Buku Sistem Pendidikan Finlandia; Belajar Cara Belajar, Menyadarkan Saya Betapa Bobrok dan Tertinggal Sistem Pendidikan Indonesia

Sistem Pendidikan Finlandia; Belajar Cara Belajar. Menyadarkan Saya Betapa Bobrok dan Tertinggal Sistem Pendidikan Indonesia Mojok.co

Sistem Pendidikan Finlandia; Belajar Cara Belajar. Menyadarkan Saya Betapa Bobrok dan Tertinggal Sistem Pendidikan Indonesia (unsplash.com)

Membaca Sistem Pendidikan Finlandia; Belajar Cara Belajar menyadarkan saya kalau selama ini kita nggak pernah benar-benar belajar. 

Judul: Sistem Pendidikan Finlandia; Belajar Cara Belajar
Penulis: Ratih D. Adiputri
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Tahun terbit: 2023
Tebal buku: 257 halaman

Beberapa waktu lalu saya membaca salah satu tulisan Terminal Mojok berjudul Sisi Gelap Tinggal di Finlandia, Negara yang Katanya Paling Bahagia Sedunia. Judulnya memang terkesan negatif, tapi isinya di luar dugaan. Banyak sisi-sisi positif dari Finlandia yang bisa kita contoh. 

Membaca artikel itu saya jadi teringat buku yang pernah saya baca Sistem Pendidikan FInlandia; Belajar Cara Belajar. Buku tersebut diangkat dari catatan dan pengalaman seorang ibu yang sedang menempuh program doktoral di Finlandia. Selama proses studi, dia memboyong anaknya yang masih kecil ke Negeri Seribu Danau dan menyekolahkannya ke Taman Kanak-Kanak (TK) di sana.  

Pengalaman menyekolahkan anaknya di Finlandia benar-benar membuka matanya. Dia melihat sendiri bagaimana sistem belajar berjalan di sana, proses pembelajaran, hingga kriteria tenaga pendidik yang ideal menurut standar Finlandia. Semua itu dikemas secara rapi dengan bahasa yang renyah dan sederhana. 

Perlu banyak belajar dari sistem pendidikan di Finlandia?

Sudah tidak asing lagi di telinga kita kalau Finlandia adalah salah satu Negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Hal tersebut dibuktikan dengan skor tinggi yang didapatkan dalam tes PISA (Programme for International Student Assesment) dan minim pengangguran. Bahkan, rata-rata seluruh penduduk Finlandia memiliki penghasilan yang cukup dan merasa bahagia dengan semua itu. Hebat bukan, itu semua berangkat dari pendidikan yang baik.

Hasil itu jelas bukan hasil kerja keras 1 atau 2 pihak saja. Seluruh elemen mulai dari orang tua anak, warga, pejabat pemerintah, tenaga pendidik turut ambil bagian. Semua bekerjasama dalam garis kerja masing-masing yang saling mendukung satu sama lain. 

Sampai akhirnya, pendidikan benar-benar berhasil mengantarkan seorang anak atau siswa menjadi dirinya sendiri. Melalui pendidikan mereka yang mampu mencukupi kebutuhan hidup dan tetap berbahagia dengan kemampuan dan bakat yang dimiliki.

Jelas pengalaman yang dirasakan Ratih D. Adiputri sebagai penulis jauh berbeda dengan apa yang terjadi di negara ini. Pendidikan kerap kali hanya dibebankan ke pihak-pihak tertentu, tenaga pendidik saja misal.  Belum lagi regulasi yang masih carut-marut. Tidak ada kolaborasi yang baik yang bisa menghantarkan anak menjadi dirinya sendiri. Rasa-rasanya, punya sistem pendidikan sebaik Finlandia hanyalah mimpi di siang bolong. 

Baca halaman selanjutnya: Mungkin, sistem pendidikan kita …

Mungkin, sistem pendidikan kita yang bobrok itu yang menghasilkan individu-individu yang kurang terpuji. Salah satu contoh kecil yang tidak bisa diabaikan adalah mencontek saat ujian. Mencontek bukan sekadar tindakan tidak jujur. Mencontek hanyalah pucuk gunung es dari banyak persoalan pendidikan.

Kalau dari sistemnya saja sudah keliru, jangan harap tercipta anak-anak yang berani menjadi diri sendiri dan bahagia. Adanya, anak-anak melihat sekolah sebagai sesuatu yang beratm seram, dan menakutkan. Mereka selalu dituntut untuk mendapat nilai yang bagus sehingga tidak dicap bodoh. Lebih jauh lagi, jangan berharap sistem pendidikan kita bisa menciptakan manusia-manusia berkualitas di masa mendatang. 

Indonesia tidak pernah benar-benar belajar

Salah satu dari bagian dari buku tersebut mengutip Sir Ken Robinson yang menjelaskan peran pendidikan dalam tiga ranah yang akan menghasilkan manfaat bagi pembelajar. Tiga ranah manfaat yang dimaksud di atas ialah secara pribadi (mengembangkan bakat dan kepekaan seorang individu), secara kultural (memperdalam pemahaman atas dunia), dan secara ekonomi (memberikan keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup dan produktif secara ekonomi).

Jelas sekolah-sekolah di Indonesia belum memenuhi hal itu. Kalau boleh lebih keras memberi kritikan, sekolah Indonesia itu ada sekadar untuk formalitas. Mudah saja mengidentifikasinya. Selama bertahun-tahun belajar, saya yakin kalian pernah bertanya-tanya, “sebenarnya untuk apa saya belajar semua ini” atau “Kok sepertinya begitu banyak pelajaran sekolah yang terbuang sia-sia ya”. Dua kalimat pertanyaan itu hanyalah indikasi dari pendidikan yang nggak menjawab perannya. 

Membaca Sistem Pendidikan Finlandia; Belajar Cara Belajar menyadarkan saya betapa Indonesia perlu banyak berbenah. Bukan berarti sistem pendidikan Indonesia harus sama persis seperti Finlandia ya. Saya paham pasti ada satu dan lain hal yang akan membuat sistem pendidikan di negara satu akan berbeda dengan negara lain.

Akan tetapi, saya hanya ingin menekankan, semangat Finlandia menciptakan individu-individu berkualitas melalui pendidikan sangat patut dicontoh. Bagaimana mereka berkolaborasi demi masa depan putra-putri bangsa patut diteladani. Jangan malah saling menyalahkan atau membebankan tanggung jawab ini ke salah satu pihak saja. Kita benar-benar perlu belajar dari Finlandia. 

Penulis: M. Kholilur Rohman
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA Sisi Gelap Sekolah Internasional di Indonesia yang Terkenal Elite dan Mahal, Orang Tua Calon Siswa Patut Mewaspadainya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version