Lupa itu manusiawi. Bahkan saya pikir, semua orang akan lupa pada waktunya. Semua orang memiliki titik lupanya masing-masing dan dalam berbagai situasi juga kondisi. Pada titik paling rendah, seseorang bisa saja lupa mengerjakan sesuatu ketika banyak sekali yang sedang dikerjakan dalam suatu waktu bersamaan.
Paling tidak, sering kali ada saja hal kecil yang terlewat. Meski beberapa orang dapat mengatasi kelupaan tersebut dengan cara membuat list berbagai alternatif lainnya, yang perlu juga disadari, nggak semua orang bisa multitasking—mengerjakan banyak hal dalam satu waktu secara bersamaan. Jika dipaksakan, tetap saja biasanya akan ada yang terlewat.
Dan dalam proses yang lebih alamiah, seiring bertambahnya usia, manusia akan mengalami proses penuaan dan akhirnya pikun. Meski tidak semua orang tua itu pikun.
Pada titik tertentu dan dalam berbagai situasi, lupa bisa jadi menyebalkan. Apalagi ketika kita lupa membawa suatu barang penting. Dua diantaranya, sih, dompet dan hape. Bahkan saya juga tidak bisa untuk tidak setuju, ketika lupa bawa hape, saya akan mati gaya. Lagian, di zaman seperti sekarang ini, apa yang bisa kita lakukan tanpa hape? Ngobrol sama teman? Halah, paling ujung-ujungnya juga gibah. Jadi, udah paling bener main hape aja. Fokus main Twitter.
Di lain kesempatan pada suatu obrolan, lupa terhadap apa yang ingin diucap atau dibicarakan juga bisa menjadi persoalan yang bikin mangkel. Nggak jarang bikin stres sendiri. Mau nginget lagi sebelumnya mau ngomong apa kok susahnya minta ampun. Bikin kita garuk-garuk kepala meski setelahnya tetap nggak ingat apa yang ingin diutarakan. Saya cukup yakin, bukan hanya saya yang pernah—atau sering kali—mengalami hal ini. Banyak orang lain di luar sana pun mengalami hal serupa. Saya yakin betul sama hal ini.
Bahkan ada mitos yang menyebutkan bahwa orang yang lupa mau bilang apa ketika ngobrol itu tandanya banyak dosa. Sampai ada perbandingan antara anak kecil dan orang dewasa. Katanya, anak kecil jarang mengalami hal ini karena masih suci dan belum banyak melakukan dosa. Hadeeeh, sudah lupa mau bilang apa, bukannya bantu mengingat, malah dikaitkan dengan banyaknya dosa. Padahal, kan, semua orang punya potensi yang sama—soal lupa mau bilang apa ketika berbicara.
Ketika lupa mau bilang apa ketika berbicara, biasanya saya atau orang lain sampai menggerutu sendiri, “Aduuuh. Mau bilang apa ya tadi? Mana lupa lagi!” Jika sudah berkata demikian, apalagi merasa mangkel sampai ubun-ubun, hal yang biasa dilakukan adalah menyebut satu-dua kata petunjuk yang mirip dengan apa yang lupa dikatakan. Dalam kondisi seperti ini, nggak jarang lawan bicara ikut kesel juga dan bilang, “Hah, yaudalah, lupain aja. Skip! Ikutan stres aku bantuin kasih petunjuk. Kayak lagi main kuis komunikata aja!”
Sering kali persoalan lupa ingin berkata apa ini dipicu oleh teman yang menyanggah atau memotong pembicaraan. Coba deh diingat lagi. Berapa kali omongan kita disanggah, dan berapa kali pula kita lupa mau ngomong apa? Nah, betul, kan! Bahkan nggak jarang, teknik menyanggah pernyataan lawan bicara ini juga sering digunakan oleh anggota dewan yang terhormat ketika berdebat atau adu gagasan. Saya jadi curiga, jangan-jangan mereka memang sengaja hampir selalu memotong pembicaraan lawan debatnya, agar lawan debatnya lupa mau bilang apa. Eh?
Nah, usut punya usut, fenomena lupa mau bilang apa sewaktu berbicara ini, dalam dunia sains disebut the door way effect. Kondisi di mana otak tiba-tiba nggak ingat apa yang ingin kita katakan, seperti dilansir oleh Science ABC via diadona.id. Dijelaskan juga, teori the door way effect ini juga menjawab alasan kenapa kita sering lupa mau ambil apa ketika membuka kulkas atau mau ambil sesuatu ke suatu tempat.
Lantaran sudah banyak yang mengalami kejadian serupa—lupa mau bilang apa ketika ngobrol—saran saya, belajarlah menjadi pendengar yang baik, dengan cara mendengar pembicaraan seseorang secara utuh terlebih dahulu, sampai tuntas. Jangan menginterupsi pembicaraan orang lain. Jangan. Kan kesian kalau sedikit-sedikit lupa mau bilang apa.
Di samping akan menyusahkan lawan bicara juga, karena akan berujung pada harus membantu mengingat mau mengucap apa. Makin repot kalau kita sebagai pendengar nggak tahu sama sekali petunjuknya apa. Yang lupa siapa, yang geregetan sekaligus ikut penasaran siapa. Hih.
BACA JUGA Ngenesnya Punya Kebiasaan Lupa yang Memalukan atau tulisan Seto Wicaksono lainnya.