Taman Badaan, taman indah yang juga jadi titik COD Magelang
Setelah kemarin candi Borobudur bikin huru-hara terkait harga tiketnya, kini sudah saatnya fokus kita akan Magelang digeser ke arah yang lain. Jika belum tahu, Borobudur itu ada di wilayah Kabupaten Magelang, sebuah wilayah yang punya banyak magnet wisata dan pertambangan. Magnet yang sedikit banyak memberi rasa khawatir perihal keadaan ekologi Magelang di masa depan.
Tapi, Magelang juga punya kotamadya, kebetulan ia nyempil di antara tanah kabupaten. Nah, mari sesekali kita bahas secuil keadaan kota ini. Dalam hal ini, Taman Badaan adalah jawabannya. Ia memang tak semegah candi Borobudur, tak seramai alun-alun, bahkan tak sedingin Nepal Van Java. Tapi, ia merupakan taman yang punya sejarah dan penting untuk Magelang.
Taman Badaan adalah taman yang dibangun sejak masa penjajahan Hindia Belanda (1920). Baik wilayah timur maupun baratnya, digunakan untuk berekreasi oleh orang-orang Eropa sejak dahulu kala. Pada masa kepemimpinan Mochammad Subroto, Taman Badaan sisi barat dibenahi dengan didirikan Monumen Jenderal Ahmad Yani dan dibangun kolam air. Lalu Badaan sisi timur makin sumringah dengan diberi patung-patung binatang. Mulai dari gajah, hingga kuda nil. Ia taman yang tak begitu saja lahir, namun tumbuh dan dipertahankan karena kesadaran akan perlunya ruang terbuka hijau untuk publik. Bisa dibilang sebagai peninggalan budaya kolonialisme, namun dalam artian yang sangat baik.
Di taman ini, ada bakso kerikil yang sedap. Sekali mencium aromanya, hasrat untuk menikmatinya akan membuncah dan sulit dibendung. Sekali berani menyeruput kuahnya, angsuran BRI rasanya langsung lunas saat itu juga. Dan ketika bakso itu menggelinjang di seluruh permukaan mulut, ingin rasanya menjadi ruminansia agar bisa memamah biaknya.
Tenang, bagi yang tak suka bakso kerikil, masih ada bakso jumbo dan reguler juga. Namun, jika tak suka bakso, sudah barang tentu ada tandemnya si mi ayam. Gorengan dan sekedar teh anget atau es-esan juga bukan barang langka. Makanan rakyat yang juga murah meriah itu, bukan lagi menambah kesemarakan rasa, tapi ikut membuat dompet Anda stabil kepadatannya.
Kepuasan akan kuliner itu akan makin menjadi saat ditemani oleh sepoi angin dan kesejukan yang sangat retoris, benar-benar terasa sejuknya hingga jiwa dan sukma. Pohon-pohon di Taman Badaan banyak dan daunnya lebat, meski boleh dibilang kurang terawat. Di sela-sela rantingnya, jamak ditemui kandang burung yang nangkring dengan terukur dan semeleh. Mau tak mau hal itu membuat suasana taman menjadi lebih natural dan syahdu. Rumput yang terhampar dan agak gundul di sana sini juga cocok digunakan untuk rebahan, asal tak sedang musim hujan. Mungkin karena kurangnya saluran pembuangan, tanah di sana sering cosplay jadi lumpur Lapindo.
Ada kolam yang seharusnya adalah air mancur, berada di tengahnya. Ia mungkin lebih tepat disebut bekas kolam, secara ia kering kerontang dan penuh tanaman liar. Begitu juga kolam milik kuda nil di ujung taman. Sesekali ada air, itu pun hanya sedengkul dari kuda nil. Air gelap yang saya kira hasil dari kebaikan air hujan, agar si kuda nil tetap bisa menjaga kelembaban tubuhnya. Sangat harmonis berpadu dengan ayunan yang warnanya terkelupas dan berdecit kurang oli.
Dekade lalu, taman ini sering digunakan oleh anak muda untuk berpesta yang nggak-nggak saat malam. Untunglah, Taman Badaan sudah berbenah dan menjadi tempat bermain anak yang murah, secara tak ada tiket masuk. Begitu juga para pejuang COD, yang kerap menjadikan taman ini sebagai lokasi titik temu para pedagang dan pembeli asal Facebook. Secara ia asri dan full prasmanan, sehingga diharapkan membuat proses COD menjadi lebih asri dan humanis.
Tapi, sebagai warga yang sering ke sana sejak kecil, saya tetap berharap perawatan terus dilakukan. Apalagi banyak anak-anak yang harus dijaga keselamatannya. Walau gratis, ia adalah ruang terbuka hijau yang penting bagi warga kota, sehingga perawatan adalah keharusan. Ia adalah tempat jualan dan berjalannya ekonomi berbasis kerakyatan yang sesungguhnya. Sebuah kawasan yang punya segudang manfaat bagi penduduknya, dan sudah sepantasnya dijaga.
Penulis: Bayu Kharisma Putra
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Sebagai Orang Magelang, Saya Menuntut Adanya Malioboro di Kota Ini