Vaksin Covid-19 telah tiba, vaksin Covid-19 telah tiba, Hore! Hore! Hore!
Begitulah mungkin yang terjadi di grup WhatsApp garda terdepan tenaga medis yang sudah berjuang selama pandemi ini. Akhirnya perjuangan mereka yang bekerja pagi, siang, malam akan terbayarkan juga. Mungkin juga di grup kabinet pemerintahan karena sebentar lagi ekonomi bisa bangkit lagi, haiss ekonomi terooss. Tolong digarisbawahi itu mungkin loh ya. Apapun itu, jelas ini adalah kabar gembira bagi kita semua karena akhirnya melihat celah cahaya untuk keluar dari keterpurukan setahun akibat diobok-obok pandemi ini.
Termasuk juga saya yang menyikapi berita vaksin Covid-19 ini dengan positif. Meskipun banyak teori-teori liar yang berterbangan di media sosial yang mengatakan kalau vaksin ini itulah. Saya tetap optimistis dengan vaksin ini, at least ada progress lah dikit-dikit. Saat tulisan ini ditulis, sudah memasuki sebulan dua bulan program vaksinasi pemerintah dilakukan.
Sayangnya, saya belum divaksin karena bukan tenaga medis, jadi belum bisa menceritakan testimoni saya sendiri. Tetapi, sebagai masyarakat yang disuruh aktif oleh pemerintah untuk mengkritik agar pelayanannya makin baik. Maka saya tetap akan memberikan testimoni saya yang tinggal bersama ibu saya yang sudah divaksin kurang lebih sebulan ini. Jarang-jarang kan ada testimoni dari orang ketiga.
Ibu saya ini bukanlah tenaga medis yang merupakan garda terdepan. Tetapi bekerja di garda lebih depan dari itu. Kalau tidak ada divisi ini maka rumah sakit saya yakin bangkrut. Kerjaan ibu saya ada di divisi mobilisasi dana, yang mana itu ngurusin dana masuk keluar dari ekonomi rumah sakit. Rumah sakit yang ditempati kerja ibu saya sebetulnya bukanlah rumah sakit rujukan Covid-19, tapi rumah sakit ini terdaftar sebagai rumah sakit negara jadi mungkin didahulukan untuk vaksinasi. Jadi mungkin pemerintah mendahulukan instansinya terlebih dahulu, yang swasta-swasta sabar ya, hehe.
Ibu saya divaksin di hari lahirnya, pada 27 Januari lalu. Saya apresiasi tindakan pemerintah ini, sungguh dekat dengan rakyatnya sampai-sampai memberi kado yang amat berharga ini ke ibu saya, makasih loh. Kemudian harusnya divaksin kembali tepat dua minggu setelahnya (10/2), seperti Presiden, tetapi mundur menjadi tanggal 15 karena kata ibu saya vaksinnya belom datang. Loh kok telat, sudah saya bangga-banggakan karena ngasih kado ibu saya kok malah balik mengecewakan. Becanda-becanda, hehe.
Selama sebulan saya tinggal serumah dengan ibu saya, saya bisa memastikan bahwa vaksin Covid-19 ini benar-benar mujarab dan aman. Saya begitu yakin karena saat setelah ibu saya pulang dari kantor pasca divaksin tidak terjadi perubahan dari tubuhnya. Tetap sama seperti biasa dan tidak berubah menjadi besar seperti titan yang diceritakan di sosmed-sosmed itu. Ini jelas membantah teori kalau vaksin Covid-19 bisa mengubah orang menjadi titan, seperti yang disampaikan admin Kemkominfo TV. Menurut perkataan ibu saya, cairan yang digunakan untuk disuntikkan ke nadinya berwarna bening, hampir seperti air biasa. Ini juga membantah adanya microchip yang dimasukkan di sana. Warna bening juga menandakan cairan yang disuntikan bukanlah vitamin C, yang biasanya berwarna kuning seperti CDR atau UC-1000 itu.
Perlu diketahui pas ibu saya disuntik vaksin Covid-19, beliau ini baru saja sembuh dari sakit. Seminggu sebelumnya beliau demam dan pas hari-H divaksin sudah enakan. Dan setelah divaksin beliau rasa-rasanya semakin sehat saja. Seakan-akan vaksin Covid-19 itu menjadi mood-booster dari psikis ibu saya. Tidak sampai di situ, efek dari vaksinasi juga memberi rasa berani ibu saya keluar rumah dan kembali mengobrol dengan tetangga sebelah rumah saya. Padahal dulu sebelum divaksin, ibu saya ini sungguh takut dan parnoan saat harus berinteraksi dengan tetangga sebelah itu.
Bahkan ikut terhasut oleh omongan-omongan tetangga lain yang mengatakan dua minggu sebelumnya tetangga saya itu kontak dengan penderita Covid-19 yang sampai saat ini masih simpang siur kebenarannya, yang membuat ibu saya menutup akses interaksi dengannya. Tapi, di luar dugaan belum ada sehari divaksin ibu saya sudah berani mengobrol tiga jam dengan tetangga saya itu. Gokil, vaksinnya bener-bener manjur pikir saya. Saya lalu mikir, oh pantesan influencer Raffi Ahmad itu langsung bisa pesta tanpa protokol. Nyinyiran netizen ternyata sungguh keliru. Mereka belum tahu saja rasanya ibu saya dan Raffi setelah divaksin, semerdeka itu rupanya.
Sampai sebulan ini ibu saya alhamdulillah tidak bergejala apa pun dari vaksin Sinovac ini. Status positif Covid-19 yang sempat diisukan setelah melakukan vaksinasi juga tidak pernah kejadian. Malah beliau semakin kelihatan bugar dan bersemangat untuk bekerja, tentu tetap melakukan protokol kesehatan. Bahkan kemarin juga sempat ditunjuk sebagai instruktur senam karyawan di rumah sakit tempat ibu saya bekerja. Saya dan sekeluarga pun tidak mendapat akibat buruk dari vaksinasi ibu saya itu. Jadi saya bisa pastikan vaksin Sinovac benar-benar manjur dan aman baik bagi penerima maupun orang sekitarnya. Ah semoga saya dan semua orang bisa kebagian vaksin secepatnya, jadi pengen kan.
BACA JUGA Saya Disuntik Vaksin Covid-19 dan Nggak Jadi Buaya dan tulisan Kevin Winanda Eka Putra lainnya.