Suhu Surabaya yang panas semakin nggak tertolong. Saya sebagai warga setempat saja suka keheranan sendiri. Suhu di Kota Pahlawan ini kerap menyentuh 35 derajat celcius. Bahkan, di saat-saat tertentu suhu Surabaya bisa mencapai 43 derajat celcius.
Kalian yang belum pernah merasakan panasnya Surabaya, jangan sekali-kali menyuruh kami sabar atau berdamai dengan keadaan. Manusia paling sabar sekalipun akan uring-uringan ketika harus keluarga rumah di tengah siang bolong. Saking panasnya, arek Suroboyo menyebut kondisi ini dengan PKK alias Panas Kentang-Kentang. Entah siapa yang mempopulerkannya, tapu ungkapan tersebut sangatlah valid.
Panasnya Surabaya juga membuat para pendatang kewalahan. Beberapa teman kuliah saya mengeluhkan suhu Surabaya sama mengerikannya dengan Jakarta. Bahkan, mereka menyebut Surabaya punya 5 matahari saking panasnya.
Sebenarnya saya nggak heran dengan testimoni para pendatang itu. Saya yang warga lokal saj kewalahan menghadapi panasnya Surabaya, apalagi mereka. Satu hal yang lebih membuat saya heran, pemerintah terkesan lambat merespon fenomena yang sudah terjadi sejak lama ini.
Upaya pemerintah setempat meredam panasnya suhu Surabaya
Sebenarnya Pemerintah Kota Surabaya sudah melakukan beberapa upaya untuk “mendinginkan” daerah ini. Cara yang paling banyak mendapat sorotan adalah pembangunan taman kota yang masif di era kepemimpinan Bu Risma. Bayangkan saja, selama 10 tahun menjabat, beliau membangun 573 taman baru. Dengan upaya ini, Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Surabaya mencapai 21 persen di akhir masa jabatan beliau. Catatan tersebut sudah melampaui aturan pemerintah pusat yang mengharuskan masing-masing wilayah kota memiliki RTH publik sebesar 20 persen.
Kerja keras membangun taman selama 10 tahun berbuah manis. Rata-rata suhu Surabaya pada saat itu bisa ditekan hingga 2 derajat celcius. Namun, upaya itu saja nggak cukup. Perlu lebih banyak cara supaya Kota Pahlawan ini tambah sejuk.
Baca halaman selanjutnya: Masih banyak tanah …