Jampang atau Pajampangan merupakan sebuah daerah di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, yang disebut-sebut sebagai daerah paling berbahaya di Tatar Sunda. Konon, sejak zaman kompeni, daerah ini menjadi pusat praktik ilmu hitam.
Berawal dari si Jampang, seorang tokoh asli Sukabumi, yang mampu membuat kompeni lari terbirit-birit karena kesaktiannya. Berita mengenai si Jampang tersebar ke seantero negeri hingga akhirnya daerah Sukabumi bagian selatan tempat lahir sang jagoan dikenal dengan nama Jampang.
Daftar Isi
Dijadikan bahan ledekan
Lantaran cerita tersebut, orang Jampang Sukabumi pun disebut-sebut menguasai ilmu hitam (baca: santet, pelet dan ilmu kebal). Sebagai orang Jampang, saya cukup kesal mendengar stereotipe ini.
Hal ini saya rasakan saat pertama kali merantau ke Bandung untuk kuliah. Saya selalu waswas saat ada dosen baru masuk kelas. Pasalnya, beliau akan meminta mahasiswa untuk memperkenalkan diri. Nah, giliran saya kenalan, saya selalu mengatakan kalau saya berasal dari Sukabumi.
Namun tak sampai di situ, biasanya pertanyaan berlanjut, “Sukabuminya daerah mana?” Teman-teman sekelas serempak menjawab, “Jampang, Pak!”
Dan mendengar kata Jampang Sukabumi, tak sedikit dosen yang akhirnya mewanti-wanti teman-teman saya. “Kalian jangan macam-macam sama Erida kalau nggak mau gayung dan ember di rumah pindah ke dalam perut kalian, lho!” Sontak teman-teman sekelas tertawa. Di situlah kadang saya merasa…… pengin membeli gayung dan ember!
Akan tetapi bukan cuma saya yang terkena imbas dari stereotipe orang Jampang Sukabumi tersebut, teman-teman saya pun turut merasakannya. Bahkan salah seorang teman saya yang berasal dari daerah sama dengan saya dikatain “Si Jampang”. Entah apa maksud orang-orang ini meledek demikian. Apa mereka nggak takut ya kalau kami beneran bisa mengirim ember dan gayung ke perut mereka?
Tapi jangan salah, orang Jampang Sukabumi disegani karena dikenal punya “ilmu”
Meski banyak yang meledek saya dan orang Jampang Sukabumi lainnya, banyak juga yang segan. Misalnya cerita bapak saya. Di kampung halaman kami, bapak saya cuma orang biasa. Beliau sehari-hari bekerja mengurus ternak atau kadang nguli ke sana kemari. Nggak ada yang peduli. Kasarnya, apa sih yang bisa diharapkan dari seorang kuli selain hak suaranya saat musim pemilu gini?
Akan tetapi, bapak saya patut sedikit berbangga hati. Dadanya membusung tatkala kami berkunjung ke rumah seorang saudara di Sumedang. Bagaimana tidak, di sana beliau tak ubahnya seorang guru spiritual yang dicintai murid-muridnya. Saya yang melihatnya saja bingung, apalagi bapak saya. Jelas beliau lebih bingung lagi.
Bapak saya dengan sedikit terpaksa mengamini orang-orang yang minta solusi atas masalah yang mereka alami. Mulai dari masalah rumah tangga, finansial, jodoh, kesehatan, dll. Hal ini mengingatkan saya pada dukun sungguhan, seolah-olah bapak saya memang punya kekuatan untuk mengatasi masalah-masalah semacam itu. Padahal ya nggak gitu juga kenyataannya. Orang Jampang Sukabumi nggak sesakti itu juga.
Dimintain doa untuk kesembuhan penyakit
Nggak cuma minta solusi, ada juga orang yang minta air doa sebagai ikhtiar untuk kesembuhan penyakit kepada bapak saya. Biasanya bapak saya ngikut saja. Beliau cukup mengambil segelas air, kemudian berdoa dengan mata terpejam sambil komat-kamit. Setelah selesai doa, beliau meniup air tersebut.
Saat saya tanyakan pada bapak, “Tadi baca doa apa, Pak?” Bapak cuma menjawab, “Ah, yang hafal aja Bapak mah!” sambil terkekeh. Tak apa, toh semua doa kalau diniatkan baik, hasilnya pasti baik, kan, terlepas dari doa apa yang dibacakan?
Dan cerita soal orang Jampang Sukabumi ini nggak berhenti sampai di sini. Beberapa bulan setelah kami kembali ke Jampang, saudara yang dari Sumedang tadi sengaja datang ke rumah. Ada yang berterima kasih karena saran dan doa bapak saya berhasil. Tapi ada juga “pasien” baru yang menunggu untuk diobati.
Saya pikir-pikir kalau bapak saya serius menekuni karier sebagai dukun dan membawa nama Jampang Sukabumi, kayaknya bakalan cuan, nih! Wqwqwq.
Penulis: Erida Widyasari
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Orang Sukabumi Sebut UIN Jakarta Itu Cabang dan UIN Bandung Pusatnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.