Jangankan Para Pendatang, Suhu Surabaya yang Panas Juga Bikin Kapok Warga Daerahnya Sendiri

Jangankan Para Pendatang, Suhu Surabaya yang Panas Juga Bikin Kapok Warga Daerahnya Sendiri Mojok.co

Jangankan Para Pendatang, Suhu Surabaya yang Panas Juga Bikin Kapok Warga Daerahnya Sendiri (unsplash.com)

Suhu Surabaya yang panas semakin nggak tertolong. Saya sebagai warga setempat saja suka keheranan sendiri. Suhu di Kota Pahlawan ini kerap menyentuh 35 derajat celcius. Bahkan, di saat-saat tertentu suhu Surabaya bisa mencapai 43 derajat celcius. 

Kalian yang belum pernah merasakan panasnya Surabaya, jangan sekali-kali menyuruh kami sabar atau berdamai dengan keadaan. Manusia paling sabar sekalipun akan uring-uringan ketika harus keluarga rumah di tengah siang bolong. Saking panasnya, arek Suroboyo menyebut kondisi ini dengan PKK alias Panas Kentang-Kentang. Entah siapa yang mempopulerkannya, tapu ungkapan tersebut sangatlah valid. 

Panasnya Surabaya juga membuat para pendatang kewalahan. Beberapa teman kuliah saya mengeluhkan suhu Surabaya sama mengerikannya dengan Jakarta. Bahkan, mereka menyebut Surabaya punya 5 matahari saking panasnya. 

Sebenarnya saya nggak heran dengan testimoni para pendatang itu. Saya yang warga lokal saj kewalahan menghadapi panasnya Surabaya, apalagi mereka. Satu hal yang lebih membuat saya heran, pemerintah terkesan lambat merespon fenomena yang sudah terjadi sejak lama ini.  

Upaya pemerintah setempat meredam panasnya suhu Surabaya

Sebenarnya Pemerintah Kota Surabaya sudah melakukan beberapa upaya untuk “mendinginkan” daerah ini. Cara yang paling banyak mendapat sorotan adalah pembangunan taman kota yang masif di era kepemimpinan Bu Risma. Bayangkan saja, selama 10 tahun menjabat, beliau membangun 573 taman baru. Dengan upaya ini, Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Surabaya mencapai 21 persen di akhir masa jabatan beliau. Catatan tersebut sudah melampaui aturan pemerintah pusat yang mengharuskan masing-masing wilayah kota memiliki RTH publik sebesar 20 persen. 

Kerja keras membangun taman selama 10 tahun berbuah manis. Rata-rata suhu Surabaya pada saat itu bisa ditekan hingga 2 derajat celcius. Namun, upaya itu saja nggak cukup. Perlu lebih banyak cara supaya Kota Pahlawan ini tambah sejuk. 

Baca halaman selanjutnya: Masih banyak tanah …

Masih banyak tanah kosong di Surabaya

Kalau membangun taman  bisa menurunkan rata-rata suhu Surabaya, saya suka heran kenapa upaya ini tidak dilanjutkan. Saya melihat pemkot sekarang nggak “segalak” dulu dalam membangun taman. Padahal saya masih sering lihat lahan kosong di Surabaya loh. Salah satunya di dekat tempat tinggal saya di Kelurahan Jambangan. Di sana ada 2 tanah kosong yang dibiarkan nganggur begitu aja. Salah satu tanah kosong itu milik Pemkot, diketahui dari patok yang terpasang. 

Temuan ini bikin saya agak gelisah. Sekali waktu saya pernah nyeletuk keheranan, “lapo’o yo kok tanahe nggak ndang digawe taman?” Tanah yang dibiarkan seperti ini sebenarnya juga mengganggu pemandangan karena kebanyakan hanya ditumbuhi rerumputan. Lebih parahnya lagi, biasanya disertai pula dengan pagar-pagar pembatas guna menjauhkan orang memasuki kawasan tersebut. Agak gimana gitu lihatnya. 

Saya bahkan sempat suudzon dan kesal dengan walikota sekarang karena masalah ini. Memang awalnya marah karena hal lain sih, saya bosan dengar suara beliau di setiap penjuru lampu merah. Sesuatu yang sama sekali Bu Risma nggak pernah lakukan sebelumnya, tetapi akhirnya bikin marahnya merembet kemana-mana.

Pemkot perlu lebih jeli memanfaatkan kesempatan

Saya tahu, mungkin pemerintah punya rencana lain atas tanah-tanah “nganggur” itu di kemudian hari. Namun, selama hal itu belum terwujud, kenapa sih tidak digunakan sebagai taman terlebih dahulu. Apalagi, saya lihat-lihat, banyak lahan sudah kosong begitu lama. Kalau tidak jadi taman, lahan itu bisa juga dipinjamkan dulu ke warga untuk urban farming. Rencana-rencana itu jauh lebih baik daripada lahan hanya kosong dan ditumbuhi ilalang. 

Sayangnya, opsi pemanfaatan lahan secara sementara itu tidak menjadi pilihan pemkot. Mereka malah membiarkannya begitu saja. Bayangkan betapa besar potensi kesejukan terbuang sia-sia. Saya kadang suka heran dengan pemerintah yang kurang jeli melihat peluang-peluang semacam ini. 

Penulis: Arief Rahman Nur Fadhilah
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA Pelajar Surabaya Nggak Butuh Pramuka, Ekstrakurikuler Ini Memang Lebih Baik Nggak Diwajibkan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version