Siapa sih yang nggak kenal soto Lamongan? Nikmatnya kuah kuning dengan taburan bubuk koya yang semakin bikin gurih agaknya sudah familier di lidah masyarakat Indonesia. Selain itu, keberadaan gerai soto Lamongan telah menjamur di berbagai kota di Indonesia. Padahal ada satu lagi lho kuliner enak dari Lamongan yang nggak banyak dikenal orang, namanya tahu campur.
Orang-orang yang tinggal di Malang, Surabaya, dan sekitarnya pasti familier dengan tahu campur. Namun orang-orang dari luar provinsi Jawa Timur mungkin masih asing dengan kuliner ini. Saya mengatakan demikian lantaran saya sudah pernah bertanya pada teman-teman dari luar Jawa Timur sebelum memperkenalkan makanan ini kepada mereka.
Jangankan orang dari luar provinsi, masih ada juga lho orang yang berasal dari provinsi Jawa Timur yang nggak tahu. Kalaupun tahu, kebanyakan mereka mengira tahu campur adalah makanan khas Surabaya atau Malang. Ya maklum saja, Surabaya dan Malang lebih sering dikunjungi wisatawan ketimbang Lamongan, dan tahu campur juga sering dijumpai di kedua kota tersebut.
Dulu keluarga saya di Tulungagung sempat nggak mengenal tahu campur. Begitu juga dengan keluarga yang lain di Blitar. Saya sempet heran, kok bisa ya masih satu provinsi dan letaknya nggak jauh dari Malang, tapi nggak kenal tahu campur? Padahal di Malang makanan ini cukup digemari masyarakat, lho. Saya menduga kalau hal ini berkaitan dengan pembagian budaya di daerah Jawa Timur.
Secara umum, setidaknya ada 5 pembagian wilayah di Jawa Timur berdasarkan ciri khas budaya masyarakatnya, yaitu Jawa Mataraman, Arek, Madura pulau, Pandalungan, dan Osing. Dalam kasus ini, Blitar dan Tulungagung masuk ke wilayah budaya Mataraman, sedangkan Malang dan Surabaya masuk ke wilayah Jawa Arek. Makanya budaya keduanya terlihat kontras; yang satu halus, yang lainnya kasar. Tapi sekarang saya sudah bisa menemui kedai tahu campur di Tulungagung walaupun nggak banyak.
Kembali lagi ke topik awal, tahu campur Lamongan beda banget lho sama tahu tek yang lebih populer di masyarakat. Di Semarang ada makanan dengan nama serupa, namun konsep sajiannya jauh berbeda. Kalau tahu campur Semarang kenampakannya lebih mirip dengan tahu kupat yang pakai saus kacang, sedangkan tahu campur Lamongan adalah makanan berkuah yang sama sekali nggak pakai kacang.
Isian tahu campur rame banget, ada irisan tahu goreng, lontong, soun, perkedel singkong, taoge rebus, selada, dan daging sapi. Daging sapinya pun berbeda dengan yang kita temui di rawon, sebab menggunakan bagian sandung lamur dan otot. Pokoknya teksturnya kenyal-kenyal gitu dan ada lemaknya. Dasar piringnya diolesi sedikit petis, kemudian disiram dengan kuah kaldu yang panas-panas yang cocok disantap di musim hujan.
Nah, bumbu kuah tahu campur ini sebenarnya mirip banget dengan bumbu soto. Bedanya, saat memasak ada tambahan sedikit gua merah dan gula pasir agar warna kuahnya cantik dan rasanya seimbang. Akan lebih mantap lagi kalau waktu masak ditambah sedikit udang yang diblender jadi satu dengan bumbu-bumbunya. Apalagi kalau kuahnya diinapkan dulu semalam, beuh rasa kuahnya bakal lebih tajam.
Tahu campur Lamongan biasa disajikan dengan petis yang jamak kita temui di dalam hidangan khas Jawa Timur. Jadi, rasanya gurih dan ada sedikit manis-manisnya. Tapi jangan dibayangkan semanis makanan Jogja, ygy. Manisnya tahu campur masih aman banget, kok, nggak terlalu mendominasi. Mungkin karena ada petis dan gula yang bikin makanan ini agak mengejutkan bagi orang di luar Jawa Timur dan bahkan ragu mencobanya. Tenang, petisnya nggak seheboh rujak cingur, kok.
Selain lezat, tahu campur juga punya kandungan gizi yang lengkap dan mengenyangkan. Sumber karbohidratnya saja ada 3 jenis sendiri, ada serat dari sayurannya, dan protein dari tahu serta dagingnya. Tapi, makan tahu campur terlalu banyak juga nggak sehat karena sangat berpotensi bikin kolesterol naik. Jadi jangan sampai terlena dengan kenikmatannya, ygy.
Penulis: Erma Kumala Dewi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Sego Boran, Kuliner Legendaris yang Cuma Ada di Lamongan.