Salah satu buah yang sangat digemari semua orang adalah durian. Dan konon kabarnya buah durian adalah salah satu buah yang disukai para raja dan ratu zaman kerajaan tempo dulu. Kata ustaz saya juga, durian adalah salah satu buah di surga. Tak terbayangkan nikmat durian di surga kelak, di dunia aja nikmatnya minta ampun.
Kebiasaan di kantor saya cukup unik. Setiap ada yang ulang tahun pasti durian adalah buah yang selalu dicari dan dimakan berjama’ah. Mulai durian lokal, durian petruk, durian monthong, hingga durian musang king pernah dicoba. Begitu pula dalam perayaan hari besar Islam di pengajian-pengajian di Jakarta. Durian sudah pasti dihidangkan untuk para ustaz yang dihormati. Pendeknya, durian sudah menjadi buah utama di momen-momen spesial.
Mempunyai darah Palembang dari nenek pihak ibu membuat lidahku terbiasa dengan buah durian. Kalau makan buahnya pasti sudah biasa. Tapi, akan terasa beda kalau buah durian difermentasi menjadi tempoyak.
Jangan mengharapkan harum dan manisnya durian dapat ditemukan dalam tempoyak, karena rasa manis durian sudah menyatu dengan proses fermentasi sehingga agak sedikit asam, namun tetap gurih di lidah. Makanya aku kadang heran bagi kawan-kawan Palembang yang bilang tidak menyukai tempoyak. Bisa jadi mereka mencoba tempoyaknya saja seperti banyak kawanku di Bandung. Sudah tentu hanya asam yang dirasa. Belum lagi teksturnya yang lembut dan basah, akan membuat orang yang pertama kali mencobanya akan merasa sedikit jijik.
Di Palembang, biasanya tempoyak dicampur dengan ikan teri, udang, atau daging ayam. Rasa pedas tinggal disesuaikan dengan selera dan kekuatan lidah. Kuliner lainnya yang dapat dimakan dengan tempoyak adalah pindang ikan patin dan sambal pedas. Hmmm… liur sudah pasti menetes bagi yang sudah terbiasa dengan kuliner unik asal buah durian ini. Pendeknya tempoyak adalah kuliner fermentasi durian ternikmat dalam peradaban manusia, hahaha.
Syahdan, sebagaimana diriwayatkan dalam karya adiluhung Hikayat Abdullah atau Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, tempoyak dimakan sebagai kuliner favorit sehari-hari penduduk Terengganu, Malaysia. Ketika berkunjung ke Terengganu sekitar tahun 1836, juga suku bangsa Melayu lainnya di Malaysia dan Indonesia, baik di Sumatera dan Kalimantan.
Jika kita tilik, kandungan nutrisi yang terkandung dalam tempoyak, terdiri dari air sebanyak 15,12 persen, abu sebanyak 27,03 persen, lemak sebanyak 2,69 persen, protein 6,37 persen, dan karbohidrat sebanyak 48,79 persen. Tak heran tempoyak mengandung banyak khasiat buat tubuh kita, antara lain menjaga sistem pencernaan tubuh sehingga buang air besar pun menjadi lancar.
Dan tahu nggak kalian semua, tempoyak pun dapat menghasilkan senyawa bioaktif dan memiliki sifat imunostimulan yang potensial sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pangan olahan yang potensial. Kok bisa? Menurut Mas Agus Budiawan Naro Putra, teman saya dari Puslit Bioteknologi LIPI, proses fermentasi tempoyak melibatkan bakteri asam laktat secara natural, maka dengan penambahan garam ke dalam daging durian, dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen. Artinya, tempoyak mempunyai fungsi imun buat tubuh.
Meski belum diuji secara empiris untuk pasien Covid-19, bisa jadi tempoyak punya khasiat dan fungsi yang sama dengan jahe merah, sambiloto, dan berbagai jenis rempah lainnya yang sedang diuji di laboratorium riset peneliti Covid-19 LIPI. Istilahnya imunomodulator. Kalau baru dengar istilah ini, silahkan cari di internet jenis buah apakah imunomodulator ini.
Naah, apalagi yang ditunggu. Cobain deh tempoyak, kuliner fermentasi durian ternikmat dalam peradaban manusia.
BACA JUGA Orang yang Nggak Suka Buah Durian Bukan Malang, tapi Emang Nggak Cinta Aja! dan tulisan Suzan Lesmana lainnya.