Serial Kupu Malam di WeTV jadi buah bibir. Kehidupan personal PSK kini dikulik menjadi serial. Kita bisa melihat sisi lain PSK yang penuh intrik dan cerita. Tapi tetap saja ada yang bilang, “Kan jadi PSK itu gampang.” Apa iya? Atau PSK malah jadi pekerjaan paling ruwet dan rentan eksploitasi? Apa iya jadi PSK itu cuma modal organ reproduksi dan kemampuan bercinta?
Narasumber kali ini menunjukkan bagaimana kehidupan PSK yang selama ini tidak mudah. Tidak hanya menguasai ilmu ranjang, mereka dituntut untuk menguasai ilmu yang beragam. Dari psikologi, kesehatan, sampai digital marketing harus dipelajari. Mereka juga harus pintar bermain peran dan memberi kenyamanan pada klien.
Dari karyawan mucikari sampai menjadi freelancer
Miss Anna (25) telah mendalami pekerjaan sebagai PSK selama 3 tahun terakhir. Tepatnya setelah pandemi Covid-19 melanda. Namun jika dirunut, Miss Anna pernah bekerja sebagai PSK jauh lebih lama.
“Awalnya pas kuliah mas, maklum kan lagi BU (butuh uang),” kenang Miss Anna. Namun selain alasan itu, Miss Anna memahami satu hal: tubuhnya adalah miliknya. Miss Anna merasa bahwa apa yang dilakukan, semua adalah tanggung jawabnya dan bukan penilaian masyarakat.
“Aku nggak peduli stigma tentang PSK mas. Menurutku PSK sama seperti pekerjaan lain. Toh kita semua melacur hanya beda hal saja yang dilacurkan,” imbuh Miss Anna. Dari menjadi PSK ini, Miss Anna juga makin memahami kemerdekaan dan hak atas tubuhnya. Tidak hanya dari membaca berbagai buku ideologis, namun merasakan langsung apa yang tertulis di buku tersebut.
Pada masa itu, Miss Anna menjadi PSK di bawah asuhan seorang mucikari. Namun Miss Anna merasa tidak nyaman. Tekanan dari pihak mucikari dan pendapatan yang terpotong membuat Miss Anna membatasi kerjanya. Hanya saat membutuhkan uang, Miss Anna baru bekerja.
Setelah lulus, Miss Anna berpindah-pindah pekerjaan. Namun perlakuan dari atasan yang tidak adil membuat Miss Anna ingin bekerja lepas. Ditambah karena hantaman pandemi, Miss Anna akhirnya kembali ke pekerjaan lama sebagai PSK. “Ya gimana dong, kan sudah punya basic skill,” ujar Miss Anna sambil terkekeh.
Berbeda dengan awal sebagai PSK, kali kedua ini Miss Anna tidak di bawah asuhan mucikari. Karena muak dengan sistem boss-bawahan, Miss Anna memilih sebagai PSK lepas. “Kalau aku sih bilang freelancer ya,” imbuh Miss Anna.
Bagi Miss Anna, bekerja sebagai PSK tanpa mucikari lebih nyaman dan merdeka. Miss Anna bisa mengatur jam kerja dan menghitung sendiri pendapatannya. Tapi kelebihan ini juga diimbangi oleh beban baru bagi Miss Anna. Ia harus belajar banyak hal ketika menjadi bos bagi diri sendiri.
“Jangan dikira cuma tinggal ngeseks mas. Aku sampai belajar digital marketing buat jualan,” ujar Miss Anna. Menurutnya, bekerja sebagai PSK apalagi freelancer bukanlah pekerjaan semudah yang dikira masyarakat umum.
Belajar digital marketing dan teknik promosi
Twitter adalah kanal utama bagi Miss Anna dalam menawarkan jasa. Karena itu, Miss Anna benar-benar mendalami bagaimana algoritma Twitter untuk meningkatkan engagement dan exposure akun miliknya. Ia juga mempelajari peraturan Twitter untuk mencegah banned.
“Membesarkan akun sampai punya 12 ribu follower itu susah lho mas,” ujar Miss Anna sembari menyulut rokok Surya favoritnya. Ia harus memperhatikan bagaimana insight dari setiap unggahan dan twit dari akunnya. Miss Anna melihat, unggahan mana yang mendatangkan follower, dan mana yang mengkonversi follower tadi menjadi leads.
