Toyota Sienta ini nggak sekolah-friendly. Ribet!
Saat-saat yang dinantikan tiba. Pandemi sudah menuju berakhir. Aktivitas ekonomi sudah kembali hampir seratus persen. Para karyawan sudah diwajibkan untuk Working from Office. Walaupun setidaknya belum seminggu penuh, hanya beberapa hari dalam seminggu.
Anak-anak sekolah sendiri mulai April ini sudah mewajibkan untuk PTM (Pertemuan Tatap Muka) seratus persen yang tadinya 50 persen pada bulan Maret 2022. Konsekuensi sebagai orang tua dengan anak yang masih SD adalah sebagai supir antar-jemput anak.
Saya sudah melakoni menjadi supir antar-jemput anak sejak anak tertua saya kelas satu SD. Sekarang sudah kelas 6. Berbagai kendaraan sudah pernah saya pakai, termasuk Honda Beat, Mitsubishi Mirage, dan Toyota Sienta.
Saya merasakan pengalaman yang berbeda ketika mengantar anak menggunakan kendaraan tersebut. Honda Beat lincah, mampu salip kiri-kanan menghindari macet. Mirage kendaraan kecil yang pintar bermanuver di jalanan kampung yang cukup untuk dua mobil. Sienta cukup perkasa, sehingga saya bisa merasakan akselerasi yang lebih mantap dibandingkan dengan Mirage.
Sienta memang lebih powerful. Ya iyalah, cc-nya lebih besar. Tapi, saya kira mobil ini tidak cocok untuk antar-jemput anak yang persiapan berangkat sekolah suka mepet dan harus terburu-buru menembus jalanan kampung menuju sekolah. Begini alasannya
#1 Pintu sampingnya geser
Dari dulu, saya kepengin beli mobil dengan gaya pintu samping pintu geser. Selain karena pintunya kelihatan elegan dan bisa buka tutup otomatis, parkiran rumah saya juga sempit.
Akan tetapi buka tutup otomatis ini ternyata membawa konsekuensi tersendiri. Misalnya pada suatu hari saya sudah sangat bahagia karena bisa berangkat dari rumah 15 menit sebelum bel sekolah berdentang. Di tengah perjalanan, anak saya rewel karena ada barang yang ketinggalan. Katanya barangnya penting banget, karena akan diperiksa oleh gurunya. Dengan terpaksa, saya harus putar balik ke rumah dan memperhatikan anak saya yang lari-lari masuk rumah mencari-cari barang yang ketinggalan.
Anak saya buru-buru balik ke mobil. Pintu geser ditarik. Tit…tit..tit…Pintu pelan-pelan terbuka sampai penuh. Anak saya masuk mobil. Tit…tit…tit….Pintu pelan-pelan tertutup, sampai ada bunyi jeglek otomatis yang menandakan bahwa pintu sudah tertutup.
Ini adalah bunyi tit-tit yang terlama dalam hidup saya. Belum pernah saya kehilangan kesabaran karena pintu yang selow dan tidak paham bahwa ini adalah masa-masa krusial. Di mana tiap detik yang kita lalui sangat berharga. Lima menit lagi pintu gerbang tertutup. Anak saya telat hari itu dan harus berbaris dengan anak-anak lain yang suka telat. Label baru tertancap di jidatnya: “Telat”.
#2 Bodi besar
Anggota keluarga saya memang kecil sih. Tapi, kebetulan orang tua dan mertua saya tidak punya mobil. Alasan kami dulu beli Toyota Sienta ya karena bisa muat banyak. Jadi kalau mau ajak orang tua atau mertua jalan-jalan lebih nyaman.
Bodi besarnya Sienta ini ternyata memang tidak cocok dengan jalanan menuju lokasi sekolah anak saya. Jalanan menuju sekolah hanya muat untuk dua mobil. Ini dua mobil dengan arah yang berbeda ya. Sudah begitu, banyak yang suka parkir ajaib. Motor bahkan mobil suka parkir sembarang di pinggir jalan. Walaupun cara mereka parkir sudah dipepet-pepetin, tetap saja mengambil hampir separuh badan jalan.
Selain itu, pada jam-jam sekolah, banyak orang tua lain yang mengantar anaknya dengan mobil juga. Pertigaan 300 meter dari sekolah adalah sebuah titik rawan. Kami bisa menghabiskan lebih dari lima menit untuk menunggu sampai antrian cair.
Coba bandingkan kalau saya mengantar anak sekolah menggunakan motor. Tentu pertigaan ini bukan momok yang menakutkan karena saya bisa bermanuver layaknya pengendara motor jalanan Jakarta.
#3 Tidak irit
Mesin Toyota Sienta memang agak besar. Pas lah buat saya. Statistik penggunaan bahan bakar di dashboard menunjukkan bahwa tiap liter yang dikonsumsi oleh mobil ini rata-rata jarak yang ditempuh adalah 11.4 km.
Dibandingkan dengan Mirage, mobil ini lebih boros. Tiap liter yang dikonsumsi oleh Mirage bisa menempuh jarak rata-rata 15.9 km sampai dengan 20.1 km. Angka ini saya peroleh dari sumber berita lain, karena saya tidak pernah menghitung sendiri. Situ suruh saya ngitung sendiri? Nga dl.
Apa hubungannya bensin boros dengan antar jemput anak? Begini, yang pertama pengeluaran jelas lebih besar. Yang kedua, mengisi bensinnya harus lebih sering. Yang ketiga, saya orang yang suka lupa ngisi bensin. Biasanya kaget pas penunjuk bensin sudah kedip-kedip seperti sudah sekarat.
Suatu kali, saya mengantar anak dengan kondisi bensin yang sudah nyaris habis. Saya berniat untuk mengantar anak sambil mengisi bensin. Sayangnya, antrean mengisi bensin tiap pagi selalu panjang. Jadi saya memutuskan untuk mengantar anak terlebih dahulu walaupun ada perasaan waswas mobil mogok di tengah jalan. Perasaan waswas dan tidak nyaman inilah yang membuat saya bilang Sienta tidak cocok untuk antar jemput anak sekolah.
***
Pagi itu istri saya sedang membaca berita online. Katanya Toyota Sienta sedang sepi peminat. Saya jadi bertanya-tanya, jangan-jangan Sienta ini sepi peminat gara-gara tidak cocok buat antar jemput anak? Jangan-jangan pengalaman saya sama dengan pengalaman bapak-bapak yang lain? Semoga tidak ya. Sebab, tentunya saya mengharapkan Sienta tetap tinggi peminatnya, sehingga harga jual bekasnya tetap tinggi. Hehehe.
Penulis: Dessy Amirudin
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Dear Fans Manchester United, Belajarlah dari Kesombongan Kalian Selama Ini