Driver ojol di Solo begitu hangat dan ramah, beda sama di Jakarta.
Semenjak tinggal di Solo pada Februari lalu, tingkat penggunaan jasa akun ojek online saya, khususnya Gojek, jadi cukup tinggi. Penyebabnya tentu karena banyak faktor, mulai dari motor yang sering bermasalah, tubuh yang beberapa waktu lalu sempat sakit, hingga kondisi cuaca yang membuat saya jadi bergantung dengan Gojek. Meski kadang faktor lain seperti rasa malas juga menjadi penyebab saya makin sering menggunakan jasa ojek online satu ini.
Akan tetapi semenjak di Solo, saya merasakan perbedaan yang cukup kentara dari para driver ojol ini. Hingga saat ini, sikap sopan dan ramah seperti jadi perlakukan yang selalu saya terima dari mereka.
Karena merupakan jasa layanan komersial, sikap sopan dan ramah harusnya jadi bare minimum yang dimiliki seorang driver ojek online. Paling tidak, basic manner ketika menghadapi pelanggan itu ada sehingga pelanggan jadi nyaman.
Daftar Isi
Driver ojol di Solo ramah dan sopan, beda dengan di Jakarta
Sebelumnya, sikap ramah dan sopan jarang saya terima dari para driver ojol ini. Paling sering yang saya terima misalnya “alamat sesuai titik ya” atau “atas nama Iqbal ya?”. Singkat, padat, tapi terkesan nggak ada ramah-ramahnya sama pelanggan. Sudah begitu, kalau alamatnya susah dicari, para driver ini yang marah-marah. Mau dikasih bintang rendah kok kasihan, tapi kalau didiamkan kok kebangetan. Yah, kejadian seperti ini selalu saya alami saat berada di Jakarta.
Begitu tinggal di Solo, saya merasakan perbedaan antara driver ojol yang di Jakarta dan di sini. Mulai dari cara driver menghubungi customer untuk mengonfirmasi pesanan, memastikan titik lokasi atau alamat, hingga menjadi teman ngobrol selama perjalanan. Entah mungkin karena Solo isinya orang-orang yang halus dan paham tata krama atau memang karena amal ibadah saya. Hehehe. Semua itu nyatanya saya rasakan dan membuat saya jadi nyaman menggunakan jasa ojek online di Solo.
Ditolong seorang driver waktu kehabisan bensin
Beberapa waktu lalu saya mendapatkan pertolongan dari driver ojol di Solo pada tiga momen sekaligus. Momen pertama saya mendapat bantuan dari seorang driver saat tengah melakukan perjalanan dari rumah ke Solo.
Saat itu motor saya kehabisan bensin di antara perbatasan Boyolali dan Solo. Lantaran lokasi pom bensin terdekat jaraknya sekitar 2-3 kilometer lagi, saya putuskan untuk memesan ojek online. Niatnya biar saya diantar ke pom bensin untuk membeli bensinnya.
Ojol yang saya pesan tiba. Drivernya seorang pria berusia kurang lebih 30 tahunan. Motornya Honda Supra X keluaran tahun 2015.
“Selamat siang, Mas, atas nama Mas Haqiqi, inggih?” sapa driver ojol tersebut.
“Inggih, Mas, ” jawab saya. Saya kemudian menceritakan kondisi dan rencana saya kepadanya.
“Owalah, gini aja, Mas. Motor Mas saya bantu setepkan (tuntun dari belakang) saja gimana? Jadi sampean nggak harus bolak-balik lagi. Motornya juga bisa sekalian diisi bensin. Rawan juga kalau motornya ditinggal di sini, Mas,” driver ojol itu justru menawarkan bantuan yang nggak saya duga.
“Wah, beneran, Mas? Alhamdulillah, mohon dibantu ya, Mas. Nanti saya tambah uang tipnya, Mas,” balas saya berterima kasih kepadanya.
Rasanya begitu lega. Saya nggak harus berpanas-panasan lama dan membuang banyak waktu karena harus bolak-balik antara pom bensin dan lokasi motor saya mogok.
Bertemu driver perempuan yang nggak perhitungan
Momen pertolongan kedua datang dari sosok driver wanita paruh baya yang mengantar saya dari Stasiun Solo Balapan ke kos. Beliau penasaran dengan wajah saya yang bukan seperti orang Jawa.
“Bukan asli Jawa ya, Mas? Wajah Masnya seperti orang Aceh,” kata si ibu di tengah perjalanan.
Saya kemudian menjelaskan kepada beliau menggunakan bahasa Jawa bahwa saya memang bukan asli orang Jawa, tapi blasteran antara Jawa dan Flores.
Ibu driver ojol tersebut kemudian bercerita kalau adik iparnya berasal dari Flores. Tapi menurutnya, struktur wajah saya berbeda dengan adik iparnya itu. Sebaliknya, saudara jauhnya dari Aceh justru memiliki wajah seperti saya.
Saya kemudian menjawab seperlunya sambil tertawa di belakang. Untuk mengalihkan pembicaraan—karena jujur pembicaraan tersebut membuat saya agak canggung—saya pun bertanya soal lokasi pengrajin atau penjual gamelan yang ada di Solo.
