Sudah Saatnya Kita Beralih ke SIM Digital

Kenapa sih Pada Protes Akses NIK Kudu Bayar? Kayak Nggak Paham Aja Biasanya Gimana SIM

Kenapa sih Pada Protes Akses NIK Kudu Bayar? Kayak Nggak Paham Aja Biasanya Gimana (I Wayan Adisaputra via Shutterstock.com)

Beberapa hari yang lalu, saya ikut dengan paman saya menjemput anaknya dari sekolah menggunakan mobil. Saat perjalanan pulang, blio dicegat polisi yang sedang melakukan razia Sialnya, karena buru-buru, dompet paman saya ini tertinggal di rumah. Di dalam dompetnya, ada SIM. Akhirnya, paman saya ini pun kena tilang. Paman saya ini terpaksa harus menyisihkan waktu untuk menjalani sidang hanya karena hal sepele: lupa membawa SIM

Kalian merasa ada yang aneh nggak dengan cerita saya di atas?

Bukan, bukan polisi yang hobi betul bikin razia. Tapi, kena tilang karena LUPA BAWA SIM. Sekali lagi, LUPA BAWA SIM.

Di masa lima titik nol ini (ceilah), SIM dalam bentuk fisik itu saya rasa ketinggalan zaman. Sudah saatnya ada dalam bentuk digital. Jadi fisik ada, digital ada, kayak kartu BPJS itu. Baiklah, SIM dicetak bukan tanpa alasan. Namun, jika keberadaan fisiknya dianggap sebagai satu-satunya bukti, menurut saya kok primitif ya.

Begini. Data-data pemilik SIM masuk di dalam sistem registrasi kepolisian. Kalo sistemnya sudah canggih, kita sebenarnya nggak perlu selalu membawa SIM saat berkendara. Katakanlah ketinggalan, tinggal sebutin nama dan nomor identitas, gitu aja bisa sebenarnya.

Atau skenarionya begini. Umpamakan kamu dicegat polisi di suatu jalan raya. Kamu lalu diminta menunjukkan SIM. Kita hanya perlu menunjukkan sidik jari kepada polisi. Bukanlah saat kita membuat SIM, kita diminta sidik jari? Dari melihat sidik jari ini lalu menghubungkannya dengan pusat server sistem registrasi kepolisian, polisi bisa mengetahui apakah kita sudah punya SIM atau belum. Kalo sidik jari kita belum terdaftar di sistem registrasi kepolisian ini, baru dah kena tilang.

Itu keknya ngayal ya? Ya udah deh, masukin nomor KTP atau NIK, gitu aja juga bisa.

Kalau modelnya pakai sidik jari atau NIK, saya pikir lebih aman, soalnya lebih personal dan nggak bisa ditiru. Juga meminimalisir SIM digunakan orang lain. Hah, maksudnya?

Ada teman adik saya yang belum memiliki SIM. Ia lalu minjem punya temennya yang wajahnya mirip dengannya. Waktu ada razia, ia lolos. Lah anjir. Kita belum ngomongin kartunya yang gampang patah pula. Ah, nggak usahlah, ketimbang bikin esmosi.

Yang jelas, peralihan ke SIM digital akan meminimalisir tilang atas hal-hal yang nggak prinsipil. Lupa membawa dan nggak punya kan jelas dua hal berbeda. Orang yang kena tilang polisi itu seharusnya orang yang nggak punya, bukan orang yang lupa bawa.

Apalagi manusia itu kan kodratnya memang terkadang suka khilaf. Sebagai bukti bahwa kita punya SIM, inilah pentingnya sidik jari dan data pendukung lain. Harusnya sih, SIM digital ini udah kepikiran dari lama. Terlebih kasus lupa bawa itu amat sering terjadi. Masak nggak ada satu pun polisi yang kepikiran ide gini?

Kecuali, kecuali, kasus lupa bawa ini sengaja dirawat lho ya. 

Penulis: Rahadian
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA BPKB Digital, Langkah Polisi yang Patut Diapresiasi

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version