Sisi Gelap Pelayaran yang Jarang Diketahui Orang Awam

Sisi Gelap Pelayaran yang Jarang Diketahui Orang Awam

Sisi Gelap Pelayaran yang Jarang Diketahui Orang Awam (Unsplash.com)

Di Madura, salah satu pekerjaan yang banyak dilakoni oleh para pemuda lulusan SMA adalah bekerja di kapal atau istilahnya pelayaran. Entah itu di kapal passenger (penumpang) atau kapal kargo. Bahkan, terdapat daerah yang rata-rata anak mudanya memang didesain untuk bekerja di sana, nggak ada pilihan lain.

Enaknya bekerja di kapal tuh tentu saja banyak uangnya. Kita bisa mendapatkan gaji dolar meskipun di kapal hanya berstatus karyawan biasa. Selain itu, kita juga bisa jalan-jalan keliling dunia dan tentunya mendapat banyak pengalaman baru dan menarik.

Tapi, sebenarnya banyak juga lho nggak enaknya kerja di pelayaran. Saya tahu karena sebagian saudara saya bekerja di sana. Makanya saya paham kalau bekerja di atas kapal selama 7 sampai 9 bulan non-stop, terombang-ambing di laut, dan jauh dari keluarga itu nggak menyenangkan sama sekali.

Orang-orang yang bekerja di pelayaran bau uangnya kuat banget, jadinya sering diutangin orang lain

Sudah bukan rahasia lagi kalau orang-orang yang bekerja di bidang pelayaran itu bau uangnya kuat banget. Bahkan bisa bikin orang-orang yang sebelumnya nggak kenal, jadi pura-pura akrab saking kencengnya bau uangnya.

Untuk urusan ini, saudara saya biasanya sering mengeluh. Menurutnya, dia bekerja di atas laut selama 7 sampai 9 bulan itu ya biar uangnya bisa dia nikmati saat lagi off di darat. Eh, apesnya malah diutangin. Mana kadang-kadang yang ngutang seringnya berlagak pikun. Apalagi kalau saudara saya sudah dapat panggilan dadakan buat berlayar lagi.

Orang yang susah ditagih utangnya ini biasanya beralasan, “Kamu kan mau berangkat, pasti bakal punya uang lagi, kan?” Padahal nih ya, mengurus keperluan dan perlengkapan untuk dibawa ke kapal juga butuh biaya besar, lho!

Hidup seperti kangkung

Ketahuilah, saat lagi off dan balik ke daratan, hidup orang pelayaran tuh udah kayak sayur kangkung. Mereka kelihatan segar bugar saat berada di air, tapi begitu sampai daratan jadi lemes nggak bertenaga.

Mungkin karena mereka terbiasa melihat orang-orang sekitarnya bekerja dan berangkat pagi lalu pulang sore hari, sementara kalau mereka sedang off kan kelihatan luntang-lantung tanpa kerjaan.

Belum lagi kalau ada masalah dalam jadwal pemberangkatan, visa yang nggak di-approve, atau insiden-insiden kecil yang biasanya mewarnai detik-detik keberangkatan. Makin nelangsa deh jadinya.

Baca halaman selanjutnya: Sering absen di momen penting bareng keluarga…

Kerja di pelayaran berarti sering absen di momen penting bareng keluarga

Percaya deh, saat beberapa saudara saya memutuskan untuk bekerja di bidang pelayaran, saya hampir nggak pernah ketemu mereka kecuali saat Covid-19 waktu itu. Maklum, saat itu, semua aktivitas di atas bumi seolah dipaksa berhenti.

Belum lagi jadwal panggilan keberangkatan yang sering kali mendadak bikin orang-orang yang bekerja di pelayaran nggak punya kuasa buat menentukan keinginan mereka. Akibatnya, mereka sering kali absen dalam setiap momen penting bersama keluarga seperti Lebaran, pernikahan, dan bahkan saat ada anggota keluarga lain meninggal dunia.

Sedihnya lagi, kadang saudara-saudara saya ini nggak bisa dihubungi sama sekali karena ketiadaan sinyal di atas laut. Jadi tak jarang informasi yang mereka dapatkan bisa terlambat beberapa hari atau bahkan beberapa minggu lamanya.

Gede gengsi karena terbawa sirkel

Sirkel di mana-mana sama saja, biasanya lebih mendahulukan gengsi. Sirkelnya orang-orang pelayaran di Madura ini menurut saya nyebelin banget. Semuanya dilihat berdasarkan rumah, tanah, mobil, dan orkes dangdut!

Iya, di beberapa daerah, saat orang-orang pelayaran ini pulang, mereka bakalan bikin acara gede banget, terus ngasih hiburan ke masyarakat dengan menyewa orkes dangdut. Semakin besar acaranya, semakin jemawa sirkelnya.

Kalau untuk sirkel anak-anak muda yang bekerja di bidang pelayaran, biasanya lebih eksklusif. Misalnya adu smartphone (khususnya iPhone), PS, TV, dan sejenisnya. Pokoknya kalau nggak bisa jaga diri, bisa-bisa duit yang susah payah dikumpulkan di atas laut selama hampir 9 bulan itu habis tak bersisa.

Susah mengatur jadwal telepon kalau beda zona waktu

Namanya saja sudah beda negara, tentunya zona waktunya juga berbeda. Di luar negeri masih siang, tapi di Indonesia sudah malam. Saat sudah masuk waktu istirahat di sini, eh di sana baru mau memulai hari. Makanya keluarga saya agak kesulitan mengatur jadwal telepon dan berkabar dengan saudara-saudara saya yang bekerja di pelayaran.

Kalau beruntung sih biasanya saat kapalnya sudah masuk wilayah Asia. Perbedaan zona waktunya nggak terlalu jauh berbeda.

Selalu bikin khawatir

Sebenarnya ini kekhawatiran personal keluarga saya yang berada di darat. Namanya saudara sendiri kalau jauh di mata dan nggak bisa didekap tentu bikin khawatir. Apalagi kalau keluarga di rumah kerap mendengar berita tentang angin topan, perubahan cuaca ekstrem yang menyebabkan ombak tinggi, dsb. Wah, bakal makin khawatir tuh. Biasanya kalau sudah begini yang bisa diandalkan hanya satu, yakni doa.

Sekarang udah tau kan nggak enaknya bekerja di bidang pelayaran? Dari luar memang kelihatannya senang-senang aja, tapi menjalankannya ternyata nggak mudah. Kalian tertarik juga bekerja di bidang pelayaran?

Penulis: Siti Halwah
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 27 Jam Membelah Laut Utara Jawa dengan KM Kelimutu, Kapal Pelni Bermutu Tinggi.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version