Namun nahas, akun Miss Anna harus hilang karena mendapat pelaporan. Akhirnya Miss Anna harus kembali membuat akun baru dan mengulangi proses panjang membangun engagement positif. Akun pertamanya memang hilang karena dijegal sesama PSK yang akan dikisahkan Miss Anna nanti.
Menurut Miss Anna, PSK adalah pekerjaan yang berlandaskan kepercayaan. Maka penting bagi seorang PSK untuk membangun kredibilitas. Selain follower, komunikasi dan relasi dengan akun PSK lain yang kredibel juga perlu untuk meningkatkan kredibilitas.
Kredibilitas ini juga ditumbuhkan dari unggahan Miss Anna. Ia tidak melulu mengunggah foto vulgar. Sesekali Miss Anna juga mengunggah twit perihal hobi dan ketertarikannya. Tujuannya untuk meyakinkan calon konsumen bahwa Miss Anna bukanlah penipu. “Kalau dilihat, akunku malah kaya akun wibu,” ujar Miss Anna yang memang mengikuti banyak anime. Salah satunya Attack on Titan.
Menjadi PSK itu tidak mudah, juga tidak murah
Modal menjadi PSK tidak murah
“Jangan dikira kerjaanku ini modal dengkul mas. Aku juga keluar modal untuk ini,” ujar Miss Anna. Modal ini dikeluarkan untuk berbagai kebutuhan penunjang kerja. Dari skincare, make up, sampai “baju dinas” alias pakaian sensual yang dipakai saat melayani klien.
Skincare dan make up adalah modal dasar yang vital bagi Miss Anna. Selain untuk menunjang penampilan, skincare dan make up juga menjadi “hadiah” bagi tubuh Miss Anna. Baginya, tubuhnya sudah bekerja keras untuk mendapatkan penghasilan. Maka untuk “self reward”, Miss Anna melakukan perawatan di beauty clinic dan memakai skincare secara rutin.
Perkara “baju dinas” juga bukan perkara sepele. Bagi Miss Anna, baju dinasnya tidak melulu bicara pakaian terbuka yang sensual. Miss Anna harus melihat selera pasar dan kepantasan. Kadang pakaian casual yang tidak seronok malah lebih sesuai selera klien Miss Anna.
Modal rutin juga dikeluarkan Miss Anna setiap menerima klien. Dari perlengkapan seksual seperti kondom sampai hotel menjadi bagian dari fee yang diperoleh Miss Anna. Perkara kondom, Miss Anna tidak hanya mementingkan keamanan. Kenyamanan Miss Anna selama melayani klien menjadi perhatian juga.
“Aku pernah ditawari susuk lho, Mas,” celetuk Miss Anna. Salah satu rekan sesama PSK pernah mengajak Miss Anna untuk memakai susuk seharga 15 juta. Tentu dengan iming-iming tambah laris. Namun Miss Anna enggan mengikuti jejak temannya ini.
“15 juta mending buat perawatan tho, Mas,” ujar Miss Anna di tengah isapan rokoknya. Selain biaya besar, Miss Anna juga kurang berminat dan percaya pada urusan mistis. Miss Anna merasa merawat tubuh lebih tepat untuk mendatangkan pelanggan.
Perkara hotel juga sama. Miss Anna juga ingin suasana aman dan nyaman bagi dirinya dan klien. Maka Miss Anna selalu memilih hotel bintang 4 dan 5 sebagai tempat kerja. Baginya, keamanan dan kenyamanan adalah harga mati. Apalagi dengan rate alias mahar jasa dari Miss Anna bukan angka yang kecil.
Untuk short time, Miss Anna mematok harga 2 sampai 3 juta. Sedangkan untuk long time sampai privat alias 24 jam, Miss Anna mematok dari 4,5 sampai 12 juta. Namun biaya ini akan dipotong dengan biaya yang disebutkan di atas.
Selain modal awal, Miss Anna juga ikut membiayai keluarganya. Apalagi semenjak sang ayah tiada, ia harus ikut menjadi tulang punggung keluarga. Tentu tanpa memberi tahu dari mana uang Miss Anna berasal. “Realistis saja, toh selama ini aku baik-baik aja dengan uangku,” imbuh Miss Anna. Ia memang tidak ambil pusing perkara pekerjaannya yang dipandang amoral.
“Lebih baik gini mas daripada bohongin orang apalagi lariin uang kelompok,” imbuh Miss Anna sambil terkekeh. Saya tahu pasti siapa yang dimaksud olehnya. Maklum, kami sudah saling kenal beberapa tahun ini.
