Tulisan di Terminal Mojok akhir-akhir ini menyebut beberapa kota yang salah urus. Ada Jogja, Bandung, hingga Malang. Kalau boleh, saya ingin menambahkan satu kota lagi, Surabaya. Buktinya apa? Coba saja hitung berapa banyak kasus pohon tumbang di Kota Pahlawan selama beberapa waktu terakhir. Setelah itu, coba hitung berapa banyak korban berjatuhan karena kasus yang sebenarnya bisa diantisipasi itu.
Beberapa hari lalu misalnya, suara gemuruh dan kepanikan memecah keheningan di Surabaya bagian timur. Seorang pengendara tergeletak tidak berdaya di bawah pohon tumbang. Pada saat itu, saya yang kebetulan lewat TKP langsung merasa lunglai. Ada perasaan takut kejadian serupa menimpa saya atau orang lain yang dikenal.
Saya akui, Kota Pahlawan memang kian mencekam, apalagi ketika cuaca ekstrem seperti saat ini. Musim hujan tidak hanya menimbulkan banjir, tapi juga pohon tumbang yang menjadi momok bagi pengendara. Bayangkan saja, di tengah hiruk pikuk aktivitas, ada nyawa melayang sia-sia karena tertimpa pohon.
Apabila tidak segera ditanggapi dengan serius, bukan tidak mungkin banyak nyawa lain menjadi taruhannya. Sekali saya ingatkan, kejadian pohon tumbang hingga merenggut nyawa di Surabaya bagian timur itu bukanlah kali pertama, dan mungkin juga bukan terakhir kali. Lantas timbul satu pertanyaan. Mengapa tragedi ini terus berulang?
Pohon yang meneduhkan sekaligus membahayakan
Surabaya adalah salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki banyak pohon. Saking rindangnya, kota ini masuk ke dalam nominasi Kota Hijau di Indonesia. Keberadaan pohon Tabebuya yang indah menjadi salah satu yang paling dibanggakan Kota Pahlawan. Di musim tertentu, kota ini bak diselimuti permadani merah muda yang memesona.
Ketika musim panas, pohon-pohon itu memang mampu menghalau terik matahari dan memperindah jalan. Saya akui keberadaannya begitu bermanfaat. Namun, di balik keindahan itu, tersembunyi bahaya mengintai, menimbulkan kekhawatiran warga.
Salah satu tulisan Mbak Tiara Uci di Terminal Mojok sempat menyebutkan, sepanjang Desember 2023, ada sekitar 73 pohon tumbang. Ironisnya, tak jarang tumbangnya pohon diiringi oleh puluhan nyawa pengendara yang hilang. Saya memperkirakan, setidaknya dalam tiga bulan terakhir sudah ada lebih dari 100 kasus pohon tumbang. Itu mungkin saja sebab dalam sehari setidaknya ada 5 pohon tumbang di Surabaya.
Ambil contoh per Sabtu 9 Maret 2024, tercatat ada lima pohon tumbang yang tersebar di Surabaya. Kasus pohon tumbang itu terjadi di Jalan Darmo Harapan, Jalan Darmo dekat Taman Bungkul, Jalan KH Mas Mansyur, Kedung Cowek, dan di kawasan SIER Rungkut Industri. Pohon tumbang di kawasan industri yang terakhir itu menelan satu korban jiwa.
Sebenarnya, sebab banyaknya kasus pohon tumbang di Surabaya ini sederhana saja. Pohon yang bermanfaat sebagai penyejuk kota di musim panas tidak dirawat dengan baik hingga meneror pengguna jalan ketika musim hujan. Andai saja sebelum musim hujan tiba pengelola merawatnya dengan memastikan akarnya kuat, memangkas ranting-ranting mengganggu, hingga memastikan batang pohon tidak lapuk. Niscaya kematian pengendara karena pohon tumbang bisa diminimalisir.
Surabaya yang salah urus
Inilah yang berkali-kali memunculkan pertanyaan di dalam benak saya. Mengapa Pemkot Surabaya tidak melakukan tindakan preventif sebelum musim hujan? Kerap kali yang terjadi, penanganan pemkot terlambat, mereka baru bergerak setelah musim hujan tiba.
Beberapa warga yang saya temui juga sambat soal hal itu. Mereka mengatakan kalau pemangkasan yang dilakukan sangat terlambat. Seakan, penanganan masalah yang sebenarnya sangat sepele ini harus menunggu korban berjatuhan terlebih dahulu. Lagi-lagi, tanpa mengurangi rasa hormat ke Wali Kota Surabaya saat ini Eri Cahyadi, banyak warga yang menilai kalau kepemimpinan di zamannya lebih buruk daripada pendahulunya, Tri Rismaharini. Terutama dalam mengurus pohon-pohon di Surabaya.
Dahulu, di era kepemimpinan Bu Risma, antisipasi dilakukan jauh-jauh hari sebelum musim penghujan. Pohon-pohon rapuh ditebang dan dipangkas untuk meminimalisasi potensi bahaya. Saya bisa jamin 100 persen bahwa warga Surabaya akan setuju dengan pendapat saya. Pasalnya, kini, di bawah kepemimpinan Pak Eri, langkah antisipatif itu terkesan lambat. Hal ini terbukti dengan maraknya pohon tumbang dan jatuhnya korban jiwa.
Jelas ini adalah sebuah kegagalan. Pemkot Surabaya yang seharusnya bertanggung jawab atas tata kota dan keselamatan warganya. Pertanyaannya, mau sampai kapan pohon tumbang jadi momok pengguna jalan di Surabaya? Tidak cukupkah kasus-kasus yang terjadi selama ini menjadi pengingat pemkot untuk berbenah? Tolong warga butuh tindakan nyata, bukan kata-kata!
Penulis: Adhitiya Prasta Pratama
Editor: Kenia Intan
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.