Ini soal soto dok khas Jombang yang dijamin seratus persen halal, bukan soto dog!
Kota Santri alias Jombang, yang terletak di jantung Provinsi Jawa Timur, sering kali dikenal sebagai wilayah sakral yang banyak berdiri pondok pesantren besar nan bersejarah dalam peradaban Islam di Nusantara. Letak geografisnya yang dihimpit oleh dua pusat kebudayaan kuliner Nusantara yang tersohor, Kediri dan Lamongan, membuat Jombang juga mempunyai kuliner khasnya sendiri meski nggak banyak orang tahu, termasuk warganya sendiri. Sebut saja kuliner khas Jombang yang legendaris sekaligus kontroversial, soto dok (dibaca dok, bukan dog).
Siapa pun yang berkunjung ke Jombang, pasti kuliner yang pertama kali dicari adalah soto dok. Apalagi memasuki musim penghujan macam sekarang ini, menyantap soto dok dengan teh hangat di warung depan Pasar Blimbing, Gudo, sungguh nikmat sekali. Banyak warung soto dok legendaris di Jombang yang patut dicoba, tetapi bagi saya yang paling terkenang adalah warung soto dok Pasar Blimbing.
Daftar Isi
Soto dok Jombang bukan soto daging biasa
Sekilas memang tidak ada bedanya dengan soto daging pada umumnya, tapi kalau diamati dengan saksama, jelas terlihat bedanya. Dari visualnya saja soto dok sangat berwarna, taburan daun seledri dan daun bawang menjadi toping khas yang tidak dijumpai di soto daging manapun.
Soal rasa, jangan diragukan lagi, soto dok Jombang memiliki kuah berwarna kuning yang cenderung lebih kental. Dibalut bumbu rempah-rempah Nusantara seperti daun salam, daun jeruk dan serei geprek yang konon menggugah selera siapa pun yang mencicipinya.
Soto dok memang tergolong soto daging, makanya daging yang sering dipakai adalah daging sapi yang sudah direbus sehingga empuk dan tidak nyereti di tenggorokan. Bisa juga ditambahkan jeroan seperti hati, rempela, atau usus bagi yang suka jeroan.
Soto dok Jombang cocok dinikmati saat sore hari atau untuk makan malam karena bisa menghangatkan badan sekaligus mengenyangkan perut. Harga seporsinya rata-rata dibanderol hanya Rp12 ribu. Makan soto dok pakai kerupuk dan teh hangat biasanya cuma habis Rp15 ribu.
Makan soto dok melatih kesehatan jantung
Salah satu manfaat mengonsumsi soto dok Jombang adalah melatih kesehatan jantung. Kok bisa?
Jadi begini, nama soto dok asal muasalnya dari suara hentakan botol kecap pada papan kayu di gerobak saji. Inilah yang menjadi ciri khas penyajian soto daging khas Jombang yang nggak ada duanya.
Bagi mereka yang baru menikmati soto dok di tempat alias makan di tempat pasti kaget mendengar suara “dok”, makanya kenapa soto ini dinamakan demikian. Di era tahun 2020-an mungkin bisa disebut juga Karen’s Diner versi kearifan lokal. Tapi kalau pedagang soto dok Jombang nggak marah-marah ya, melainkan cara penyajiannya saja yang agak frontal. Nggak perlu kaget, nikmati saja sebagai senam jantung.
Sekali lagi saya ingatkan, namanya dok, bukan dog, ya. Hati-hati menulisnya karena salah satu huruf sudah beda arti. Ini pula yang menyebabkan banyak orang salah sangka menganggap soto dok Jombang adalah makanan haram yang berasal dari daging anjing. Padahal soto dok ini kuliner khas Jombang yang banyak diburu oleh para pelancong, khususnya para peziarah atau para santri dan wali santri yang mondok di wilayah Jombang, lho.
Banyak rekomendasi warung soto dok yang patut untuk dicoba seperti soto dok depan pasar Blimbing atau depan Klenteng Gudo yang nggak jauh-jauh amat dari Pondok Pesantren Tebu Ireng. Di pusat kota, tepatnya di Kepatihan, juga ada soto dok Jalan Buya Hamka yang recommended.
Ingat, waktu yang paling tepat untuk menikmati soto dok Jombang adalah saat sore atau malam hari. Cukup siapkan uang Rp20 ribu, kamu sudah bisa menikmati kuliner khas Jombang beserta berkah para kiainya ini. Kapan mau mampir makan soto dok?
Penulis: Dodik Suprayogi
Editor: Intan Ekapratiwi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.