Street bar coffee adalah konsep jualan kopi yang jelas lebih aman dari kebangkrutan. Coffee shop fancy jelas kalah telak.
Bisnis coffee shop itu super mahal, rawan bangkrut, dan banyak yang cuma jadi ajang cuci duit. Bayangin, margin keuntungan dari jualan kopi itu tinggi, loh. Harusnya jualan kopi bisa untung kan? Tetapi kenapa banyak coffee shop yang bangkrut? Jawabannya simpel, karena yang dijual bukan hanya kopi, melainkan jualan tempat keren juga. Lebih detail soal ini, silakan baca artikel yang ini.
Akan tetapi kalau mau nyoba bisnis jualan kopi dan lebih terasa masuk akal, street bar coffee bisa menjadi pilihan. Konsepnya simpel, cukup jualan kopi pake sepeda, sepeda motor, atau gerobak, dan mangkal pinggir jalan. Nggak perlu sewa tempat mahal-mahal. Mentok bayar ke akamsi. Nggak perlu wifi kenceng, soalnya siapa juga yang mau kerja di pinggir jalan? Dan yang jelas, nggak perlu juga beli mesin espresso yang harganya puluhan juta itu.
Trend street bar coffee
Konsep street bar coffee sebenarnya pernah ngetrend di awal-awal era third wave coffee. Waktu itu, saat banyak kedai kopi bermunculan di sepenjuru kota, ada beberapa yang memilih untuk turun ke jalanan dan jualan ala kadarnya. Cukup beli alat kopi seadanya, box untuk menampung alat-alat sekaligus jadi meja bar, dan ditambah pake Supra geter juga udah siap jualan.
Ada masa di mana street bar coffee itu mudah ditemui di sepanjang jalan. Akan tetapi, seiring bergesernya industri kopi, dari yang cuma kios-kios kecil, menjadi yang harus tempatnya bisa buat kerja dan ada menu es kopi susu gula aren,street bar coffee juga berguguran satu per satu.
Lama tak terlihat kemunculannya, kini street bar coffee mulai bermunculan. Entah karena industri kopi yang mulai jenuh atau alasan lain, yang jelas makin banyak orang realistis dengan budget pas-pasan tapi pingin punya bisnis kopi, dan akhirnya buka street bar coffee.
Di Jogja sendiri dah mulai banyak titik tempat street bar coffee bermunculan. Di samping Lippo Mall ada, di samping Mie Doyok Gejayan, ada juga. Bahkan yang di situ malah pake bajaj. Di jalan Solo deket Galeria Mall, ada. Di deket perempatan UIN, ada juga. Dan masih ada beberapa titik lainnya. Oh ya, di Tambakboyo juga banyak. Mulai dari yang jualan manual brew atau yang starling. Mayan kalau datang ke sana malam-malam. Sambil ngopi, sekalian dapet bonus nonton kemaksiatan anak-anak SMA.
Lebih berpotensi cuan dengan modal minim
Modal bikin street bar itu jauh lebih masuk akal dibandingkan dengan bikin coffee shop yang bisa sampe ratusan juta. Pake motor sendiri aja bisa. Tinggal pikirkan alat-alat kopinya. Ini hitung-hitungan dengan versi agak mahal dengan alat yang oke, ya.
Mari kita hitug. Grinder Comandante lima jutaan. Flair 58 enam jutaan. Kettle brewista sejuta setengah. Hario v60 seratus ribuan. Coffee server 50 ribuan. French Press buat bikin foam susu lima puluh ribuan. Milk Jug, 300 ribuan. Itu aja dah cukup. Cuma 13 jutaan, kan? Itu kalo di coffee shop, baru dapet satu grinder!
Mau lebih ngirit lagi? Bisa. Dari yang 13 jutaan, bisa cuma jadi lima jutaan aja kalo mau pake hand grinder yang lebih murah, pembuat espresso yang lebih terjangkau, kettle yang lebih ramah kantong, dan berbagai alat lain yang harganya lebih waras dan tetep bisa menghasilkan kopi yang oke.
Habis itu jualan kopi lima belas ribuan. Sehari bisa jual lima belas cup aja, udah dapet Rp225.000. Kepotong HPP katakanlah 50%, masih dapet Rp112.500. Sebulan bisa dapet tiga jutaan lebih. Nggak perlu bayar karyawan karena jualan sendiri.
Baca halaman selanjutnya
Starling cuannya bikin merinding