Akhir pekan lalu, drama Korea yang paling dinanti sudah tayang. Drama yang menggantikan slot jam tayang Hometown Cha-Cha-Cha ini berjudul Jirisan, yang dalam bahasa Korea memiliki arti Gunung Jiri. Sejak episode perdananya, drama ini sudah menorehkan prestasi sebagai drama dengan rating tertinggi kedua di kategori drama yang tayang di akhir pekan di channel tvN. Bahkan, para penontonnya riuh membicarakan Jirisan di Twitter, sampai-sampai tagar #JirisanEp1 dan #JirisanEp2 trending di dunia.
Sayangnya, euforia ini agak dicemari oleh para netizen mahabenar yang mengkritik CGI dalam drakor tersebut. Bagi yang belum tahu, CGI adalah computer generated imagery yang umumnya dipakai buat menciptakan efek visual pada video. Kalau dulu CGI masih dimanfaatkan dalam taraf sederhana, berbeda halnya dengan masa sekarang yang memungkinkan produksi sebuah video untuk menambahkan bentuk-bentuk tiga dimensi yang kelihatan realistis.
Kata Studio Binder, eksekusi CGI dalam kasus yang baik akan membuat mata penonton jadi “tertipu”. Dengan kata lain, pemirsa mengira bahwa objek yang sedang mereka saksikan adalah nyata, tapi rupanya adalah hasil edit CGI. Inilah yang diharapkan oleh para warganet. Mereka mengharapkan Jirisan menggunakan CGI sebagus mungkin, sebagaimana dulu sempat dilakukan oleh produksi drakor Vincenzo. Pada adegan-adegan ketika Vincenzo Cassano berada di Italia, para penonton mengira Song Joong Ki beneran melakukan pengambilan gambar ke negara tersebut. Rupanya, blio tetap berada di Korea Selatan dan syuting dikelilingi oleh green screen.
Jirisan agak kurang beruntung karena hasil CGI-nya ketauan artifisial. Penonton tahu betul bahwa beberapa adegan, misalnya ketika Seo Yi Gang dan Kang Hyun Jo berada di puncak Jirisan pasca-menyelamatkan Seung Hun, adalah hasil editan. Pemandangan Jirisan di belakang punggung mereka dengan figur keduanya terlihat sangat kontras dan membuat salah satunya terlihat lebih stand-out.
Seharusnya, fenomena “gagal”nya CGI Jirisan ini berefleksi bahwa sinema sekelas Jirisan pun punya cela. Sudah lebih dari dua ratus judul drakor dari beragam genre yang saya pernah tonton. Sejauh ini, belum pernah saya menemukan drakor yang benar-benar sempurna. Memang ada drakor yang mendapat atensi dari penonton, punya rating bagus, aktor dan aktrisnya pun nggak kalah ciamik, tapi sayangnya fandom-nya problematik. Pun ada drakor yang ceritanya antimainstream, mendebarkan, layak mendapatkan Oscar, tapi nggak berjalan lancar karena rating di bawah standar. Jadi, ingatlah, kesempurnaan hanya milik Tuhan.
Untuk kasus Jirisan ini, mari kita bedah. Sebenarnya drama ini nyaris banget sempurna. Aktor dan aktris main lead-nya adalah duo legenda, Ju Ji Hoon dan Jun Ji Hyun. Jun Ji Hyun sendiri sudah masuk ke dalam jajaran artis Chungmuro dengan koleksi penghargaan sebanyak 25 buah, sementara Ju Ji Hoon nggak pernah salah milih projek karena semua drakor maupun film yang dibintanginya selalu jadi hit. Ada pula beberapa pemain pendukung lainnya yang nggak kalah beken dan berpengalaman, seperti Sung Dong Il yang pernah main di Reply series dan Hospital Playlist, Jo Han Chul si pemain andalan Vincenzo dan Hometown Cha-Cha-Cha, serta Go Min Si, si cantik dari Love Alarm dan Sweet Home.
Sutradara Jirisan ini adalah Lee Eung Bok yang sudah namanya sudah sangat masyhur karena karya-karya blio yang bener-bener ajib. Sebut saja Sweet Home, Mr. Sunshine, Goblin, Descendant of the Sun, sampai Dream High. Lee Eung Bok bekerja sama dengan penulis naskah Kim Eun Hee yang juga sukses melahirkan mega hit, seperti Kingdom dan Signal. Mana coba karya beliau-beliau yang flop?
Satu lagi, salah satu pengisi original soundtrack (OST) dari drama ini adalah Jin BTS. Aktor dan aktris fenomenal + penulis dan sutradara ulung + penyanyi OST-nya bintang dunia. Gils nggak, tuh?
Dari daftar kesempurnaan itu, memang wajar bila para pemirsa jadi berekspektasi tinggi. Nah, selain faktor ekspektasi, para penonton Jirisan yang mengeluhkan CGI ini mungkin memang sudah merasa jengah dengan kualitas CGI beberapa drakor yang tayang akhir-akhir ini cukup memprihatinkan. Sebut saja dua drama sageuk Lovers of the Red Sky dan The King’s Affection. Keduanya tayang hampir bersamaan dengan Jirisan dan mengalami masalah yang sama: hasil CGI-nya kayak sinetron kolosan televisi swasta Indonesia. Bahkan ada warganet yang sengaja mengedit salah satu scene Lovers of the Red Sky dengan background music khas sinetron tersebut. Ya gimana ya, sudah tahun 2021 masa CGI-nya begitu doang? Begitulah kata mereka.
Tapi menurut saya, CGI dari Jirisan ini nggak mengganggu. Saya masih bisa merasakan thrill-nya ketika para ranger Jirisan diterpa badai dan hampir terseret aliran air yang begitu derasnya. Begitu pula dengan hujan bongkahan batu yang membuat saya hampir gagal mengontrol ritme jantung saking takutnya kalau salah satu ranger kenapa-kenapa. Pesan dan rasa penasaran yang pengin disampaikan oleh penulis pun masih berhasil saya cerna.
Jadi, nggak usah sebegitu kejamnya menghujat Jirisan. Toh penonton di Korea Selatan nyatanya juga tetap menggemari Jirisan karena rating di episode keduanya tercatat mengalami peningkatan. Jangan lantas menjuluki Jirisan dengan nama-nama jelek hanya karena kecacatan CGI-nya saja, sementara masih banyak hal yang bisa kita banggakan dari drama ini.
FYI, CGI Jirisan jauh lebih mending, lho, daripada drakor Mama Fairy and Woodcutter. Nggak percaya? Tonton saja sendiri dan cobalah buat menahan diri untuk nggak ngehujat, xixixi.
Sumber Gambar: Instagram tvN Drama Official