Menganggap Suharto sebagai pahlawan nasional, bagi saya, mirip dengan menganggap Rafael Benitez adalah pelatih terbaik Real Madrid. Alias, ruwet betul cara berpikirmu.
Memang, tidak ada yang lagi bisa kita lakukan, kecuali meminta siapa pun yang berwenang untuk mencabutnya, yang tidak mungkin terjadi setidaknya 4 tahun ke depan. Tapi gelar pahlawan untuk Suharto ini bagi saya memang nggak bisa dilogika lagi.
Tapi apa-apa yang logis, belum tentu diterima oleh banyak orang. Mau kita berbusa melempar argumen kenapa Suharto tidak pantas jadi pahlawan, masih banyak yang mengganggap dia pantas mendapat itu. Mau melempar ribuan dokumen tentang korupsi The Smiling General, tidak akan mempan, karena memang tidak akan digubris juga.
Sebab, perkara penganugerahan gelar pahlawan ini bukan semata tentang memberikan gelar semata, tapi unjuk kekuatan dan pertunjukan menjilat paling besar di negara ini.
Citra baik Suharto
Saya tahu betul betapa baik citra The Smiling General di mata rakyat, semata dari bagaimana Bapak saya kerap bercerita bahwa hidup di zaman dulu begitu mudah. Bagi Bapak saya, kehidupan di masa kini tidak menyenangkan. Pengangguran banyak, banyak preman berkeliaran, hidup yang tak ideal, dan sebagainya.
Bapak saya, sebagaimana orang-orang yang lahir di Orde Lama dan tumbuh besar di Orde Baru, mengelu-elukan Suharto sebagai pemimpin paling ideal. Argumennya ya template sebenarnya: swasembada pangan, nilai tukar dolar, pekerjaan banyak, bensin murah, biaya hidup murah. Hal itu diulang-ulang hingga saya bosan.
Saya sebenarnya heran dengan apa-apa yang Bapak saya bilang. Sebab, hidup keluarga kami di saat Orde Baru itu jauh dari kata layak. Kadang saya bingung kok bisa Bapak saya tak sadar kalau kariernya justru mendapat kepastian setelah Orde Baru tumbang.
Sebagai anak yang berpendidikan, saya tentu memberi pandangan lain tentang Suharto pada Bapak saya. Bahwa dia adalah orang terkorup di dunia, lalu petrus itu melanggar hak asasi manusia, serta bagaimana nasib orang-orang yang dituduh komunis, saya jelaskan dengan segamblang-gamblangnya, plus sedikit ngotot.
Tapi tetap saja, Bapak saya keukeuh percaya dengan hal-hal yang dia yakini. Dan ini yang bikin saya sudah duga dari lama, bahwa isu Suharto jadi pahlawan ini hanya menunggu waktu untuk disahkan, karena memang tidak mudah menghilangkan keyakinan orang-orang yang hidupnya dihujani dengan propaganda yang sama seumur hidupnya.
Kalau fans MU saja masih bisa memegang keyakinan bahwa timnya adalah tim terkuat di dunia, apalagi fans Suharto.
Memang nggak jelas
Selain perkara keyakinan orang terhadap Suharto yang sulit luntur, masalah gelar pahlawan ini memang dari awal tidak punya tujuan yang jelas. Misalnya begini. Kenapa kita harus memberi gelar pahlawan terhadap The Smiling General?
Jawaban yang paling sering muncul, karena dia berjasa. Tapi misalnya kita jawab, bahwa yang Suharto lakukan itu memang yang seharusnya presiden lakukan, terus bagaimana? Maksudnya, menyejahterakan negara dan rakyat itu tugas utama presiden. Kalau logikanya begitu ya baiknya sih kita usul Bambang Pamungkas dapet gelar pahlawan juga, kan dia ngegolin banyak buat Timnas Indonesia.
Saran saya aneh? Lha memang. Sama anehnya dengan menyematkan gelar pahlawan pada orang yang punya sederet dosa yang bikin bulu kuduk merinding. Apalagi karena alasan stabilitas politik dan pembangunan. Ya itu emang tugas presiden. Sebagaimana tugas Bambang Pamungkas mencetak gol.
Tapi saya melihat penganugerahan gelar ini semata unjuk kuasa dan menjilat saja. Orang-orang di atas sana menunjukkan kuasa mereka, menunjukkan bahwa mereka bisa melihat apa pun tanpa mendengar protes, kritikan, dan tuntutan dari rakyatnya. Dan pendukung gelar pahlawan, sedang berlomba-lomba menunjukkan siapa yang paling jago memuji.
Tak ubahnya seperti lomba burung berkicau, para pendukung gelar pahlawan sedang mengoceh semerdu mungkin. Yang kicaunya paling merdu, bisa jadi akan mendapat hadiah. Entah jadi komisaris, wakil menteri, pengawas, atau proyek. Tinggal disesuaikan saja dengan permintaannya.
Dan bagi kalian-kalian, rakyat yang merasa bahwa Suharto memang pantas jadi pahlawan, kalian tak ada bedanya dengan fanboy Thanos yang setuju separuh populasi semesta dimusnahkan. Alias ancen ruwet cara berpikirmu.
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Mengapa Suharto Pantas jadi Pahlawan
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.














