Setiap daerah di Indonesia biasanya memiliki rumah adat masing-masing, misalnya rumah joglo dari Jawa Tengah, rumah gadang dari Sumatra Barat, dll. Nah, di daerah Madura juga ada rumah adat Madura yang disebut taneyan lanjhang.
Taneyan berarti halaman, sementara lanjhang artinya panjang. Jadi, rumah adat Madura taneyan lanjhang memiliki arti rumah dengan konsep halaman yang panjang dan luas.
Konsep rumah adat Madura taneyan lanjhang ini masih tetap dilestarikan hingga sekarang. Biasanya terdiri dari beberapa rumah yang berhadapan (bagian utara dan selatan) dengan ujung bagian barat adalah langgar atau surau. Rumah ini biasanya dihuni oleh satu keluarga atau orang-orang yang memiliki ikatan kekerabatan satu sama lain.
Menurut saya, tinggal di rumah adat Madura dengan konsep taneyan lanjhang ini rasanya nano-nano. Kadang enak, tapi banyak juga nggak enaknya. Nih, saya kasih tau suka dan dukanya.
Daftar Isi
Suka tinggal di rumah adat Madura taneyan lanjhang
#1 Dekat dengan saudara
Seperti yang sudah saya jelaskan di awal, konsep hunian taneyan lanjhang adalah agar tinggal berdekatan dengan saudara. Jadi, rumah yang berdempet-dempetan tersebut isinya ya saudara sendiri.
Sebenernya kalau kayak gini enak, sih, sebab kita nggak perlu khawatir karena ada saudara di dekat kita. Kalau ada perlu pun kita nggak usah repot-repot pergi jauh. Tinggal jalan kaki selangkah dua langkah, sudah sampai deh di rumah saudara sendiri.
#2 Tolong-menolong
Namanya aja saudara, tentu harus tolong-menolong, kan? Kalau ada genteng bocor dan kebetulan kita nggak bisa memperbaikinya, tinggal minta tolong aja sama saudara sendiri. Jika kebetulan lagi masak dan lauknya kebanyakan, tinggal kita bagi ke saudara sendiri. Kalau pengin pergi ke pasar dan anak nggak ada yang jagain, tinggal minta tolong ke saudara untuk menjaga anak selagi kita pergi.
Pokoknya kalau ada apa-apa tinggal minta tolong ke saudara aja. Nggak usah khawatir karena dekat.
#3 Nggak kesepian
Poin ketiga ini paling penting sih, sebab tinggal di rumah adat Madura dengan konsep taneyan lanjhang berarti kita nggak bakal kesepian. Gimana mau sepi wong sama saudara tinggalnya deketan gitu.
Pengin ngegosip, tinggal datang ke rumah sebelah. Pengin ngobrol malem-malem, tinggal jalan kaki ke depan. Mau ngerujak bareng, tinggal ketemuan di teras depan. Pokoknya kita nggak bakal sendirian dan kesepian, deh. Kita nggak harus menelepon dan menghabiskan pulsa untuk ngobrol atau menunggu waktu-waktu tertentu kayak Lebaran cuma buat kangen-kangenan sama saudara sendiri.
Duka tinggal di rumah adat Madura taneyan lanjhang
#1 Nggak punya privasi
Namanya saja hidup, pasti ada suka dan dukanya, termasuk tinggal di rumah adat Madura berkonsep taneyan lanjhang ini. Salah satu duka yang saya rasakan adalah nggak punya privasi.
Namanya saudara, kadang sering banget seenaknya sendiri. Ada yang asal nyelonong masuk ke rumah kita. Ada yang pengin tahu aktivitas kita di rumah alias kepo saking merasa nyamannya berada di sekitar satu sama lain. Belum lagi kalau mau diskusi dengan keluarga sendiri, kadang ada juga saudara lain yang ikut campur.
Hidup rukun di satu lingkungan seperti ini kadang memang harus dibayar dengan harga yang agak mahal. Ya itu tadi, kehilangan privasi dalam hidup kita.
#2 Terlalu berisik
Rumah saudara yang berdempetan satu sama lain tentu bikin suasana di rumah hampir nggak pernah sepi. Artinya, bakal selalu berisik. Kalau ada yang teriak, pasti bakal terdengar sama yang lainnya. Belum lagi kalau dalam rumah adat Madura tanyena lanjhang itu banyak anak-anaknya, wah makin banter suara sahut-sahutannya.
Sayangnya, kalau sudah begini kita nggak akan bisa protes pada suara-suara berisik tersebut. Jadi, demi kedamaian bersama, mendingan sediakan earphone buat menyumpal telinga sendiri. Kalau memang merasa nggak bisa hidup di lingkungan kayak gitu, keluar dari rumah adalah solusinya. Pindah ke kota, pergilah merantau dari Madura!
#3 Kadang sering bertengkar, nggak akur dengan saudara lain
Kalau tinggal di rumah adat Madura berkonsep taneyan lanjhang lalu hidup akur dan rukun dengan saudara, berarti kita termasuk orang yang beruntung. Sayangnya, di dunia nyata yang terjadi malah sebaliknya.
Suatu hari, seorang rekan kerja saya mendapatkan lungsuran sepeda kecil berwarna pink dari temannya. Dia senang banget karena anaknya yang paling bungsu memang sudah sejak lama menginginkan sepeda. Namun, tiba-tiba saja dia merasa khawatir dengan prasangka saudara-saudaranya yang lain. Teman saya takut para saudaranya nggak percaya kalau dia nggak membeli sepeda tersebut, melainkan dapat dari teman—meskipun sepedanya terlihat masih baru.
Awalnya saya bingung, memang kenapa saudara-saudaranya ribet ngurusin asal-usul sepeda tersebut? Teman say. Padahal sebelumnya teman saya ini bilang nggak ada uang pas mau dipinjami.
Yah, merujuk ke poin pertama, nggak pernah ada privasi di rumah adat Madura taneyan lanjhang ini. Barang-barang yang dibeli dan dimiliki tentunya bakalan langsung kelihatan. Lalu muncul prasangka, saling tuding, ujung-ujungnya malah perang dingin satu sama lain.
Belum lagi kalau anak-anaknya bertengkar satu sama lain, yang kadang merambat ke para orang tuanya. Haduh, perang yang semulanya dingin, lama-lama bisa berubah panas dan membakar satu sama lain.
Jadi, saran saya kalau di antara kalian ada yang lagi pacaran sama orang Madura dan ada rencana mau menikah, tolong cari tahu dulu seluk beluk konsep rumah yang dia huni, ya. Biar kalian nggak merasa terjebak, lalu berakhir hidup di konsep hunian yang nggak kalian inginkan.
Penulis: Siti Halwah
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Di Madura, Halaman Rumah Luas Adalah Keniscayaan.