Datang ke Tempat Makan yang Sepi lalu Tiba-tiba Ramai, Apakah Saya adalah Jimat Berjalan?

Datang ke Tempat Makan yang Sepi lalu Tiba-tiba Ramai, Apakah Saya adalah Jimat Berjalan?

Datang ke Tempat Makan yang Sepi lalu Tiba-tiba Ramai, Apakah Saya adalah Jimat Berjalan? (Pixabay.com)

Pernah, nggak, lagi mampir ke tempat makan yang sedang kosong, lalu seketika beberapa calon pembeli lain ramai berdatangan?

Pernah? Sama.

Apakah itu artinya sejatinya kita selayaknya jimat berjalan yang mendatangkan rezeki bagi sekitar? Boleh nggak ya kalau minta nggak usah bayar? Kan, kehadiran kita dah kayak eksposur yang mendatangkan pembeli lain, nih. Tak ternilai harganya, lo. Hehehe.

Tapi, kenyataannya kita tak pernah merasakan hal yang sama sendirian. Hal ini, begitu juga beberapa banyak orang lainnya, pernah merasakan hal yang sama.

***

Beberapa kali obrolan di atas muncul di forum informal yang berbeda, saya selalu mendapati lebih banyak orang yang pernah atau bahkan sering mengalami hal demikian ketimbang yang merasa sebaliknya. Tentu asumsi ini tidak terbukti secara statistik. Akan tetapi, nggak beda jauh dengan obrolan “hujan akan turun setelah mencuci kendaraan bermotor” kan?

Jadi, bener nggak, sih, ada orang yang punya kemampuan mendatangkan calon pembeli hanya dengan datang ke tempat makan yang lagi senggang? Atau mampu menurunkan hujan cukup dengan mencuci kendaraan bermotor?

Mood-dependent memory

Manusia cenderung mengingat peristiwa-peristiwa dalam pikiran yang memiliki efek berbeda pada emosi. Entah positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan. Suasana hati membawa asosiasi yang berbeda ke dalam pikiran. Misalnya, pas kita seneng, kita cenderung lebih mengingat kembali peristiwa menyenangkan, pun sebaliknya. Nah, ini ada hubungannya dengan mood-dependent memory.

Ingatan tentang “udah cape nyuci mobil terus hujan” atau “udah bayar sekian ribu rupiah buat nyuci mobil terus hujan” adalah ingatan yang menyebalkan. Lebih menyebalkan dibandingkan dengan “udah nyuci mobil terus hari cerah seminggu” yang mana sebenarnya baik, tapi biasa-biasa aja karena “normalnya gitu”—taken for granted. Sehingga, ingatan pertama lebih menancap di ingatan.

Begitu pula dengan ingatan “datang ke tempat makan yang sepi, lalu tidak lama jadi ramai”. Ingatan ini lebih meninggalkan bekas ketimbang “datang ke tempat yang sepi, dan hingga pulang pun tetap sepi”. Mungkin, selain tidak ada yang bisa dibanggakan (wkwk), tempat makan yang didatangi ketika sepi dan terus berlanjut sepi hingga kita pulang, terasa lumrah. Ya emang sepi aja gitu.

Baca halaman selanjutnya

Beda dengan jika kita datang saat sepi atau bahkan kosong…
Beda dengan jika kita datang saat sepi atau bahkan kosong, lalu tidak lama calon pembeli berdatangan. Ada banyak aspek menyenangkan yang kemudian secara tidak disengaja, membuat kejadian ini lebih membekas di memori.

Misalnya saja, pikiran bersyukur datang awal karena bayangkan saja jika telat sedikit, kitalah satu orang di antrean itu. Jika saja itu terjadi, kita jadi perlu waktu lebih lama untuk mendapatkan pelayanan.

Sensory memory

Ingatan kita juga cenderung lebih perhatian pada perubahan. Suasana tempat makan yang tadinya sepi, jika berlanjut sepi hingga kita selesai, terasa biasa saja. Konstan. Berbeda dengan yang berangsur-angsur atau apalagi jika mendadak menjadi riuh dan penuh kedatangan orang bersamaan. Indra kita turut berperan menguatkan memori di sini, pada contoh tadi pendengaran dan penglihatan.

Datang ke tempat makan di waktu yang tepat

Kita bahkan mungkin hanya datang sedikit lebih cepat dari jam sibuk tempat makan tersebut. Kita juga pasti tidak kalah sering menjadi salah satu dari orang di antrean, karena pasti ada juga orang lain yang datang pertama kali di kisaran waktu tiba kita.

***

Mungkin saja satu, dua, sepuluh, seratus tahun lagi, akan ada penjelasan ilmiah yang melengkapi atau bahkan menyanggah hal di atas, dan saya terbuka untuk menerima itu nantinya.

Misal saja, ternyata terbukti memang beberapa di antara kita memancarkan sinar skeoeodialet lebih kuat dari orang lainnya. Sinar ini dijelaskan mampu mendatangkan calon pembeli lain dari radius sekian meter. Misalnya, lho. Soalnya itu tadi saya ngetik namanya ngasal doang.

Penulis: Annisa Rakhmadini
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA 9 Hal di Warung Makan yang Bikin Pembeli Ogah Balik Lagi

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version