Suka Duka yang Saya Rasakan Saat Tinggal di Pelosok Kecamatan Pasongsongan Sumenep

Suka Duka Tinggal di Pelosok Kecamatan Pasongsongan Sumenep

Suka Duka Tinggal di Pelosok Kecamatan Pasongsongan Sumenep (Unsplash.com)

Katanya, tak ada hidup yang betul-betul sempurna. Memang benar, semua hal jelas ada suka dan dukanya masing-masing. Tak terkecuali kehidupan di pelosok Kecamatan Pasongsongan, Kabupaten Sumenep, Madura. Fyi, kecamatan ini adalah wilayah paling barat Kabupaten Sumenep. Di sebelah utara, kecamatan ini berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Di sebelah timur, ada Kecamatan Ambunten. Sementara di sebelah barat, kecamatan ini berbatasan dengan Kabupaten Pamekasan.

Selama tinggal di Kecamatan Pasongsongan, sudah banyak suka dan duka yang saya rasakan. Apa saja?

Suka di Kecamatan Pasongsongan Sumenep

Kehadiran “taksi” mobil pick up

Harus diakui, hidup di pelosok daerah berarti harus bersiap dengan transportasi umum yang serba terbatas. Nggak ada tuh yang namanya ojek online, taksi online, bus, bahkan KRL di daerah yang saya tinggali ini.

Akan tetapi warga Kecamatan Pasongsongan nggak usah khawatir soal transportasi umum. Sebab, di sini masih ada mobil pick up L300 milik warga sekitar yang sudi beroperasi sebagai “taksi” setiap pagi pada hari tertentu (biasanya Rabu dan Sabtu). Mobil ini biasa digunakan sebagai alat transportasi untuk mengangkut orang-orang yang mau pergi ke pasar. 

Ya memang mobil pick up ini bukan taksi tetap. Jam operasionalnya pun nggak menentu. Tapi setidaknya sangat membantu warga sini. Saya sih senang-senang saja dengan kehadiran “taksi” satu ini, sebab berkat kehadirannya, saya nggak perlu lagi bangun pagi mengantar ibu ke pasar. 

Biaya hidup murah

Tinggal di pelosok Kecamatan Pasongsongan Sumenep membuat saya bersyukur. Sebab, biaya hidup di sini termasuk murah.

Ongkos “taksi” mobil pick up yang saya ceritakan di atas misalnya, ongkosnya sangat terjangkau. Ibu saya cukup mengeluarkan ongkos Rp5.000. Itu pun para penumpang nggak dikenai ongkos tambahan meskipun membawa barang belanjaan yang cukup banyak.

Mau makan, tapi uang pas-pasan? Tenang, bermodalkan uang Rp3.000-Rp5.000 saja perut sudah bisa kenyang di sini. Jadi nggak usah takut kelaparan.

Lagi bokek-bokeknya sampai nggak bisa isi bensin motor? Ada para tetangga yang baik hati. Lantaran masih tinggal di desa yang masih guyub dan menjunjung tinggi rasa senasib sepenanggungan, saya kerap diperbolehkan mengutang bensin di toko milik tetangga. Tanpa basa-basi langsung disuruh ambil bensin sendiri. Tapi ya jangan lupa kalau sudah punya uang utangnya harus dibayar.

Meskipun pelosok, jalanan sudah banyak yang diaspal

Di desa tempat tinggal saya bukan berarti nggak ada jalan yang rusak. Sebenarnya ada juga, kok, tapi banyak yang sudah diaspal dan dipaving. Bahkan jalanan di pegunungan yang awalnya rusak parah, kini sudah diaspal. Kurang enak gimana coba? 

Lahan luas tanpa eksploitasi

Di pelosok Kecamatan Pasongsongan Sumenep, masih banyak lahan yang luas. Warga di sini juga bisa leluasa bercocok tanam memanfaatkan lahan-lahan tersebut. Dan saya bersyukur karena lahan di sini juga nggak dieksploitasi pihak-pihak tertentu untuk kepentingan mereka seperti yang terjadi di beberapa daerah.

Sumber air yang melimpah, udara sejuk, banyak pohon

Kebetulan desa tempat tinggal saya agak jauh dari sungai. Meski begitu, sumber air kami tetap berlimpah dan tentu saja bersih. Ada sumber mata air di sini dan nggak pernah kering sekalipun musim kemarau datang.

Selain air yang melimpah, di sini juga udaranya masih sejuk. Masih banyak pohon yang berdiri menjulang tinggi. Beda banget kan sama kondisi di perkotaan yang cenderung panas dan sudah minim yang hijau-hijauh?

Duka di Kecamatan Pasongsongan Sumenep

Sering pemadaman listrik

Kalau tadi saya sudah menceritakan sukanya tinggal di Kecamatan Pasongsongan, sekarang saatnya menceritakan dukanya. Salah satu duka yang saya rasakan selama tinggal di sini adalah sering terjadi pemadaman listrik. Nggak ada hujan, nggak ada angin, tahu-tahu listrik mati aja.

Celakanya, pemadaman ini kadang terjadi hampir seharian. Beda dengan di kota yang setahu saya paling lama terjadi pemadaman listrik sekitar 10-20 menit. Yah, warga di sini sih sudah terbiasa dan berusaha berpikiran positif kalau pemadaman listrik terjadi karena memang ada perbaikan. 

Jauh dari pasar dan rumah sakit

Duka selanjutnya yang saya rasakan selama tinggal di pelosok Kecamatan Pasongsongan Sumenep adalah jauh dari pasar dan rumah sakit. Kalau mau ke pasar yang lengkap, butuh waktu sekitar 40 menit perjalanan menuju ke sana. Sementara itu, kalau mau ke rumah sakit juga jaraknya cukup jauh. Saking jauhnya, kalau ada warga yang perlu dirawat ke rumah sakit, mereka lebih sering pergi berobat ke rumah sakit kecamatan sebelah karena lebih menyingkat waktu daripada ke rumah sakit kecamatan sendiri. 

Jauh dari Alfamart, kafe, dan tempat wisata

Duka terakhir yang saya rasakan selama tinggal di Kecamatan Pasongsongan adalah jauh dari Alfamart dan minimarket sejenisnya. Selain itu, kafe dan tempat ngopi juga cukup jauh. Kalau mau ngopi, biasanya saya dan teman-teman numpang ngopi ke kafe di kecamatan sebelah atau sekalian saja pergi ke kota. 

Jangan harap juga bisa menemukan tempat wisata di sini. Hiburan pun jarang banget. Paling mentok hiburan di sini adalah dangdutan. Itupun kalau ada resepsi pernikahan dan yang punya hajat mengadakan dangdutan. Kalau mau hiburan yang hampir tiap hari ada kudu nunggu setahun sekali. Apa itu? Ya drumband dan pawai di sekolah-sekolah madrasah.

Sudahlah, cukup segitu dulu suka dan duka yang saya rasakan selama hidup di pelosok Kecamatan Pasongsongan Sumenep Madura. Kalau nanti ada lagi akan saya ceritakan di kesempatan lain. 

Penulis: Zubairi
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Mensyukuri Tinggal di Sumenep, Kabupaten Termiskin Ketiga di Jawa Timur.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version