Kebetulan ibu saya yang seorang kepala sekolah TK sedang membutuhkan gamalen untuk kegiatan di sekolahnya. Mendengar pertanyaan saya, sang ibu driver ojol menjelaskan dengan semangat lokasi pengrajin dan penjual gamelan di Solo.
“Kalau mau, kita sekalian coba ngelewatin Pasar Triwindu, Mas. Itu pasar antik. Banyak alat musik Jawa di jual di sana,” kata beliau.
“Lho, nggak apa-apa, Bu? Rutenya nanti jadi beda,” jawab saya.
“Nggak apa-apa, Mas. Arahnya nggak jauh juga dari lokasi sampean, Mas.”
Bayangkan, ibu driver ojol tersebut mau menambah jarak tempuhnya hanya untuk menunjukkan lokasi Pasar Triwindu pada saya. Padahal sekadar disebut nama pasarnya sudah cukup bagi saya karena saya bisa ke sana sendiri dengan bantuan Google Maps.
Setelah menunjukkan lokasi Pasar Triwindu, beliau mengantarkan saya ke kos saya di daerah Jebres Solo. Info dari ibu driver ojol ini nyatanya berguna. Gamelan yang dicari ibu saya akhirnya saya temukan di Pasar Triwindu.
Nyawa saya “diselamatkan” driver ojol di Solo
Pertolongan dari driver ojol di Solo yang terakhir terjadi ketika saya sedang sakit, tepatnya pada bulan puasa lalu. Badan saya yang sudah lebih dari setahun nggak pernah rewel tiba-tiba rewel dengan gejala ngilu, mual, dan pusing selama 3 hari berturut-turut.
Lantaran nggak kuat mengendarai motor sendiri, saya memutuskan memesan ojek online untuk mengantarkan saya ke apotek Kimia Farma. Biasanya di sana ada fasilitas pemeriksaan bagi pasien.
Gojek yang saya pesan datang. Beliau adalah bapak-bapak yang mungkin seusia bapak saya di kisaran 50 tahunan.
“Sore, Mas, atas nama Mas Haqiqi, inggih?” sapanya.
“Inggih, Pak. Kimia Farma, ya, Pak”, saya menjawab dengan nada lemas sambil menaiki motor si bapak.
Bapak driver ojol langsung mengantar saya ke Kimia Farma. Sayangnya waktu kami tiba di sana, jam praktik dokter baru akan mulai 2 jam lagi. Saya kemudian keluar dari apotek dengan wajah lesu. Badan saya waktu itu benar-benar ngilu sehingga jalan pun harus pelan-pelan.
Beruntungnya, si bapak driver ojol tadi masih ada di depan apotek. “Kok cepat keluarnya, Mas? Sudah diperiksa?” tanya beliau.
Dengan suara pelan dan lemas, saya memberitahunya kalau jam praktik dokter belum dimulai, masih harus menunggu 2 jam lagi sampai dokternya datang.
“Ya udah, kalau gitu mau saya antar ke Klinik Aisyiyah? Lokasinya nggak jauh dari sini, Mas.” kata si bapak driver.
Tanpa pikir panjang saya mengiyakan. Kondisi saya sudah nggak kuat lagi untuk menunda-nunda dengan kelamaan berpikir.
Saya diantar ke Klinik Aisyiyah. Lokasinya memang nggak terlalu jauh, sekitar 2 menit saja. Ketika ingin membayar, beliau malah menyuruh saya segera masuk untuk diperiksa. Beliau akan tetap menunggu sampai saya selesai.
Akhirnya saya menurutinya. Saya masuk untuk diperiksa dokter. Begitu saya selesai, bapak driver ojol masih menunggu di depan klinik. “Aman ya, Mas? Ada dokternya tho?” tanyanya.
“Aman, Pak. Sudah diperiksa tadi sama dokter,” jawab saya.
“Kalau begitu saya antar pulang, Mas.”
Banyak bersyukur karena ketemu para driver baik di Solo
Dalam perjalanan pulang, bapak driver ojol itu pun bercerita, sebenarnya kalau dari kos saya, lokasi Klinik Aisyiyah lebih dekat. Makanya beliau menawari saya ke sana. Selain itu, beliau juga punya anak perempuan seusia saya yang sedang merantau di Jakarta. Dia berharap, kebaikannya ini bisa menularkan kebaikan pada anaknya di perantauan apabila terjadi sesuatu yang tak diinginkan.
Begitu tiba di kos, saya berinisiatif memberi sedikit uang pada si bapak, tapi beliau malah menolak. Sembari menarik gas motornya, bapak driver ojol mendoakan saya untuk segera sembuh.
Momen-momen bertemu dengan para driver yang baik hati dan “menyelamatkan” saya di Solo membuat saya banyak bersyukur kepada Tuhan bahwa selalu ada orang baik di sekitar kita.
Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 5 Jenis Driver Ojol Red Flag di Mata Penumpang, Perjalanan Jadi Nggak Nyaman.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.