“Kuliah di mana sekarang?” merupakan satu pertanyaan yang sampai sekarang sangat sulit untuk saya jawab. Bukan karena malu atau tidak passion dengan jurusan yang saya tekuni, namun ketika menjawabnya secara langsung dengan menyebutkan “Teknik Geodesi”, pasti akan selalu muncul pertanyaan lanjutan yang selalu sama, “Oh, yang mempelajari batu-batu itu, ya?”. Kalau sudah begitu, biasanya saya cuma iya-iya saja ketimbang harus menjelaskan dari awal apa itu ilmu Geodesi yang nantinya malah membuat pertanyaan-pertanyaan baru.
Memang benar nama Teknik Geodesi bisa dibilang cukup asing di telinga orang awam yang lebih familier dengan jurusan Teknik Geologi. Sebenarnya kedua jurusan ini sama-sama mempelajari bumi, namun agar kalian lebih mudah memahami jurusan ini, saya akan menjelaskannya dengan cara yang paling mudah dimengerti.
Apabila Teknik Geologi mempelajari struktur bagian dalam bumi seperti batuan, mineral, serta struktur fisis dari bumi itu sendiri, Teknik Geodesi justru mempelajari hal sebaliknya. Jurusan Teknik Geodesi lebih fokus pada bagian luar bumi atau dengan kata lain pengukuran di atas permukaan bumi. Oleh karena itu, ilmu Geodesi erat kaitannya dengan pemetaan dan posisi di atas permukaan bumi, entah itu darat, laut, udara, bahkan hingga luar angkasa.
Walau disiplin ilmu yang saya tekuni ini diklaim sebagai salah satu ilmu tertua di dunia, kenyataannya Teknik Geodesi sekarang malah semakin tertutupi jurusan Teknik lainnya seperti Teknik Sipil, Teknik Elektro, atau Teknik Industri. Padahal Teknik Geodesi cukup fleksibel dan bisa berkolaborasi dengan berbagai macam bidang lain. Selain itu, jumlah lulusannya boleh dibilang tidak sebanyak jurusan Teknik lain sehingga masih dibutuhkan banyak tenaga ahli.
“Lha, memang pentingnya jurusan Teknik Geodesi di mana?”
Begini, hampir seluruh bidang membutuhkan data spasial, yaitu data yang berkaitan dengan posisi atau yang berorientasi geografis. Akuisisi data spasial sendiri merupakan salah satu keunggulan Teknik Geodesi.
Pernah dengar pernyataan Pak Jokowi yang ingin melakukan pendataan tanah di seluruh Indonesia? Nah, pemetaan dan pendataan tanah pun jadi salah satu pekerjaan yang bisa ditangani disiplin ilmu ini. Memang saat ini hal tersebut sulit terealiasi karena jumlah sumber daya manusia ahli yang kurang merata dan sulitnya medan di Indonesia yang berbentuk kepulauan.
Atau, kalian sering menggunakan Google Maps untuk urusan navigasi? Lha, GPS yang kalian pakai itu juga memakai konsep ilmu Geodesi, lho! Coba bayangkan bagaimana gadget kalian bisa tahu secara detail bahwasanya pada jarak beberapa meter lagi kalian harus berbelok? Semua itu menggunakan perhitungan matematika tertentu yang akhirnya dituangkan ke dalam algoritma Google Maps itu sendiri.
“Terus, gimana caranya jarak yang jauh di bumi bisa dihitung? Ada-ada saja!”
Eits, tentu saja bisa, Ferguso! Alasan yang satu ini nampaknya bisa men-trigger kaum bumi datar karena disiplin ilmu kami memodelkan bumi ini dengan bentuk ellipsoid. Kenapa dimodelkan? Ya karena topografi bumi memiliki bentuk yang bermacam-macam mulai dari pegunungan hingga lautan. Oleh karena itu, kita perlu sebuah model yang bisa mempermudah proses perhitungan matematis. Nah, dengan model ellipsoid itulah akhirnya kita bisa menurunkan rumus-rumus tertentu yang bisa mempermudah dalam memperkirakan jarak terdekat bahkan posisi suatu titik di belahan bumi mana pun.
Kemudian, bentuk bumi ellipsoid tersebut perlu diubah ke bentuk datar—dengan kata lain diproyeksikan menjadi peta yang selama ini kita lihat—agar kita sebagai manusia bisa lebih mudah dalam membaca informasi tersebut. Ingat ya, bumi dimodelkan terlebih dahulu baru diproyeksikan menjadi peta berbentuk datar, bukan datar dari sananya! Jadi, bisa dibilang disiplin ilmu ini adalah musuh alami kaum bumi datar karena pekerjaan kami ya melakukan perhitungan distorsi lengkungan bumi, masa disuruh percaya bentuk bumi yang lempeng begitu saja?
“Masih nggak ngerti deh ilmu ini penting di mananya?”
Kalian pasti tahu konflik Laut Natuna, kan? Ahli hukum sudah pasti hafal dan paham di luar kepala mereka isi dari UNCLOS yang mengatur permasalahan di lautan itu. Jarak laut teritorial, landas kontinen, hingga ZEE menjadi santapan sehari-hari mereka. Namun, yang menjadi permasalahan adalah apakah ahli hukum paham bagaimana penggambaran wilayah dan jarak batas di lautan tersebut menjadi seperti apa? Nah, di sinilah peran Teknik Geodesi dibutuhkan di mana kami lebih mengerti mengenai informasi spasial khususnya posisi batas yang pas untuk permasalahan semacam ini.
Atau permasalahan yang muncul di kehidupan sehari-hari, yaitu sengketa tanah. Mungkin dalam akta tanah sudah tertera dengan jelas batas dan luas tanah milik A dan B. Akan tetapi, besarnya luas atau jarak batas antartanah tersebut memerlukan pengukuran yang sesuai dengan standar tertentu. Nah, di situlah peran ilmu Geodesi kembali terlihat di mana kami yang bisa memvisualisasikan dengan jelas di mana sih batas tanah milik A atau batas tanah milik B.
Bagaimana? Sudah ada sedikit gambaran kan mengenai Teknik Geodesi? Besok-besok kalau ketemu saya di jalan pastinya sudah tidak perlu tanya-tanya lagi kan saya dari jurusan mana? Apalagi masih basa-basi bilang jurusan ini berhubungan dengan batuan dan mineral bumi. Kalau masih gitu, rene-rene tak tapuk!