Merintis usaha kuliner di Wonosobo tak semulus yang dibayangkan. Meski banyak wisatawan yang berkunjung ke kota ini, namun mereka hanya lewat atau bersinggah untuk makan mie ongklok karena tujuan utama mereka adalah Dieng.
Perintis muda yang baru memulai usahanya, selalu dibebani dengan sewa lapak yang tidak murah. Belum lagi, persaingan dengan pedagang lama. Bikin geleng-geleng kepala kalau awal jualan harus dijudesin dulu. Selain itu, konsumen kuliner di Wonosobo itu berbeda dengan kota-kota lainnya. Itulah yang saya rasakan sebagai pengusaha kuliner di Wonosobo.
Orang Wonosobo kebanyakan FOMO
Setelah saya amati, mayoritas warga Wonosobo itu FOMO. Bisa dibuktikan ketika ada kuliner yang baru buka dan ada diskon, pasti ramai. Mungkin itu juga terjadi pada daerah lain, namun saya rasa tingkat FOMO orang Wonosobo lebih tinggi.
Dibuktikan saat Mixue buka cabang pertama di Wonosobo, antreannya mengular bahkan beberapa produk sampai terjual habis. Padahal cabang pertama itu kecil lho tempatnya. Hal itu juga terjadi pada kuliner lain yang baru buka seperti Lawson, Beli Kopi, Dimsum Jagoan, dan masih banyak. Maklum, merek ternama masih jarang di Wonosobo, nggak heran kalau pada akhirnya orang Wonosobo FOMO dengan grand opening besar-besaran.
Beda lagi kalau pengusaha kecil yang buka usaha kuliner. Kalau grand openingnya cuma kecil-kecilan, boro-boro dilirik, kalau nggak punya kenalan juga nggak akan ada warga yang tahu. Namun, ada juga beberapa merek ternama yang awalnya ramai, terus jadi sepi. Biasanya ini karena harganya terlalu mahal dan tidak menerapkan strategi marketing yang tepat.
Baca halaman selanjutnya: Setiap perempatan ada usaha kuliner…