Mengedepankan kenyamanan seperti pasangan sendiri
Saya pribadi tercekat melihat rate dari Miss Anna. Sudah pasti, rate ini tidak bersahabat dengan UMR Jogja. Miss Anna menjelaskan, rate ini tidak hanya membayar hubungan seksual, juga pengalaman yang diperoleh klien.
“Mereka aku perlakukan seperti pasangan sendiri, Mas. Seperti pacar atau suami sendiri,” ujar Miss Anna. Dari dealing melalui DM, Miss Anna telah memperlakukan klien seperti sedang janjian kencan dengan pasangan. Miss Anna akan bertanya ada request tertentu dari klien, terutama perkara pakaian.
Ketika bertemu, Miss Anna mengesankan klien seperti pasangan yang baru pulang kerja. Dari membuatkan kopi, sampai ngobrol perkara hari ini dilakukan oleh Miss Anna. Baginya, ini membangun bonding untuk kenyamanan bersama. Klien akan nyaman selama sesi, dan Miss Anna juga tidak merasa diobjektifikasi.
Bagi Miss Anna, PSK tetap berhak memperoleh kenyamanan. Miss Anna menolak diperlakukan sebagai objek seksual yang hanya memenuhi kebutuhan syahwat. Baginya, seorang PSK berhak diperlakukan sebagaimana partner perempuan. “Kalau yang dicari hanya seks, itu gampang. Tapi kenyamanan dan experience itu mahal, Mas,” tekan Miss Anna.
Demi memenuhi kenyamanan ini, Miss Anna perlu mempelajari karakter setiap klien. Apa obrolan yang nyambung, bagaimana kisahnya hari ini, sampai berbagai keluh kesah yang diutarakan. Bagi Miss Anna, memahami ini bukan perkara mudah. Apalagi, ia harus bekerja profesional. Segenap masalah pribadi tidak boleh dilontarkan kepada klien.
Miss Anna juga harus menahan diri ketika klien gemar pamer. Seringkali klien suka bicara perkara kekayaan atau pengetahuan yang sebenarnya biasa saja bagi Miss Anna. Tapi ia akan selalu antusias, karena klien telah membayar untuk itu. Kadang ada hasrat untuk menyanggah bahkan berargumen. Namun Miss Anna meredam itu semua bagi kenyamanan klien.
Bahkan ada salah satu klien yang tidak ingin melakukan hubungan seksual. Klien tersebut hanya ingin ngobrol dan curhat dengan Miss Anna. Maka Miss Anna menempatkan diri sebagai pendengar profesional. Tentu dengan menutup serapat mungkin masalah pribadinya. Miss Anna sering merasa situasi seperti ini membuatnya mirip dengan seorang psikolog.
“Aku tuh kaya psikolog sama artis, Mas,” ujar Miss Anna. Saya tidak memungkiri ini. Dan saya memaklumi, mengapa rate dari Miss Anna masih lebih mahal dari cicilan KPR.
Berani mengembalikan uang jika tersinggung
Meskipun mengedepankan kepuasan pelanggan, Miss Anna tetap menjaga kepuasan pribadi. Bukan perkara layanan, tapi lebih kepada mood dan situasi mental. Baginya, kesehatan mental adalah faktor penting selama bekerja sebagai PSK.
“Banyak temenku yang setiap hari ngeluh, gara-gara klien atau yang lain,” ujar Miss Anna. Belajar dari situasi teman-temannya, Miss Anna mengurangi kemungkinan untuk mendapat situasi tidak menyenangkan. Salah satu caranya adalah dengan membuat MOU dengan klien.
MOU ini bukan seperti perjanjian kerja, namun lebih kepada do and dont’s yang harus dipenuhi klien. Dari kebersihan tubuh seperti mencukur bulu kemaluan, sampai larangan bicara hal pribadi. Banyak klien awal Miss Anna yang ingin mengetahui latar belakangnya. Baik untuk basa-basi, atau memang penasaran.
“Aku pernah ya mengembalikan uang klien gara-gara dia reseh. Dia kepo terus kehidupan pribadiku,” ujar Miss Anna. Baginya, pertanyaan tersebut membuat tidak nyaman dan sudah melanggar batas. Miss Anna tidak merasa rugi, meskipun sudah mengeluarkan biaya sewa hotel. Baginya, kesehatan mentalnya lebih penting dari penghasilan.
