Di daerah saya, lebih tepatnya Bantul, orang yang memiliki hajatan atau acara pernikahan seolah mempunyai suatu keharusan untuk menghadirkan dangdut atau minimal organ tunggal. Tujuannya tentu sebagai hiburan. Entah, budaya ini sejak kapan saya kurang tahu. Tapi, yang jelas, hal ini seolah menjadi suatu keharusan sebagai pengganti campursari yang semasa kecil sering saya jumpai.
Padahal, dulu sewaktu saya kecil, campursari di daerah saya lebih identik dengan hajatan. Apalagi, sinden yang suaranya kepalang merdu. Campursari dan acara pernikahan itu seolah sudah satu paket. Tapi, budaya itu sudah banyak berubah. Campursari sudah nggak seutuhnya jadi bagian dari pernikahan, tetapi dangdut atau organ tunggal yang kini jadi primadona.
Biasanya, organ tunggal ini akan datang dengan mbak-mbak sebagai penyanyinya. Umur penyanyinya pun bervariasi, ada yang masih muda bahkan sudah sepuh pun saya pernah melihat. Akan tetapi, selama “manggung” akan ada jeda untuk penyanyi beristirahat, kemudian akan digantikan dengan sesi di mana orang bisa ikut menyumbang lagu.
Di momen ini, lagu yang dibawakan pun bebas, dari yang bahasa Indonesia, Inggris, atau bahasa Jawa. Yang penting satu, ora nduwe isin, kalau nggak hafal liriknya pun bisa googling. Tema lagu yang dibawakan juga terserah, mulai dari lagu yang berisi ucapan selamat, kemesraan, sampai lagu yang isinya ditinggal rabi.
Dalam momen-momen ini saya mengamati ada beberapa tipe orang yang sering nyumbang lagu di acara pernikahan, di antaranya sebagai berikut.
Pertama, tipe biasa saja. Tipe orang ini biasanya nggak banyak maunya, tampilannya pun datar. Bukan, bukan mukanya, ya, tapi ketika bernyanyi biasanya nggak neko-neko. Datar doang. Sering kali cukup dengan menyebutkan judul lagunya dan menyanyikannya dengan normal (lebih tepatnya datar) tanpa ada embel-embel lain. Bagi saya, tipe ini beneran membosankan sih, cuma sebagai pelengkap saja di acara nikahan orang.
Kedua, suka minta nada. Orang seperti ini di hajatan biasanya bisa dibagi ke dalam 2 tipe lagi. Pertama, orang yang beneran bisa nyanyi serta paham dengan irama dan nadanya, tipe kedua adalah orang yang cuma pengin dianggap bisa nyanyi. Biasanya orang tipe ini akan mengawali dengan bilang ke band pengiringnya “dari nada (ini) ya mas”, “kurang tinggi dikit mas, nah sip.” kira-kira begitu.
Entah, mau suaranya bagus atau nggak, itu urusan belakang. Yang penting dikira bisa nyanyi itu sudah cukup kali, ya.
Ketiga, orang yang suka kirim-kirim salam. Orang tipe ini biasanya lebih banyak menghabiskan waktunya dengan kirim-kirim salam di acara pernikahan daripada nyanyi. Gayanya yang sumeh menjadikannya lebih sering diperhatikan orang. Tipe ini biasanya orang yang beneran sudah akrab dengan orang yang punya hajatan, tipe orang yang sangat pede atau pemuda sekitar yang sedang ikut nyinom.
Bahkan, di beberapa acara pernikahan, orang tipe ini lagunya sudah mulai pun seolah nggak peduli. Kirim-kirim salamnya lanjut terus, seperti halnya presensi di kelas atau kirim-kirim salam lewat radio. Satu kampung bisa disebut semua. Kata-kata andalan orang tipe ini “spesial untuk karang taruna…”, “Mas Sengget…”, “Mas Adit…” sambil nunjuk-nunjuk serta wajahnya yang sedikit senyum-senyum brengsek.
Keempat, orang yang nyanyi, tapi nggak sinkron sama nada. Tipe orang ini biasanya kalau nyanyi antara nada dan suaranya nggak sinkron. Nadanya di mana, nyanyinya ke mana. Seolah dua kutub yang saling bertolak belakang. Tapi, bagi saya tipe ini memang lebih menjadi tim hore sih. Pelengkap, daripada nggak ada yang nyanyi sama sekali terus acara pernikahan itu sepi.
Kelima, orang yang cuma pengin nyanyi bareng biduan. Tipe ini biasanya datang secara bergerombol, kebanyakan yang saya temui merupakan kumpulan mas-mas tanpa pasangan, perkara jomblo atau nggaknya, entah. Biasanya, akan ada salah satu orang dari gerombolan ini secara sukarela mengajukan diri untuk bernyanyi bareng biduan. Apalagi kalau biduannya masih keliatan kinyis-kinyis. Walau ada beberapa kasus yang dipaksa oleh temannya untuk seru-seruan, biasanya mereka akan terus bergerombol mendatangi biduannya sambil moshing, yang penting bisa deket sama biduannya terus lagunya bertema cidro biar bisa joget-joget manja. Duhalah, Mas.
Sebetulnya masih banyak lagi fenomena unik di acara pernikahan orang. Mau itu kamu atau saudara bahkan orang tuamu masuk ke dalam tipe yang mana saja, kehadiran orang-orang ini benar-benar mewarnai khazanah perhajatan duniawi. Kalau nggak ada orang-orang tipe ini, datang ke acara pernikahan rasanya kurang rame.
Hal paling gampang yang bisa dilakukan hanya memaklumi, anggaplah acara ini jadi acara karaoke dadakan bagi tamu undangan. Selain itu, hajatan kan juga bisa jadi ajang rasan-rasan sesama tamu. Ngrasani si A kok datang sama pasangan si B, padahal mereka masih pacaran, ngrasani si C kok udah mau lahiran padahal baru aja nikah. Eh, sorry. Keceplosan.
BACA JUGA FAM Kok Udah Memulai Kompetisi Musim Baru sih? Contoh PSSI dong! dan tulisan Muhammad Arif N Hafidz lainnya.