Tetangga paling jahat adalah mereka yang bakar sampah setelah tetangganya sendiri kelar jemur baju.
Pekerjaan rumah yang paling menyenangkan buat saya adalah segala hal yang berhubungan sama baju. Mulai dari mencuci, menjemur, mengangkat jemuran, hingga melipat baju.
Khusus untuk mencuci baju, saya selalu mencurahkan seratus persen tenaga untuk mengerjakan tugas satu ini. Tujuannya tentu saja agar pakaian-pakaian yang saya cuci bersih sekaligus wangi semerbak. Saya sampai mencoba banyak detergen dan pewangi biar bisa menentukan mana yang harumnya paling tahan lama dan bisa mengangkat noda secara tuntas.
Seneng banget rasanya tiap kali menjemur pakaian karena aroma harum dari pakaian langsung mengerubungi saya. Lebih bahagia lagi ketika baju-baju saya masih wangi saat diangkat dari jemuran dan dilipat.
Kegembiraan mencuci baju sirna gara-gara tetangga
Sayangnya, beberapa waktu belakangan kegembiraan saya sirna, berganti jadi rasa emosi. Rasa bahagia saya ini dihancurkan oleh kelakukan beberapa tetangga saya. Mereka membakar sampah ketika saya sudah selesai mencuci, bahkan sudah selesai menjemur pakaian.
Sebal? Banget lah! Pewangi pakaian satu tutup yang saya gunakan langsung nggak berguna sama sekali. Semua aroma harum yang saya harapkan tetap stay di pakaian saya sampai beberapa hari ke depan langsung hilang, ditendang oleh bau sangit yang dibawa oleh asap hasil pembakaran sampah.
Saya selalu mencuci pakaian di pagi hari. Pakaian yang sudah dijemur saya tinggal kerja atau melakukan aktivitas lainnya kalau hari Minggu. Begitu juga sebagian besar tetangga saya yang lain. Rutinitas cuci dan jemur baju selalu dilakukan di pagi hari. Tapi, bisa-bisanya ada oknum tetangga yang bakar sampah sesaat setelah kami selesai mencuci dan menjemur pakaian. Kalau bukan nyebelin, nyebai, atau rese, sebutan apa lagi yang cocok buat mereka?
Sedikit gambaran tentang tempat tinggal saya. Walaupun rumah saya terletak di wilayah administratif kota, kondisi dan situasinya lebih mirip pedesaan, khususnya karena masih banyak pohon-pohon rindang dan kebun. Tetangga-tetangga juga masih memiliki jugangan sebagai sistem pengelolaan sampah. Mungkin di beberapa tempat, membakar sampah masih dianggap lumrah buat masyarakat yang masih mengandalkan jugangan.
Kalau mau bakar sampah, tolong sadar diri
Saya tahu bahwa salah satu solusi praktis untuk menyingkirkan sampah memang dengan cara membakarnya. Beberapa kali saat TPST Piyungan ditutup, praktik membakar sampah yang dilakukan oleh para tetangga saya ini meningkat. Sebenarnya, buat saya nggak masalah. Toh, di sini nggak ada yang tahu (atau malah nggak ada yang mau tahu) cara mengolah sampai organik jadi kompos.
Tapi, mbok ya jangan egois-egois banget lah. Minimal sadar diri kalau mau bakar sampah. Kalau ada tetangga sudah selesai mencuci dan menjemur pakaian, jangan bakar-bakar dulu. Padahal rumah-rumah di sini nggak berjauhan dan jemuran di setiap rumah itu hampir selalu terlihat, lho. Sebagian besar tetangga saya jemur pakaian di depan rumah, sementara sebagian lainnya di lantai atas rumah. Otomatis kelihatan, dong.
Buat tetangga-tetangga yang suka bakar sampah pas semua orang baru selesai jemur baju, kan bisa cari waktu lain untuk bakar sampah. Misalnya setelah para tetangga pulang kerja dan selesai ngangkat jemuran. Toh jenengan-jenengan selaku oknum tetangga pembakar ini juga 24/7 selalu di rumah jadi bisa banget kan buat bakar sampah di jam-jam lain selain pagi hari.
Penulis: Noor Annisa Falachul Firdausi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Membakar Sampah Adalah Kejahatan!