Sistem konversi sering dianggap lebih mudah ketimbang skripsi. Padahal ya nggak juga.
Lulus sarjana tepat waktu adalah harapan bagi semua mahasiswa. Di sisi lain, tugas akhir skripsi menjadi momok yang menakutkan bagi para mahasiswa. Mahasiswa diharuskan untuk melakukan penelitian dan menuliskannya dalam karya tulis ilmiah bernama skripsi. Tidak jarang mahasiswa yang harus memperpanjang studinya karena skripsi yang belum rampung. Belum lagi tekanan yang harus dihadapi, sehingga menyebabkan stres.
Sejumlah kampus telah memberikan kemudahan bagi mahasiswa dalam mengakhiri masa studinya. Salah satunya dengan menerapkan sistem konversi. Konversi merupakan sistem non-skripsi yang dapat digunakan mahasiswa untuk mengajukan karya tulis yang telah dipublikasikannya sebagai pengganti skripsi reguler. Terdengar mudah, ya?
Sistem konversi ini sebetulnya sama sulitnya dengan skripsi, toh memang tidak ada yang mudah di dunia ini. Bedanya, konversi bisa berasal dari publikasi karya tulis sebelum menempuh skripsi, sehingga ketika Anda mengambil skripsi, prosesnya cukup dengan mengkonversi nilai dari karya tulis tersebut dan tetap mengikuti alur skripsi reguler tanpa melakukan sidang secara penuh.
Jenis karya yang dapat dikonversikan tergantung peraturan setiap kampus. Sejumlah karya yang dapat digunakan untuk konversi adalah publikasi artikel di jurnal ilmiah atau seminar nasional/internasional, menerbitkan karya sastra, mengikuti perlombaan Karya Tulis Ilmiah, hingga lolos dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS). Prosesnya sama sulitnya dengan skripsi reguler, tetapi bisa dimulai sejak semester awal, sehingga Anda tidak perlu khawatir untuk memperpanjang studi.
Konversi ini sering disalahartikan oleh mahasiswa sebagai sistem “ngecheat”, padahal orang yang mengambil jalur konversi sama jungkir baliknya seperti orang-orang yang menempuh skripsi reguler. Perbedaannya adalah waktu dalam menjalani prosesnya. Orang-orang yang memilih untuk mengkonversikan karyanya akan merasa sulit di awal, sedangkan orang-orang yang menempuh skripsi reguler akan merasa sulit pada semester akhir⸻ketika menempuh skripsi. Tentu saya tetap menganggap kedua jalur ini sama, hanya beda masa sulitnya saja.
Saya sebagai salah satu mahasiswa penempuh skripsi jalur konversi merasa risih mendengar orang-orang yang bilang, “Enak ya kamu tinggal nunggu nilai aja”. Mereka tidak pernah tahu berapa kali saya bolak-balik melakukan pengambilan data, merevisi artikel, menunggu respons dari jurnal, dan tentu saja publikasi di jurnal ilmiah tidak gratis. Proses menunggu respons jurnal juga tergolong lama, tergantung waktu publikasi jurnal.
Apabila mengirimkan artikel di jurnal terakreditasi Sinta 1-2 dan Scopus, prosesnya bukan hanya berbulan-bulan, bahkan ada yang perlu menunggu beberapa tahun. Belum lagi prosesnya yang sangat ketat. Sinta 3 juga termasuk jurnal yang memiliki sistem seleksi dan penilaian ketat. Tidak jarang artikel yang ditolak dari Sinta 3 meskipun scope dan template sudah sesuai.
Proses mendapatkan LoA penerbitan juga bukan tahapan yang tinggal balik tangan saja, Anda perlu menunggu respons reviewer dan editor, melalui tahapan revisi baik minor maupun mayor. Tidak jarang banyak jurnal predator yang dengan mudahnya mengirimkan LoA dalam waktu cepat, bahkan hanya dalam semalam dengan jaminan bahwa artikel akan segera terbit.
Apabila ada orang-orang yang mengambil jalur konversi, pada saat menempuh skripsi hanya cukup mengurus administrasi, mengkonversi nilai, melaksanakan sidang akhir, bahkan ada yang langsung mendapatkan nilai A tergantung akreditasi dari jurnal yang dituju. Tentu semua tahapan ini hanya terlihat mudah dalam tulisan. Menyedihkannya, orang-orang menjadi terburu-buru, merasa diiming-iming oleh jalur konversi yang menyebabkan mereka secara “tiba-tiba” mengirimkan artikel ke jurnal ilmiah, mencari jurnal dengan respons cepat, dan tidak mau kalah dari temannya.
Enaknya, menempuh jalur konversi membuat Anda dapat menyelesaikan skripsi lebih awal. Apabila ada orang-orang yang kebakaran jenggot melihat Anda lulus terlebih dahulu, bukan salah Anda. Setiap orang memiliki waktunya sendiri untuk menyelesaikan tugas akhirnya.
Bagi para penempuh skripsi, semoga berakhirnya studi teman Anda yang lebih awal tidak menjadikan Anda iri atau terburu-buru, tetapi jadikanlah sebagai motivasi untuk tidak bermalas-malasan.
Penulis: Elvin Nuril Firdaus
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA To-Do List Memulai Skripsi dalam 7 Hari yang Rawan Ditunda-tunda