Sudah Saatnya Ma’ruf Amin Meniru Kinerja Gajah Mada

Sudah Saatnya Ma’ruf Amin Meniru Kinerja Gajah Mada

Sudah Saatnya Ma’ruf Amin Meniru Kinerja Gajah Mada (Pixabay.com)

Kinerja Gajah Mada bisa banget ditiru Ma’ruf Amin, biar keliatan punya legacy gitu

Nusantara versi Majapahit, sering kali dianggap memiliki wilayah nan luas. Bahkan, banyak yang bilang ia seluas Asia Tenggara. Namun, hal itu masih perlu ditinjau ulang, layaknya candi Borobudur yang dahulu digembar-gemborkan sebagai bagian dari tujuh keajaiban dunia, atau benarkah kita dijajah tiga ratus lima puluh tahun?

Tapi, bila kita bicara soal Majapahit, tetap tak bisa dianggap sebagai sejarah kecil-kecilan. Peradaban yang pada akhirnya menjadi cikal bakal banyak peradaban besar di bawahnya itu, menghadirkan semacam kebanggan. Bahwa di (wilayah yang sekarang) Indonesia pernah berdiri kerajaan semaju dan semegah itu. Dan di masa itu pula kita mengenal seorang patih nan beken karena sekarang menjadi nama kampus, warung mi, dan jalan raya. Gajah Mada, ialah orangnya. Bukan Gaj Ahmada, bukan.

Ia adalah nama besar yang nyatanya lebih dikenal daripada nama rajanya. Selain karena mudah diingat dan punya legacy yang keren, nama itu melekat kuat karena sebuah sumpah. Sumpah Palapa menjadi sumpah paling dikenal oleh banyak orang Indonesia, tentu setelah sumpah pocong. Bayangkan, seorang patih yang pada akhirnya mampu bertahan hingga kini. Bukan jasadnya, tapi nama besarnya. Dan saya rasa, seorang wakil presiden harus banyak berguru padanya.

Apalah arti sebuah nama, karena yang paling utama memang apa yang dilakukannya. Sosok macam Gajah Mada memang bukan kaleng-kaleng. Kinerjanya tak hanya jadi legenda, juga menjadi perlambang semangat juang kelas wahid dan sikap ksatria yang pantang menyerah. Meski patih (bukan bermaksud bilang bahwa patih jabatan biasa saja), ia tak lekang oleh zaman. Sangat berbeda dengan wakil-wakil presiden di sini. Tentu patih dan wakil presiden memang jabatan yang berbeda, namun setidaknya mereka adalah tandem dari orang nomor satu.

Gajah Mada tetap lestari layaknya Bung Hatta. Mereka adalah lakon yang langka, nomor dua yang selalu terpatri di hati. Saya tak mau Pak Ma’ruf Amin bernasib sama dengan wakil-wakil presiden lain yang begitu mudah terlupakan. Ini sudah 2023, tinggal menghitung sedikit langkah yang tersisa untuk menuju 2024. Itu berarti waktunya mepet, tinggal seperminuman air satu gelas di bawah terik gurun Sahara. Namun, Pak Ma’ruf Amin ini unik, ia seolah menjalani konsep hidup slow living. Santai saja, alon-alon.

Bahkan, saking uniknya, saya sempat lupa bahwa Pak Jokowi punya wakil. Tentu akan lebih masuk akal kalau saya meminta Pak Ma’ruf untuk meniru Bung Hatta. Namun, tanpa bermaksud merendahkan, hal itu sepertinya sulit sekali untuk dilakukan. Segala perjuangan, sepak terjang, pengorbanan, dan rasa sakitnya tentu berat untuk ditiru. Bukan juga saya bermaksud merendahkan Gajah Mada, tapi meniru salah satu peninggalannya saya kira lebih masuk akal. Apalagi kalau bukan bikin sumpah.

Meniru kinerja nyatanya jelas berat dan kemungkinan menggapai keberhasilannya seperti punuk merindukan Pluto, jauh. Menyatukan negara ini? Haduh, itu bukan perkara remeh temeh. Cukuplah kiranya Pak Ma’ruf bikin sumpah cucur atau cilok di air mancur Bundaran HI. Selain tak terlalu berat menahan nafsu pada cucur dan cilok, ia juga mudah didapat. Bolehlah bikin janji yang ringan-ringan saja dahulu. Seperti berjanji tak akan makan cucur sebelum bisa melegalisasi ganja. Walau sudah pasti tak akan terjadi, setidaknya kelihatan ada usaha, nggak cuma gimmick semata.

Tapi, bikin sumpah yang serius juga boleh. Misalnya saja tak akan makan sebelum toleransi antarumat beragama ditegakkan di negara ini. Karena kalau hanya janji dan ucapan, sepertinya belum ada bedanya hingga hari ini. Minimal agar saudara-saudara sebangsa dan setanah air boleh mendirikan tempat ibadahnya dengan mudah dan aman. Seperti Gandhi yang baru mau makan setelah dua umat yang berseteru berdamai. Meski begitu, yang namanya sumpah dan janji hanya akan memberikan dua hasil. Kalau tak dijalankan ya, paling dilanggar.

Mari, Pak Ma’ruf, demi Indonesia yang lebih baik!

Penulis: Bayu Kharisma Putra
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Ma’ruf Amin: Baru Sebentar Dititipi Kekuasaan, Sudah Bikin Terobosan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version