Sebagai orang yang tinggal di sini sejak kuliah sampai bekerja, saya ini tipe perantau yang sering mengeluh tentang Kota Surabaya. Saya sering sambat tentang hawanya yang kelewat panas, harga rumah semakin tinggi, air PDAM kotor, dan sambat tentang banyak hal yang menyebalkan di Kota Pahlawan.
Namun, jujur saja, saya bersyukur pernah tinggal di Surabaya. Apalagi setelah menyaksikan sendiri bertapa muramnya orang-orang di kota besar lain. Misalnya di Jakarta, yang mau healing saja harus ribet dulu. Selain itu, berikut 5 hal lain yang membuat saya sangat bersyukur pernah tinggi di ibu kota Jawa Timur ini.
Daftar Isi
#1 Surabaya mempunyai banyak alternatif tempat wisata
Meskipun bukan kota wisata, tapi Surabaya punya banyak alternatif tempat wisata. Kalau mau yang sejuk dan hijau, bisa ke hutan mangrove. Pengin pantai sambil makan seafood, silakan ke Kenjeran. Ngidam berlibur dan melihat pemandangan indah dengan hamparan air laut berwarna biru, langsung gas ke Kangean, Madura.
Jika ingin udara sejuk layaknya Puncak, bisa piknik ke Batu. Jalan menuju Batu, meskipun agak macet juga, tapi nggak semengerikan kemacetan yang dirasakan orang Jakarta pas mau ke Puncak.
Kalau mau efforts dikit, bisa ke Bali. Naik pesawat hanya 1 jam dan tiketnya nggak mahal-mahal banget. Kalau pas promo, cukup rogoh kocek Rp200 ribuan. Healing di Kuta sambil menikmati sunset. Yah, setidaknya, saat kehidupan orang Surabaya nggak baik-baik saja, kita ini masih mudah memilih tempat healing.
Baca halaman selanjutnya: Berangkat kerja nggak harus habis subuh…
#2 Berangkat kerja nggak harus habis subuh
Ketika sedang ada pekerjaan di Jakarta, saya sering melihat para pekerja di ibu kota berdesakan di KRL setiap hari. Nggak peduli pagi atau malam. Teman saya, yang bekerja di Jakarta tapi tinggalnya di Tangerang, bahkan harus sudah berangkat kerja selepas subuh.
Teman saya atau pekerja di Jakarta yang lainnya bukannya nggak mau tinggal di dekat kantornya yang berada di jantung ibu kota. Namun, seperti yang kita tahu, harga rumah di Jakarta nggak ngotak.
Hal serupa terjadi di Surabaya. Harga rumah di kota Pahlawan juga tinggi, tak terjangkau pekerja yang bergaji UMR. Biasanya, para pekerja di sini juga memilih membeli rumah di Gresik atau Sidoarjo. Tapi, jarak dari kedua daerah tersebut menuju pusat kota masih masuk akal.
Orang yang tinggal di daerah sepanjang Kota Sidoarjo misalnya, masih bisa berangkat dari rumah pukul 7 pagi dan masuk kantor tanpa telat pada pukul 8. Sudah begitu, selisih UMR antara Surabaya dan Jakarta nggak beda jauh. Makanya, saya bersyukur pernah di tinggal di sini.
#3 Di Surabaya, masih bisa makan sambelan enak dan murah
Meskipun harga segelas Starbucks sama saja antara di Jakarta dan Surabaya, tapi harga sambelan atau penyetannya berbeda. Ketika sedang di Jakarta untuk bekerja, biasanya saya menginap di sekitar Jalan Pemuda. Dan harga makanan di pinggir jalannya mahal banget. Satu porsi sambelan dengan lauk ayam bisa Rp25-30 ribu. Mana rasa sambelnya nggak senendang sambel di Surabaya lagi.
Sementara kalau di Kota Pahlawan, kita makan sambelan ayam palingan Rp18 ribu. Ini harga di pusat kota, ya. Kalau mau lebih murah lagi, ya ada, biasanya yang dekat-dekat dengan kampus. Rasa sambelnya juga enak. Makan di sembarang warung lesehan saja rasanya nggak pernah mengecewakan.
#4 Bisa mudik ke kampung setiap minggu
Sebagai orang Bojonegoro, saya bisa mudik ke rumah hampir setiap minggu. Hal serupa terjadi pada teman saya yang rumahnya Malang. Bahkan, dia pulang-pergi setiap hari dari Surabaya ke Malang.
Dan hal seperti itu masih mungkin dilakukan di sini. Apalagi, mayoritas perantau di tuh ya orang-orang sekitar Jawa Timur saja. Palingan yang jauhan dikit ya orang Jawa Tengah, jadi mudiknya kebanyakan seminggu sekali.
Saya rasa hal serupa nggak bisa dilakukan oleh pekerja di Jakarta. Apakah memungkinkan bagi pekerja ibu kota mudik ke kampung halaman setiap minggu? Sementara saya melihatnya para perantau di Jakarta tuh kampung halamannya jauh-jauh. Ada dari Bandung, Medan, Ternate, dan daerah-daerah lainnya tumplek-blek di ibu kota. Jangankan mudik satu minggu sekali, satu tahun sekalipun belum tentu.
#5 Pedestrian lebar dan rindang
Harus diakui, Surabaya tuh salah satu kota besar yang punya area pedestrian lebar plus rindang. Banyak pepohonan di sepanjang jalan. Kalau pohon tabebuya sedang mekar dan bunganya tertiup angin, suasana jalanan tuh jadi indah banget. Kita jalan-jalan di pedestrian pun sudah cukup menyenangkan dan menentramkan hati.
Sebagai perbandingan, saya pernah mengunjungi beberapa kota besar di Indonesia seperti Medan, Makassar, Jogja, dan tentu saja Jakarta. Harus saya akui, pedestrian terbaik dengan area yang luas, suasana rindang ,dan minim sampah berserakan, jatuh pada pedestrian Kota Pahlawan. Kota-kota besar lain belum bisa menandingi untuk urusan yang satu ini.
Itulah 5 hal yang harus saya dan kita syukuri saat tinggal di Surabaya. Meskipun nggak sempurna, setidaknya ada hal-hal sederhana yang bisa kita nikmati di sini. Ya kan, Rek?
Penulis: Tiara Uci
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Depot Bebek Bang Arif Surabaya: Warung Bebek Enak yang Mampu Menandingi Bebek Purnama, Saya Jamin!
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.