Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kuliner

Sudah Saatnya Membebaskan Stigma Miskin yang Disematkan kepada Singkong

Bayu Kharisma Putra oleh Bayu Kharisma Putra
24 Mei 2021
A A
Bersepakatlah Tape Singkong Itu Beda dengan Peuyeum dan Jauh Lebih Enak terminal mojok.co

Bersepakatlah Tape Singkong Itu Beda dengan Peuyeum dan Jauh Lebih Enak terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Saat masih SD, ada seorang teman yang pernah dibilang miskin karena bawa bekal singkong ke sekolah. Padahal, ia memang nggak suka nasi dan roti. Ada juga seorang kawan yang bawa bekal roti tawar ke sekolah. Sudah pasti dia dianggap sultan yang kaya raya. Saya kira pandangan bahwa makan singkong adalah miskin, masih menjadi pandangan umum di masyarakat, utamanya masyarakat pedesaan itu sendiri.

Padahal, singkong dan umbi sejenisnya merupakan sumber karbohidrat yang baik dan lebih sehat dari beras. Sayangnya, sudah nggak banyak orang yang menggunakan singkong sebagai pengganti nasi dari beras padi. Stigma tak makmur dan miskin tadi ikut berperan besar pada menurunnya jumlah konsumsi singkong sebagai sumber karbohidrat. Seolah hanya beras yang berhak dianggap sebagai makanan pokok. Singkong masuk kelas rendahan, kasta buangan. Yang tak kita sadari, anggapan bahwa hanya beraslah yang menjadi makanan pokok, adalah budaya yang muncul baru-baru ini saja.

Sebelum beras masuk wilayah Nusantara, masyarakat kita terbiasa untuk mengkonsumsi umbi-umbian. Padi, apalagi beras ketan, hanya dimakan oleh kalangan atas saja, para raja dan penggedhe daerah. Oleh karena itulah, beras dianggap sebagai bahan pangan lambang kemakmuran. Barulah pertanian masyarakat kita mulai besar, maju, tapi tetap tak setiap saat bisa makan beras padi. Apalagi setelah datangnya para penjajah, di mana beras yang sudah susah payah kita tanam, mereka renggut. Sehingga masyarakat kita hanya kebagian umbi-umbian liar. Akhirnya nasi dari padi menjadi bahan pangan nan istimewa, plus bisa menunjukkan derajat sosial dan ekonomi.

Di zaman kakek nenek saya, mereka terbiasa mengkonsumsi berbagai macam sumber karbohidrat. Kadang nasi beras padi, kadang nasi jagung, sesekali tiwul. Bukan karena miskin, tapi memang budayanya mereka seperti itu. Mengikuti panenan apa yang sedang melimpah. Di Nusa Tenggara misalnya, mereka sejak zaman nenek moyangnya dulu, sudah terbiasa makan jagung dan sorgum, tak ada budaya beras padi. Namun, pada akhirnya beras padi mengambil alih posisi makanan pokok mereka. Yang tadinya mereka biasa makan jagung dan sorgum, kini harus nasi dari padi.

Di banyak tempat, yang pada mulanya mengonsumsi sagu, kini juga mulai terjajah juga dengan beras padi. Semoga stigma miskin tak dilekatkan pada mereka yang tetap memilih sagu sebagai makanan pokok. Sayang sekali, jika skena pangan harus berubah karena munculnya pandangan bahwa beras padi adalah bentuk kemakmuran. Kalau memang perekonomian meningkat atau lebih baik, saya rasa tak perlu mengubah budaya konsumsi pangan. Apalagi hanya karena bisa ngasih dan mengubah kebiasaan dari sagu ke beras, terus merasa sudah meningkatkan kemakmuran. Hanya karena bisa ngasih celana, lalu boleh menganggap bahwa koteka adalah kemunduran. Kebiasaan!

Banyak artikel berita yang bertebaran soal sebuah daerah yang warga masyarakatnya kebanyakan masih mengonsumsi singkong langsung dianggap miskin dan tertinggal. Padahal, kebiasaan makan singkong harusnya tak perlu diubah agar terlihat makmur. Wong itu kebiasaan sejak zaman dulu. Daripada cuma ngasih bantuan beras, lihat dulu akar permasalahannya. Mereka nggak minta dikirimi beras, mereka perlu akses jalan dan listrik yang baik. Mereka juga perlu akses pendidikan dan kesehatan yang layak. Selain itu, akses mendapat bantuan usaha dan pekerjaan yang lebih mereka perlukan. Bukan cuma menyuruh mereka mengubah kebiasaan makan singkong dengan ngasih raskin.

