Jika Belanda dan Inggris tidak melakukan Perjanjian Breda, menukar Manhattan (dulu koloni Belanda lalu diserahkan ke Inggris) dengan salah satu pulau di Kepulauan Banda yang ada di Maluku, mungkin saat ini kita mendengar orang Amerika berbahasa Belanda, bukan bahasa Inggris. Pada abad ke-16 Kepulauan Banda memang sangat populer dan dijadikan rebutan oleh bangsa-bangsa Eropa. Tercatat ada Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda yang saling sikut untuk menguasai Kepulauan Banda dengan tujuan memonopoli komoditas rempah (pala, fuli, kopra) di dunia.
Meskipun tidak tumbuh menjadi daerah metropolitan seperti Manhattan di Amerika Serikat, Kepulauan Banda hingga kini memiliki daya tarik magis yang membuat banyak orang ingin berkunjung ke sana. Sejujurnya, saya bukan orang yang suka meromantisasi sebuah daerah, namun untuk Banda Neira pengecualian.
Berkunjung ke Banda Neira membuat siapa saja mudah terhanyut suasana. Landscape alamnya, lautannya, udaranya, gunungnya, dan keramahan penduduknya menjadikan Banda Neira istimewa. Saking istimewanya, Sutan Sjahrir—salah satu tokoh nasional yang diasingkan Belanda di Kepulauan Banda—kabarnya pernah berkata “Jangan mati sebelum ke Banda Neira”. Saya sepakat dengan pernyataan tersebut. Setidaknya, berkunjunglah ke Banda Neira meskipun hanya sekali.
Daftar Isi
Wisata sejarah dan budaya
Banda Neira menjadi bukti jika pariwisata di Kepulauan Maluku tidak melulu tentang keindahan bahari, tapi juga kaya sejarah dan budaya. Banda Neira adalah penjara alam, setidaknya bagi beberapa tokoh nasional seperti Bung Hatta, Sutan Syahrir, dan Cipto Mangunkusumo yang pernah diasingkan Belanda ke pulau indah ini.
Bahkan rumah pengasingan milik Bung Hatta, Sutan Syahrir, dan Cipto Mangunkusumo masih terawat dan bisa dikunjungi wisatawan. Di rumah-rumah pengasingan tersebut, kita bisa meneropong masa lalu, melihat bagaimana Bung Hatta yang memiliki kecintaan terhadap buku-buku membangun sekolah di belakang rumahnya dan bersama Sutan Syahrir menjadi guru di sekolah tersebut. Kalau ingin tanya-tanya tentang rumah pengasingan Bung Hatta dan Sutan Syahrir, ada juru kunci yang akan menjawab pertanyaan Anda dengan ramah.
Jika ingin melihat sejarah Kepulauan Banda di masa kolonialisme Belanda, berkunjunglah ke Rumah Budaya Banda. Museum ini menyimpan barang peninggalan Belanda mulai dari guci, lonceng, keramik abad 16, meriam, hingga lukisan yang menggambarkan suasana di masa penjajahan. Nggak hanya museum, di Banda Neira, kita pun bisa jalan-jalan ke istana mini yang dibangun Belanda pada 1622 sebagai tempat tinggal pejabat kolonial dan gudang rempah-rempah.
Jika beruntung, kita bisa melihat upacara adat dan tari-tarian yang digelar oleh warga setempat di Banda Neira.
Benteng Belgica
Selain museum dan istana, wisata sejarah lain yang bisa kita kunjungi adalah benteng warisan penjajah yaitu Benteng Belgica dan Benteng Nassau dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Lokasi Benteng Belgica sekitar 500 meter dari pelabuhan Banda Neira. Benteng ini dibangun Belanda untuk menangkal serangan penduduk lokal yang menentang monopoli rempah. Jika penasaran dengan bentuk bentengnya, silahkan melihat uang Rp1000 keluaran 2016. Nah, gambar benteng yang ada di uang kertas tersebut adalah Benteng Belgica.
Benteng lainnya adalah Benteng Nassau, dibangun pertama kali oleh Portugis tahun 1512, lalu dibangun ulang oleh Belanda tahun 1602. Di sisi Benteng Nassau dibuat parit besar yang dialiri air laut. Dulunya parit tersebut dibuat untuk bongkar muat dari dan ke dalam benteng.
Penjelasan sedikit tentang Banda Neira
Dalam tulisan ini, saya tidak menyebutkan Pulau Hatta, Ai dan beberapa benteng yang biasanya direkomendasikan influencer sebagai salah satu spot yang harus dikunjungi saat ke Banda Naira. Alasannya sederhana saja, karena tempat-tempat tersebut lokasinya tidak berada di Pulau Banda Neira, tapi di pulau tetangganya.