Miss Anna selalu memberikan MOU tadi saat mulai transaksi. Meskipun ketat, namun tidak ada calon klien yang mundur karena peraturan tadi. Miss Anna juga lebih merasa aman dengan perjanjian macam ini. Justru banyak yang merasa nyaman dan senang dengan pelayanan Miss Anna. Banyak yang melakukan Re-Order (RO) dengan Miss Anna.
Persaingan yang ganas
Sebagaimana pekerjaan pada umumnya, Miss Anna juga merasakan persaingan. Ada banyak PSK yang juga berebut pelanggan dengan berbagai tawaran menarik. Persaingan ini tidak hanya perkara adu pelayanan, tapi juga saling jegal. Miss Anna pernah jadi korban dari persaingan berat ini.
“Dulu akunku udah 12 ribu follower mas, tiba-tiba hangus,” keluh Miss Anna sambil mengusap jidatnya. Usut punya usut, akun Miss Anna dilaporkan oleh salah satu PSK yang merasa tersaingi. Sebelumnya, Miss Anna telah mendapat peringatan saat akan melakukan “expo” di daerah Surabaya. Expo adalah istilah untuk seorang PSK yang mengunjungi sebuah daerah dan membuka kesempatan untuk booking.
Pada akhirnya, Miss Anna harus merelakan akun tersebut. Mau tidak mau, ia harus membangun akun baru dari nol. Sampai saat kami berdiskusi, Miss Anna sukses mendapatkan 5 ribu follower. Maka demi menggenjot akun barunya, Miss Anna belajar digital marketing dan social media management.
“Kadang ada yang sampai main lapor mas waktu melayani klien,” imbuh Miss Anna. Beberapa pesaing bisa melaporkan kepada pihak berwajib agar menjadi shock treatment. Miss Anna pun belajar untuk mengamankan diri. Dan sampai saat ini, Miss Anna belum pernah mengalami kejadian serupa.
Bagi Miss Anna, persaingan antar PSK lebih kasar daripada persaingan bisnis ‘umum’. Alasannya karena bisnis yang dijalani berada di zona bawah tanah. Tidak ada regulasi yang mengatur persaingan sehat seperti produk dan jasa yang dipandang bermoral. Tapi Miss Anna juga tidak berharap adanya regulasi tadi. Bagaimanapun, bisnis yang dijalani tidak sesuai dengan peraturan.
“Mau dilegalin juga sama, malah makin direcoki pemerintah,” ujar Miss Anna sambil terkekeh. Kami pun membayangkan bagaimana jadinya jika PSK menjadi pekerjaan lumrah. Dari harus mengurus laporan pajak sampai adanya jaminan atas pekerjaan Miss Anna.
Hanya bagi yang kuat fisik dan mental
Miss Anna mengakui bahwa setiap pekerjaan memiliki beban dan resiko sendiri. Dari asisten rumah tangga sampai pejabat punya porsi beban masing-masing. PSK juga demikian. Meskipun dipandang sebagai pekerjaan mudah, namun realitanya penuh tantangan dan tuntutan skill.
“Stigma orang kan PSK itu Cuma bersenggama dapat uang. Padahal kami juga harus menguasai banyak hal,” ujar Miss Anna sembari menyulut rokok kembali. Namun Miss Anna tidak ambil pusing. Baginya, banyak pekerjaan yang dipandang rendah namun berat ketika dilakukan. Semua kembali pada stigma yang disematkan oleh masyarakat.
“Aku sih nggak ambil pusing. Tapi aku ingetin, PSK itu harus kuat fisik dan mental mas,” imbuh Miss Anna. Dari menjaga penampilan, stamina, sampai mental harus dilakukan oleh Miss Anna. Beberapa kali Miss Anna merasakan tekanan dan serangan, baik mental maupun fisik.
Kami pun kembali membahas perkara pajak PSK tadi sembari membahas kabar beberapa kawan lama kami. Saya pun menatap lekat perempuan di depan saya ini. Membayangkan betapa rumit pekerjaan yang selama ini dihina dan direndahkan. Dan membayangkan betapa kuat Miss Anna menjalani pekerjaan sebagai PSK.
“Tidak ada pekerjaan yang mudah. Pesugihan saja nggak gampang,” ujar saya yang disambut tawa lepas Miss Anna.
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kriminalisasi PSK dan Pelanggannya Itu Ide yang Berbahaya