Singkong adalah salah satu bahan pangan yang punya banyak manfaat, terutama bagi masyarakat jawa, yang dahulu terbiasa mengkonsumsi singkong. Selain anti diabet-diabet club, singkong juga ampuh mengurangi pengeluaran bulanan. Satu piring nasi biasa, tetap kalah awet dengan satu potong singkong rebus. Cocok buat para penderita maag dan anak kost, daripada Indomie terus, keriting ususmu ntar.

BACA JUGA Sinonggi: Makanan Khas Orang Timur yang Kayak Lem atau tulisan Bayu Kharisma Putra lainnya.

Baca Juga:

4 Dosa Penjual Makanan Kukusan yang Luput dari Pandangan Pembeli

Sumo, Beras Pulen yang Tetap Dicari meski Harganya Bikin Gigit Jari

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 16 November 2021 oleh

Tags: BerasKuliner Terminalmakanan pokoksagusingkongstigma
Bayu Kharisma Putra

Bayu Kharisma Putra

Anak pertama

ArtikelTerkait

Menganalisis Kelas Sosial Penyelenggara Tahlilan Berdasarkan Suguhannya terminal mojok

Menganalisis Kelas Sosial Penyelenggara Tahlilan Berdasarkan Suguhannya

15 Juni 2021
Kaum Anti Makan Daging Kambing Wajib Melakukan Hal Ini agar Idul Adha Tetap Merasa Gembira terminal mojok

Kaum Anti Makan Daging Kambing Wajib Melakukan Hal Ini agar Idul Adha Tetap Merasa Gembira

18 Juli 2021
lingsir wengi ponggol setan hantu tuselak mojok

Kenapa Ada Ponggol Setan, tapi Nggak Ada Ponggol Syar’i?

1 Juni 2021
Panduan Makan Nikmat buat Penderita Covid-19 terminal mojok

Panduan Makan Nikmat buat Penderita Covid-19

7 Juli 2021
Membela Martabat Tembok Rumah Bercat Hijau Terminal Mojok

Membela Martabat Tembok Rumah Bercat Hijau

12 Januari 2023
kulino kuliner mukti entut yusril fahriza mojok

‘Kulino Kuliner’, Konten Kuliner yang Antimainstream dan Nggak Ndakik-ndakik

7 Juni 2021
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Saya Hidup Cukup Lama hingga Bisa Melihat Wonosobo yang Daerah Pegunungan Itu Kebanjiran Mojok.co

Saya Hidup Cukup Lama hingga Bisa Melihat Wonosobo yang Daerah Pegunungan Itu Kebanjiran

12 Desember 2025
5 Tayangan Netflix yang Sebaiknya Jangan Ditonton Saat Makan, Bikin Mual! Mojok.co

5 Tayangan Netflix yang Sebaiknya Jangan Ditonton Saat Makan, Bikin Mual!

12 Desember 2025
Orang Jakarta Stop Berpikir Pindah ke Purwokerto, Kota Ini Tidak Cocok untuk Kalian Mojok.co

Orang dari Kota Besar Stop Berpikir Pindah ke Purwokerto, Kota Ini Belum Tentu Cocok untuk Kalian

11 Desember 2025
Nestapa Perantau di Kota Malang, Tiap Hari Cemas karena Banjir yang Kian Ganas Mojok.co

Nestapa Perantau di Kota Malang, Tiap Hari Cemas karena Banjir yang Kian Ganas

13 Desember 2025
Jalur Wlingi-Karangkates, Penghubung Blitar dan Malang yang Indah tapi Mengancam Nyawa Pengguna Jalan

Jalur Wlingi-Karangkates, Penghubung Blitar dan Malang yang Indah tapi Mengancam Nyawa Pengguna Jalan

17 Desember 2025
Air Terjun Tumpak Sewu Lumajang, Tempat Terbaik bagi Saya Menghilangkan Kesedihan

4 Aturan Tak Tertulis agar Liburan di Lumajang Menjadi Bahagia

17 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal
  • Lulusan IPB Sombong bakal Sukses, Berujung Terhina karena Kerja di Pabrik bareng Teman SMA yang Tak Kuliah
  • Kemampuan Wajib yang Dimiliki Pamong Cerita agar Pengalaman Wisatawan Jadi Bermakna
  • Kedewasaan Bocah 11 Tahun di Arena Panahan Kudus, Pelajaran di Balik Cedera dan Senar Busur Putus
  • Raibnya Miliaran Dana Kalurahan di Bantul, Ada Penyelewengan
  • Hanya Punya 1 Kaki, Jadi Kurir JNE untuk Hidup Mandiri hingga Bisa Kuliah dan Jadi Atlet Berprestasi

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.