yang layak, pejalan kaki terpaksa berjalan di pinggir jalan raya, berbagi ruang dengan kendaraan yang melintas cepat. Kondisi ini bukan saja tidak nyaman, tetapi juga membahayakan keselamatan.
Sialnya, masalah ini berlangsung bertahun-tahun tanpa mendapat perhatian serius. Pembangunan infrastruktur di Sambiroto Semarang tampaknya masih mengutamakan pengguna kendaraan bermotor. Di sisi lain, kebutuhan dasar pejalan kaki terus diabaikan. Padahal, trotoar yang layak bukan sekadar fasilitas, melainkan bentuk pengakuan terhadap hak warga untuk ruang publik.
#4 Drainase Sambiroto buruk yang memperparah kondisi ketika turun hujan
Sistem drainase yang buruk sehingga membuat air menggenang sampai luber ke jalan. Sebagai daerah perbukitan, Sambiroto seharusnya relatif aman dari banjir. Sayangnya, pembangunan masif yang mengorbankan area hijau membuat kawasan ini rapuh saat hujan melanda. Terlebih, tidak ada perhatian yang serius dari sisi fasilitas drainase.
Realitas ini diperparah oleh segelintir pemilik properti yang menolak pelebaran selokan. Bahkan, beberapa dari mereka nekat menutup bagian atas saluran drainase dengan beton alih-alih memanfaatkan grill atau grating besi yang mempunyai lubang pembuangan air. Jelas, pejalan kaki dirugikan atas hal ini. Sebab, trotoar licin dan genangan air terkadang memaksa mereka melipir turun ke jalan raya yang berbahaya.
#5 Lonjakan arus kendaraan karena dianggap jalan pintas membawa dampak buruk
Sambiroto bisa dibilang korban atas popularitasnya sendiri sebagai jalur pintas. Siapa sangka, area yang dulu sepi karena berdekatan dengan lokasi pemakaman etnis Tionghoa yang luas itu kini jadi kawasan suburban yang tak kalah sibuk dengan pusat kota. Belum lagi, deru mesin kendaraan yang lalu-lalang tanpa jeda sepanjang hari menciptakan polusi suara dan udara yang mengganggu kenyamanan pedestrian.
Praktis pejalan kaki harus ekstra hati-hati karena terhimpit antara arus kendaraan dan sesaknya pedagang di trotoar. Pun, kecepatan kendaraan yang sering ugal-ugalan memperbesar risiko terjadinya kecelakaan. Tanpa penataan ulang yang serius, Sambiroto berpotensi kehilangan identitasnya sebagai kawasan permukiman asri dan berubah menjadi sekadar jalur transit yang tidak ramah bagi penghuninya sendiri.
Sambiroto memang menawarkan kenyamanan sebagai lokasi tempat tinggal ideal. Akan tetapi, pembangunan di sana nyatanya mengesampingkan hak-hak pejalan kaki. Ini tercermin dari penyelewengan fungsi trotoar, bahu jalan yang tidak layak, dan minimnya penyeberangan aman. Itu mengapa Sambiroto Semarang perlu berbenah. Jangan sampai trotoar di kelurahan idaman ini lebih mirip wahana halang rintang daripada area pejalan kaki.
Penulis: Paula Gianita Primasari
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA 4 Wisata Semarang yang Tidak Semua Orang Bisa Menikmatinya
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
