Belakangan ini banyak sekali video di Tiktok yang menampilkan kesedihan seorang teman. Ceritanya pun beragam, ada yang sedih karena memergoki kekasihnya cek in di hotel dengan orang lain, ada yang pacaran sudah lama tapi diputusin sepihak, dan ada juga yang ditinggal nikah kekasihnya. Di video itu nampak si teman tengah patah hati sekali karena kisah cintanya yang kandas. Ada yang duduk kebingungan dan ada juga yang nangis kejer-kejer. Pokoknya melihat video ini bakalan bikin kita terenyuh dan merasa iba akan kemalangan si teman pembuat konten ini.
Apalagi sountracknya itu begitu khas orang tersakiti bin nyedihi banget gitu, “Tuhan maafkan diri ini… Yang tak pernah bisa menjauh dari angan tentangnya… Namun apalah daya ini…Bila ternyata sesungguhnya aku terlalu cinta dia.”
Tak heran jika postingan sejenis ini bakalan ramai dikomentari oleh para netizen yang juga merasa kasihan dengan kisah cinta yang kandas itu. Si pengunggah video ini lantas mendadak punya banyak followers dong. Akunnya jadi ramai dengan ribuan notifikasi.
Saya nggak memungkiri sih, hal kayak gitu tuh memang bikin nyesek dan sakit banget. Memangnya di dunia ini siapa sih yang nggak terluka kalau dia dikhinati atau disakiti oleh orang yang dia cintai dengan penuh ketulusan. Tentu kita bakalan sedih, kecewa, terluka, patah hati, sakit, dan nyesek secara bersamaan. Jadi yah wajar aja kalau temannya ini nampak seperti orang frustrasi dan bahkan nangis sampai sesenggukan. Nggak salah memang. Tapi, yang jadi masalahnya itu, kok ya si temannya ini sudah tahu temannya kayak gitu namun tetap aja masih sempat-sempatnya merekam video coba. Ini gimana ceritanya coba?
Mungkin ada yang beralasan, bahwa dengan merekam hal seperti itu lalu membagikannya di media sosial, merupakan sebuah jalan untuk bahan pembelajaran orang lain. Sederhananya, “Lihat nih, kasian temenku, dia sakit banget setelah dikhianati kekasihnya, kalian jangan sampai kayak gini yah! Aku aja sampai gak tega lihatnya.”
Bagi sebagain orang mungkin hal kayak gini merupakan bentuk simpati atau empati gitu kali ya. Tapi entah kenapa, saya justru mempertanyakan kadar pertemanan mereka ini. Secara si teman ini sedang sedih dan sakit hati, harusnya yah sebagai teman kita berusaha menenangkan. Dipeluk kek, dipukpuk kek, dikasih tisu kek, dihibur kek, atau diajak ngobrol kek. Lah, ini malah sibuk bikin konten coba. Teman macam apa ini?
Saya pengen tetap berpikir positif, tapi entah kenapa kok hal semacam ini masih ada di luar nalar saya. Aneh aja gitu. Yang pertama, merekam orang yang tengah bersedih itu kurang etis secara norma yang ada. Kedua, sebagai seorang teman, apa iya sudah tahu temannya terluka kayak gitu kita masih mikirin untuk membuat konten. Jujur saja, kalau saya lagi gitu, terus teman saya ngerekam saya, sudah pasti bakalan saya timpuk pakai sandal itu orang.
Saya juga nggak tahu sih, mungkin saja si teman ini juga sudah izin ke temannya untuk membuat video tersebut, sehingga temannya juga biasa saja dan tidak marah dengan hal itu. Atau ini merupakan permintaan si korban agar nanti videonya dilihat oleh si mantan, saya juga nggak tahu. Tapi yang pasti, menggunakan kesedihan orang lain untuk keuntungan pribadi saya rasa itu kurang etis aja gitu.
Saya kalau punya teman kayak gini sudah saya blacklist dari daftar pertemanan. Yah, kesel aja kan ya, punya temen akhlakless kayak gini. Tahu temannya lagi susah, dia malah sibuk sendiri. Kadang teman itu suka gitu yah, mereka bertanya tentang masalah kita tuh belum tentu murni karena empati, tapi ada juga yang bertanya hanya karena kepo. Lalu setelah tahu masalah kita, bakalan dijadikan bahan ghibah atau konten. Hadeh. Pada akhirnya, hanya diri sendiri yang bisa menyelesaikan masalah yang ada pada diri kita sendiri.
Tapi sekarang ini, menjaga perasaan teman mah nomor dua, yang paling penting dan yang pertama mah tetap konten. Wkwkwk.
BACA JUGA Kok Bisa yah Orang Ngerekam Diri Sendiri pas Nangis buat Bikin TikTok? dan tulisan Reni Soengkunie lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.