Sebagai warga asli Magelang, saya tentu saja bangga. Meski saya juga tetap mengingatkan Magelang agar tak lupa dengan jati dirinya sendiri. Bayangkan, tak jauh dari Malioboro KW itu berdiri megah sebuah candi Buddha yang didirikan pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Bahkan, ratusan candi lain tersebar di kawasan seribu candi ini. Lima gunung megah mengelilinginya dan satu gunung mungil berada di tengah-tengahnya. Sejarah panjang Magelang dan budayanya yang unik, tentu bisa dianggap sebagai ciri khasnya.
Saya paham, Borobudur memang kerap dianggap punya Jogja. Namun, itu tak serta merta membenarkan pencurian Malioboro punya Jogja. Tapi, inilah realitas kehidupan. Cara semacam ini sedang tren, dan lebih mudah dilakukan.
Ketimbang meningkatkan rasa bangga atas apa yang dimiliki, menggunakan kreativitas alih-alih ikut tren, meningkatkan keamanan dan kenyamanan di jalan umum lain, dan membuat ekosistem pariwisata yang sehat, saya kira membuat Malioboro KW adalah sebuah trik yang lebih mudah dan cepat. Yang penting ramai dan kekinian!
Penulis: Bayu Kharisma Putra
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Daripada Bikin Malioboro, Ada Baiknya Magelang Fokus Wisata Seribu Candi Saja.