Malang tak ramah pejalan kaki
Tak lengkap rasanya kalau kita nggak membandingkan kondisi pejalan kaki di Malang dengan kota lain. bukan bermaksud menunjukkan kekurangan, hanya memberi pandangan, kalau kota lain bisa menyelesaikan masalah ini. Harusnya ya, Malang juga bisa dong.
Sebagai perbandingan, menurut kesaksian teman saya, Lula, kerap kali menghabiskan waktunya untuk berkeliling ke berbagai kota di penjuru nusantara. Seorang Gorontalo berdarah Madiun ini sempat membagikan pengalaman pribadinya kepada saya secara langsung. Di Bali misalnya, dirinya hampir tidak pernah merasa kesulitan jika harus berjalan kaki ke mana saja. Moda transportasi umum terintegrasi dengan baik dan mudah ditemui. Makanya, saat pertama kali menginjakkan kaki di Kota Malang, kepalanya langsung dipenuhi oleh keheranan.
“Malang ini nggak punya bus atau kendaraan umum kayak Transjakarta gitu ya?”
Pake nanyaaa.
Dia menambahkan, jalanan di Kota Malang ini terlalu kecil. Fakta bahwa Kota Malang tiap tahunnya kedatangan ribuan mahasiswa, tapi akses jalannya segitu-gitu aja, terlihat aneh. Harusnya, hal ini jadi prioritas pemerintah yang berwenang agar memperhatikan hal ini.
Jadi nggak usah kaget kalau Kayutangan kerap jadi bulan-bulanan penghuni Malang. Ya gimana, ada hal yang lebih penting untuk diperhatikan, ketimbang memoles Malang biar kayak Jogja.
Saya kemudian berpikir keras, kenapa Pemerintah Kota Malang tidak menaruh perhatian penuh kepada pejalan kaki, ya? Apakah karena tidak terlalu bernilai buat mereka?
Perbaikan trotoar Malang itu menguntungkan dari sisi mana saja
Sebenarnya tidak juga, sih. Trotoar ini adalah warisan kekuasaan yang bisa dilihat bahkan sampai puluhan tahun berikutnya. Tidak hanya satu-dua generasi saja yang akan diuntungkan dengan adanya pembangunan trotoar yang layak. Seharusnya, akan menjadi keputusan yang juga menguntungkan kalau ditinjau dari segi politis, kan?
Sekarang saja, tren gaya hidup sehat juga makin marak. Car Free Day di sepanjang Jalan Ijen Malang juga selalu ramai tiap minggu, meskipun motifnya adalah memenuhi Instagram story sampai penuh, udah kayak Benzema kalau menang pertandingan.
Saya juga yakin kalau revitalisasi trotoar di Malang akan menguntungkan. Sekarang isu polusi juga sudah makin disadari oleh banyak kalangan. Meskipun konon katanya penyumbang terbesarnya dari Pembangkit Listrik yang enggan disebutkan namanya itu, tetapi apa salahnya untuk menggalakkan kebiasaan berjalan kaki saat bepergian jarak dekat. Membangun kembali trotoar juga kelak bisa saja menjadi solusi jangka panjang guna mengurai kemacetan yang ada.
Kalau ada asumsi yang lumayan kuat, kayaknya keribetan jadi alasan utamanya, deh. Untuk menggusur bangunan yang sudah ada, melakukan pengecoran, dan aktivitas berat lainnya, tentu perlu biaya dan tenaga yang tidak sedikit. Waktu yang diperlukan juga akan sangat lama jika harus melakukan pembenahan secara penuh. Tapi apa boleh buat, saya merasa inilah yang saat ini Kota Malang butuhkan.
Semoga, apa pun solusinya kelak, di tahun 2045, saat Indonesia sedang emas-emasnya, anak-cucu kita tidak akan dihadapkan wahana mengerikan di jalanan Kota Malang saat berjalan kaki. Harapannya, mereka tidak menemui lagi ancaman diseruduk Aerox Kediri ketika hanya ingin nge-print di Jalan Terusan Surabaya. Aamiin.
Penulis: Ahmad Fahrizal Ilham
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Dinasti Parkir Kota Malang: Tak Hanya Jabatan yang Bisa Diwariskan, Lahan Parkir pun Bisa