Jadi begini, Gaes, nggak usah bingung. Banda Neira adalah pulau yang masuk dalam wilayah Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Selain Banda Neira, di Kepulaun Banda ada Pulau Banda Besar, Pulau Ai, Pulau Hatta, Pulau Pisang/Syahrir, Pulau Run (yang ditukar dengan Manhattan) dan beberapa pulau lain yang tidak semuanya berpenghuni. Nah, secara spesifik, saya hanya menyebutkan tempat-tempat yang bisa kalian kunjungi di Pulau Banda Neira. Jika kalian ingin datang ke Pulau Ai atau Pulau Hatta juga bisa, tapi harus naik kapal lagi menuju ke sana.
Kuliner istimewa yang tidak bisa kita temukan di Jawa
Ada banyak video tentang keindahan alam di Banda Neira. Namun, jarang banget yang membahas kulinernya. Padahal, pulau ini memiliki ragam makanan yang unik dan tidak kita temukan di Pulau Jawa. Biar kalian nggak makan ikan bakar saja, saya merekomendasikan tiga hidangan yang cocok dengan lidah Jawa.
Pertama, ikan asam kuah pala. Sup ini terbuat dari rempah-rempah, irisan pala, dan ikan. Rasanya asam, pedas, dan sueger pol. Makin mantap lagi kalau dimakan dengan nasi hangat dan minumannya es sirup pala. Selain makan nasi, warga di sini juga mengonsumsi suami sebagai asupan karbohidrat. Suami adalah kuliner yang terbuat dari ubi atau singkong parut yang diperas airnya kemudian dikukus. Rasanya plain sih, tapi justru itulah yang membuat suami cocok dimakan dengan sup kuah ikan. Di beberapa daerah yang ada di Maluku, ada suami yang diberi topping berupa taburan kelapa dan gula merah dengan cita rasa mirip kue lupis.
Kedua, bakasang, olahan ini terbuat dari isi perut ikan yang difermentasi. Bakasang ini semacam sambal, biasanya dijual dalam wadah botol untuk oleh-oleh. Bakasang bisa dimakan dengan hidangan utama atau dicocol ke buah buahan (pala, kedondong dll) mirip kalau kita rujakan di Jawa. Tapi, di Banda aktivitas tersebut namanya baraci bakasang.
Ketiga, ulang-ulang, terbuat dari irisan sayuran (kacang, kangkung, terong, tauge, timun, wortel) yang diberi bumbu kacang. Mirip pecel, bedanya bumbu ulang-ulang dari kacang kenari tumbuk, terasi, cuka dan garam. Oh iya, kacang kenari sangrai bisa langsung kita makan, lho, rasanya mirip kacang almond. Akan tetapi, jangan terlalu banyak makan kenari, sebab efek sampingnya bisa memabukkan.
Wisata bahari
Berkunjung ke Banda Neira tanpa melihat lautannya tentu akan sia-sia. Sebenarnya sih, duduk santai di pinggir pantai sambil sesekali kecek di air atau naik kapal kecil sudah cukup indah dan menyenangkan bagi orang yang tidak bisa berenang seperti saya. Kalau beruntung, kita bahkan bisa bertemu lumba-lumba lho.
Akan tetapi, jika kalian pecinta wisata bahari profesional, silakan mencoba diving dan snorkeling di perairan Banda. Spot unggulannya bernama lava flow, lokasinya sih tidak di Banda Neira. Kalau naik kapal dari Pelabuhan Banda Neira butuh waktu kurang lebih 25 menitan. Sesuai namanya, Lava Flow terbentuk dari lava gunung api yang meletus pada 1988. Tempat ini banyak dikunjungi wisatawan asing, Gaes.
Oh iya, saran saya, datanglah ke Banda Neira di bulan Oktober-November. Di luar bulan tersebut, mungkin cuacanya akan terasa cukup ekstrem bagi manusia yang terkena angin di Parangtritis sebentar saja langsung meriang.
Baiklah, sampai di sini dulu, ygy, karena pergi ke Banda Neira membutuhkan biaya yang tak sedikit dan transportasinya pun masih terbatas. Lain waktu kita spill cara dan perkiraan biaya paling murah menuju ke sana.
Sumber gambar: Akun Instagram @signaturabandanaira
Penulis: Tiara Uci
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Ulang Tahun Om Kacamata Mohammad Hatta dari Banda Neira