Untuk Bela, Honda Scoopy tersayang, yang senantiasa menemani lika-liku kehidupan saya selama 6 tahun ini.
Tak ada kata lain selain terima kasih lantaran dirimu sudi menemani saya dari mulai geronjalan Kajor Wetan Imogiri sampai alusnya aspal Ring Road Lor. Kita pernah kesambrat air menggenang di depan Terminal Giwangan, gara-gara bus Sumber Kencono yang mak sruntul tiba-tiba datang. Kita juga pernah ndlungup ke sawah karena penerangan di desa sangat kurang.
Bela, Belagio yang tersayang. Ingat ketika dirimu pernah membawaku dan dirinya ke Solo? Ketika itu kamu kehabisan bensin lantaran saya keasyikan ngobrol ngalor-ngidul dengan dirinya. Padahal ya mbuh obrolannya itu nyambung atau enggak. Kamu bisa paham, kan, betapa susahnya berkomunikasi di atas Honda Scoopy. Yang bisa melakukan itu, hanyalah mereka yang diberi kekuatan khusus. Namun, ketika dunia membutuhkannya, mereka masih ada, kok.
Entah berapa kali kamu kebanan, Bela. Entah berapa rupiah yang sudah saya tumpahkan agar menjadi bensin yang bercucuran di jalan raya. Ia menguap bersama kenangan, berguguran karena ketenangan. Tapi semua tak sebanding dengan jasa dirimu yang siap siaga 24 jam, ketika dibutuhkan, roda-roda Honda Scoopy siap berpacu dengan panasnya aspal di siang hari, maupun licinnya aspal ketika Jogja diguyur hujan.
Oh, Honda Scoopy tersayang, walau bentukmu ginuk-ginuk, daya salipmu itu luar biasa yahud. Jembatan layang Janti saksi mata hebatnya manuvermu itu, Bela. Kita hampir ndlungup ketika mencoba menyalip truk pembawa gabah. Ajur, Bela, semisal saya tidak andal mengendalikan. Sesaktinya saya, semua menjadi percuma mana kala kesaktianmu menerima setiap gas dan rem dari saya yang sak penak e dewe ini.
Kamu ingat ketika kita njeblas di lajur cepat ring road ketika di pukul satu pagi? Itu tindakan bodoh, Bela. Tapi sampai rumah adalah hal yang tidak bisa diganggu-gugat lantaran kebelet boker adalah pertaruhan hidup dan mati. Anehnya, mengapa malam itu pom bensin banyak yang tutup ya, Bela? Seakan, mereka bermaksud menyuruhmu utuk mengemban tugas maha sulit ini.
Aku pernah memaksamu untuk melakukan kegiatan terlarang, yakni cenglu alias bonceng telu. Bobot saya saja sudah besar, di tambah dua teman saya yang pantatnya nggak mau diam. Mungkin dirimu kesusahan, dear Honda Scoopy, saya pun paham, namun mau bagaimana lagi, ada rupiah yang harus kita dapatkan untuk mengisi perutmu dengan pertamak.
Bagasimu juga luar biasa besar. Jangankan nyimpen mantrol, menyimpan foto kopian skripsi yang nggak jadi-jadi pun kamu mampu. Bagasi Honda Scoopy sanggup meredam harga diri. Bagasi yang sanggup memberikan ruang untuk pertukaran jaket dan mantrol. Luar biasanya lagi, Bela mampu menyimpan perkakas ketika ia mogok. Dan anehnya, kamu nggak pernah mogok. Pertahankan, Bela, karena hanya itu kemampuan unggulanmu.
Ketika saya harus ke Jakarta, saya tahu dirimu sedang menangis di garasi rumah. Dirimu tentu rindu ingin saya gas sampai ke Bulaksumur, ketimbang di rumah terus menerus nganggur. Barangkali debu, serangga, dan sawang terus mengawang-awang di bodi ginuk-ginukmu itu. Apa lagi, kebiasaan mu mandi pagi, ketika saya gosok menggunakan sabun pembersih motor, kamu cuma mampu haha hihi tanpa arti.
Kamu ingat ketika rantai pedot di gronjalan Jakal area UGM? Ya, Bela, saya dan dirimu terus bertanya, gunanya gronjalan itu apa? Bikin nggak ngantuk malah nggak, yang ada gronjalan itu bikin rusak motor-motor lucu sepertimu. Ada biaya yang harus ditunaikan, itu tidak sedikit, mau bagaimana lagi, jatah beli buku bulan itu malah saya hibahkan untuk rantaimu itu. Terkutuklah gronjalan itu!
Juga, terkutuklah bagi setiap polisi tidur yang nggak kira-kira membuat gundukan. Ini mereka mau buat gundukan atau mau buat benteng? Bela saja sampai nyangkut ketika melewati polisi tidur tersebut. Sepertinya, edukasi pembuatan polisi tidur harus menyasar sampai warga pedesaan. Bahwa membuat polisi tidur itu ada aturannya. Bukan waton mblenduk.
Kini tanpa sadar usiamu sudah enam tahun. Jika seorang bocah, kini kamu sedang belajar untuk menghadapi dunia. Bedanya, kamu sudah menghadapi berbagai persoalan. Mulai dari yang remeh seperti menyediakan jarak jok motor antara bokong saya dan dirinya, hingga yang berat seperti menggocek tilang di sekitar Tugu dengan bersembunyi di balik truk.
Panjang umur perjuangan dear Honda Scoopy, atas perjuanganmu yang begitu berat, saat ini saya belum ada niat untuk ganti motor. Boro-boro ganti motor, besok bisa makan indomie pakai telur saja sudah sujud syukur.
Sumber gambar: Wikimedia Commons.
BACA JUGA Teror Andong Pocong di Sidoarjo dan tulisan Gusti Aditya lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.