Bertemu juragan tahu
Di lain waktu saat saya mencoba peruntungan CPNS, saya kembali melakukan diplomasi rokok. Kini yang saya temui adalah bapak-bapak paruh baya yang terlihat segar bugar. Setelah pinjam korek, kami ngobrol tentang Jawa Timur khususnya Kediri. Karena saya akan melakukan tes di sana. Kebetulan, bapak ini akan ke Blitar. Akhirnya kami ngobrol selama di kereta. Bahkan bergantian merokok saat kereta berhenti di sebuah stasiun.
Bapak ini mengajarkan agar jadi orang yang nothing to lose. Apapun harus berani di coba. Tidak hanya ikut ujian CPNS, tapi kalau perlu jadi makelar. Ternyata bapak ini adalah juragan tahu di sekitar Blitar. Namun karena orangnya iseng, ia membeli minibus dan mencoba jadi supir travel. Keisengan ini berlanjut menjadi bisnis baru dengan beberapa armada. Blio main di Jogja karena sedang kehabisan ide. Betul, blio mencari ide dengan cara iseng. Hats off, Sir.
Stasiun Lempuyangan: stasiun perjumpaan, stasiun perpisahan
Saya pribadi juga memiliki pengalaman personal dengan stasiun ini. Saya sering berjumpa dengan orang-orang asing seperti tadi. Namun juga sering merasakan kesendirian. Bahkan duka lara yang dalam. Stasiun ini membantu saya untuk bisa menuju Sukoharjo. Tanah kelahiran ayah kandung saya. Yang kini harus terpisah karena perceraian.
Setiap pulang setelah bertemu ayah saya, ada rasa kosong. Seperti kehilangan sesuatu yang sebenarnya masih ada. Beberapa kali saya sering duduk-duduk di trotoar stasiun setelah pulang dari Sukoharjo. Membiarkan ingar bingar Stasiun Lempuyangan lewat seperti angin lalu. Sedih, mengingat obrolan siang harinya yang sering menyinggung masa lalu. Tapi kadang saya merasa sangat punk ketika dalam momen ini.
Saya selalu mengidentifikasi Stasiun Lempuyangan sebagai stasiun perpisahan. Ia jadi jalan pulang saya ke rumah ayah kandung. Namun juga pintu perpisahan setiap kembali ke Jogja. Kini saya bisa mengunjungi ayah saya dengan motor. Namun setiap melihat stasiun ini, kenangan masa muda dan perpisahan sering tersirat.
Kalau begini, saya merasa jadi Virgoun. Oh, bukan bikin skandal. Maksudnya, saya jadi relate dengan lagu “Diary Depresiku”. WAJAR BILA SAAT INI…
Stasiun Lempuyangan Jogja, bagi saya, adalah tempat penuh ironi. Di gerbangnya, ada pasangan yang bersuka cita melepas rindu. Tapi, di gerbang keberangkatan, ada pasangan yang menahan tangis menerima takdir. Ada yang pulang melepas rindu pada keluarga, ada yang sudah dihajar rindu karena harus meninggalkan keluarga.
Bahagia dan duka, berjalan beriringan, menemukan bentuk nyata di Stasiun Lempuyangan.
Sumber gambar: RaFaDa20631 via Wikimedia Commons
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Terminal Janti: Gerbang untuk Pulang, Rindu, dan Patah Hati