Terminal Mojok adalah platform User Generated Content (UGC) di mana Mojok pengin mewadahi jamaah mojokiah untuk menulis secara bebas apa pun topiknya walaupun untuk bisa dimuat di Terminal tetap harus melewati tahap kurasi terlebih dahulu. Saat awal-awal saya mencoba rutin mengirimkan naskah ke Terminal, betapa terkejutnya saya melihat para penulis di sini bisa saling berbalas argumen dan geger gedhen lewat tulisan. Satu kata yang terlintas di pikiran saya waktu itu adalah “wanguuun”.
Mungkin saya bisa berpikir seperti itu karena sudah terbiasa melihat perdebatan di media sosial lain yang bisa dibilang lebih mengedepankan emosi dibanding poin yang ingin disampaikan. Di sini, penulis yang pengin melakukan counter terhadap tulisan orang lain memiliki cara uniknya sendiri yang saya sendiri belum menemukannya lewat platform lain.
Selain itu, perasaan saat membaca tulisan yang saling berbalas argumen tersebut pun tak menimbulkan perasaan marah sedikit pun dalam diri saya. Berbeda jika saya melihat suatu perdebatan di suatu media sosial yang malah bikin hati tambah panas. Bahkan, sempat ada beberapa tulisan saya yang dicounter oleh penulis lain dan reaksi saya saat membacanya justru malah senyum-senyum sendiri. Lha kok aneh to koe ki malah senyum-senyum!
Lha piye, Lur? Saya sendiri malah merasa tulisan balasan yang dilayangkan penulis lain terhadap tulisan saya ada benarnya juga dan malah bikin saya jadi muhasabah diri terkait beberapa argumen yang mungkin kurang pas. Bukan baper yang didapatkan, justru saya malah senang kalau tulisan saya dikoreksi. Coba kalau ngomong di smedia sosial lain? Sudah habis dihajar netizen kamu, Bos!
Kemudian, ketika saya melihat ada perdebatan terjadi di Terminal Mojok yang melibatkan dua penulis, saya malah merasa sang kurator Terminal Mojok sendiri memang menyukai, bahkan memancing adanya geger gedhen tersebut. Tulisan-tulisan yang berpotensi mendatangkan geger gedhen dimuat agar penulis dari kubu oposisi merasa panas hati dan melayangkan tulisan balasan.
Saya pribadi belum menemukan platform tulisan lain yang mewadahi atau mungkin kalau Mojok sepertinya lebih ke melatih penulisnya untuk geger gedhen seperti ini. Saya sendiri cukup menikmati semua perdebatan yang disajikan di dalam Terminal Mojok karena saya sebagai pembaca bisa dengan jelas mengerti poin-poin dari tulisan tersebut dibandingkan jika harus melakukan debat melalui media sosial saat kita bisa saja bertemu orang random sing ra umum pokoke.
Gaya tulisan yang disajikan pun nggak perlu ndakik-ndakik sehingga orang awam seperti saya bisa dengan mudah memahami apa yang ingin disampaikan oleh penulis. Semua topik pun bisa dijadikan bahan geger gedhen entah itu anime, selera makanan, olahraga, hingga politik. Wes pokoke macem-macem lah!
Oleh karena itu, saya cukup merekomendasikan Terminal Mojok bagi kalian wahai orang-orang yang memang menyukai keributan. Daripada menulis thread panjang yang bisa bikin perpecahan seluruh netizen Indonesia, kalian juga bisa, lho menuangkan benih-benih kecintaan kalian terhadap geger gedhen melalui tulisan yang nantinya bisa saja dimuat di Terminal Mojok.
Bahasan yang ditentukan fleksibel, lawan debat yang siap melayangkan counter lewat tulisan juga banyak, bahkan kurator Terminal Mojok pun sudah memberikan restu dan lampu hijau kepada para penulisnya dan menjadikan Terminal Mojok sebagai wadah geger gedhen sebagaimana kita tahu perdebatan tak terfasilitasi dengan baik di luar sana.
Bisa dibilang, ini adalah salah satu alternatif tempat geger gedhen yang paripurna bagi kalian semua. Asemmm malah bantu promosi Mojok nih! Ya kali nggak dimuat?
BACA JUGA Riset Saya Soal Gimana Caranya Tulisan Bisa Sayang Eh Tayang Di Terminal Mojok dan tulisan Muhammad Iqbal Habiburrohim lainnya.