Naik turun kereta di Stasiun Solo Jebres lebih nyaman daripada Stasiun Solo Balapan.
Ada beberapa stasiun di Solo, tapi kalau disuruh menyebutkan satu saja, biasanya orang pasti akan menyebut Stasiun Solo Balapan. Ha gimana, wong oleh almarhum Didi Kempot, Solo Balapan dijadikan lagu. Siapa yang tidak terngiang-ngiang lirik “Ning Stasiun Balapan, Kuto Solo sing dadi kenangan, kowe karo aku”?
Saking nancepnya lirik itu, setiap orang yang ingin ke Solo akan memilih turun di Stasiun Solo Balapan. Padahal stasiun di Solo itu ada empat, lho. Selain Solo Balapan, ada Stasiun Purwosari, Solo Kota, dan Solo Jebres. Kalau saya, daripada Stasiun Solo Balapan, Stasiun Solo Jebres jauh lebih nyaman, tidak bikin ruwet, dan tentu saja fungsional. Apalagi bagi yang suka bepergian sendiri dan baru pertama kali ke Solo, stasiun ini adalah stasiun terbaik untuk naik turun kereta.
Daftar Isi
Stasiun Solo Jebres lebih lengang
Stasiun Solo Jebres terletak di Purwodiningratan, Jebres, Kota Surakarta. Lokasinya agak nyempil, berbeda dengan Stasiun Solo Balapan yang berada di Banjarsari, dekat sekali dengan pusat keramaian dan kemacetan. Selain itu, di Stasiun Solo Jebres juga lebih lengang. Selama naik dari sini, saat mau boarding, saya hampir tidak pernah antre lama.
Ketika sudah masuk ke ruang tunggu pun selalu bisa duduk di kursi. Sementara kalau naik kereta dari Stasiun Solo Balapan, sudah antrenya lama, ketika masuk ke ruang tunggu pun belum tentu dapat tempat duduk. Terlebih di tempat yang ada charging point-nya.
Selidik punya selidik, Stasiun Solo Jebres memang tidak sepadat Stasiun Solo Balapan. Bahkan ketika hari libur, misalnya malam pergantian tahun.
Mengutip Antara, jelang pergantian tahun 2024 kemarin, kepadatan penumpang di stasiun ini hanya mencapai 881 orang. Angka ini lebih sedikit dari Stasiun Purwosari dan Solo Balapan yang masing-masing kepadatan penumpangnya mencapai 1.844 dan 6.612.
Bisa naik KRL dan banyak kereta jarak jauh berhenti di stasiun ini
Lengangnya Stasiun Solo Jebres juga bisa menjadi pertimbangan tatkala naik KRL. Daripada berdesak-desakan di Solo Balapan, mending naik dari Solo Jebres saja. Mengutip Solopos, pada tahun 2023, penumpang KRL di stasiun ini hanya sekitar 800-1000 orang per harinya, sedangkan di Solo Balapan per harinya mencapai 3.500-4.000 penumpang.
Itu baru KRL. Kereta jarak jauh yang berhenti di Stasiun Solo Jebres juga lumayan variatif, kok. Jadi, jangan kira kereta jarak jauh cuma berhenti di Solo Balapan. Memang Joglosemarkerto tidak berhenti di stasiun ini, tapi ada opsi kereta lain yang harganya lebih ekonomis.
Misalnya kamu dari Jakarta mau ke Solo, daripada naik Fajar Utama Solo yang harga tiketnya Rp330 ribu turun di Solo Balapan, mending naik Matarmaja yang harga tiketnya tidak sampai Rp300 ribu turun di Stasiun Solo Jebres. Harga itu bahkan lebih murah dari KA Jayakarta, kereta termurah yang berangkat dari Pasar Senen turun di Solo Balapan (Rp320 ribu).
Stasiun Solo Jebres tidak kebanyakan peron
Salah satu yang saya suka dari Stasiun Solo Jebres adalah tidak kebanyakan peron dan jalur. Hanya ada tiga peron dan delapan jalur di stasiun ini. Kalau di Stasiun Solo Balapan jumlah jalurnya ada 10, begitu pula peronnya. Bagi orang seperti saya yang kadang bingung dan mumet, apalagi baru pertama kali keluar kota, jumlah peron dan jalur lebih sedikit akan memudahkan.
Kalau kebingungan tinggal tanya ke petugas. Setiap jalur dan peronnya kelihatan. Sedangkan di Solo Balapan kita wajib teliti dan cermat karena jumlah peron dan jalurnya lebih banyak. Selain itu, di Solo Balapan ada jalur yang dipisahkan ruang tunggu dan ruang bermain. Bayangkan, mau ke peron saja harus berjalan dari satu koloni ke koloni lainnya.
Dekat pasar jadi gampang kalau mau cari jajan
Satu lagi keunggulan Stasiun Solo Jebres ketimbang Solo Balapan yang rasanya wajib dimasukkan. Ketika keluar dari stasiun, kita bisa langsung ke Pasar Jebres. Tidak perlu pesan becak atau ojek online. Bagi pelancong yang cuma modal nekat dan tidak hafal medan seperti saya, keberadaan stasiun yang dekat dengan pasar sungguh menguntungkan.
Kita tidak perlu berjalan jauh untuk mencari sesuatu yang dibutuhkan. Paling sering sih makanan. Sebagian orang, termasuk saya, ketika mau naik kereta acap kali buru-buru dan kadang tidak sempat makan atau tidak membawa cukup makanan selama perjalanan. Karena malas kulineran di kereta yang harganya mahal dan rasanya ditangkis lidah itu, akhirnya memutuskan menahan lapar selama perjalanan. Harapannya saat turun sudah ketemu warung makan.
Di Stasiun Solo Jebres, saya tidak perlu menahan lapar lebih lama lagi. Tinggal jalan sebentar ke Pasar Jebres. Di sana banyak warung makan yang cukup beragam. Angkringan, warung makan biasa, bakso dan mie ayam, bahkan coffee shop ada di sana.
Barangkali karena lokasinya yang dekat pasar itulah tidak ada outlet Roti’O, KFC, Teh Jawa, dan lain sebagainya di Stasiun Solo Jebres. Menurut saya, ini sesuatu yang inovatif. Di samping mendukung pariwisata, Stasiun Solo Jebres juga mendukung UMKM lokal.
Penulis: Muhammad Arsyad
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Alasan di Balik Nama Stasiun Prambanan Ditulis Brambanan.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.