Kerja di Korea Selatan memang menggiurkan, tapi hati-hati, tak selalu yang berkilau itu indah, terbukti di Korea Selatan
Belakangan ini wacana pindah negara santer dipopulerkan di media sosial, khususnya X. Di platform ini, banyak pengguna yang pengin pindah dari Indonesia ke negara lain setelah melihat kinerja pemerintah. Perkiraan tentang nasib Indonesia ke depan yang kayaknya bakal suram juga mendorong mereka untuk cepat-cepat angkat kaki ke luar negeri.
Salah satu cara yang bisa ditempuh untuk tinggal bahkan menetap di luar negeri adalah dengan bekerja. Banyak sekali negara yang membuka lowongan pekerjaan untuk pekerja migran Indonesia (PMI). Salah satu dari negara-negara tersebut adalah Korea Selatan.
Korea Selatan memang menawarkan banyak daya tarik bagi calon PMI. Selain lokasinya yang nggak begitu jauh dari Indonesia karena hanya berjarak dua zona waktu, gaji kerja di Korea Selatan juga dikabarkan besar. Sudah gitu, tinggal di Korea Selatan juga menjadi impian para penggemar K-Pop dan K-Drama. Kapan lagi bisa menghirup udara yang sama dengan Ju Ji Hoon atau Lee Do Hyun?
Tapi, apakah Korea Selatan memang sesempurna itu untuk bekerja dan melanjutkan hidup? Sayangnya, jawabannya nggak. Korea Selatan masih punya banyak kekurangan yang perlu dipikirkan baik-baik sebelum kita mempersiapkan kepindahan untuk bekerja di sana.
Daftar Isi
Banyak lowongan bodong dan berbahaya mengincar orang yang pengin kerja di Korea Selatan
Ada banyak program yang bisa dijajal untuk kerja di Korea Selatan. Umumnya program resmi yang bisa didaftar berada di ranah pendidikan, manufaktur, dan jasa. Lowongan biasanya diunggah secara resmi oleh perusahaan.
Ada pula program G to G yang merupakan kerjasama resmi antara pemerintah Indonesia dengan Korea Selatan dalam penyaluran tenaga kerja. Program inilah yang paling banyak memboyong PMI ke Korea Selatan.
Tapi ada orang-orang jahat yang memanfaatkan peluang untuk melakukan penipuan, khususnya kepada calon tenaga kerja yang mencari pekerjaan secara mandiri dan memiliki pengetahuan soal pasar tenaga kerja Korea Selatan yang terbatas. Penipuan ini biasanya berbentuk lowongan-lowongan yang banyak berkaitan dengan pekerjaan kasar.
Di lowongan-lowongan semacam ini, kerja di Korea yang sepatutnya melelahkan jadi terlihat gampang dilakukan. Soalnya lowongan-lowongan tersebut bakal menawarkan gaji sangat besar yang setara dua kali UMR Korea Selatan, akomodasi tempat tinggal, dan jam kerja fleksibel. Bahkan ada lowongan yang mengklaim tetap akan memberi gaji meski pekerjanya libur atau absen. Lowongan easy money seperti ini too good to be true tapi banyak berseliweran di media sosial, terutama Facebook.
Pekerja migran bakal “ditumbalkan” pertama
Memang sih gaji kerja di Korea Selatan itu tinggi sekali jika dibandingkan dengan pendapatan bekerja di Indonesia. Melihat nominalnya pasti mampu membuat siapa pun membayangkan rekening yang gendut, rumah dua lantai, dan sawah lima hektar.
Tapi jika kita bekerja di Korea Selatan, kita nggak bisa sekadar menjalani rutinitas tanpa merasa overthinking memikirkan masa depan atau mengasah keterampilan lain. Sebab, berdasarkan pengalaman beberapa orang, bekerja di Korea Selatan nggak selalu stabil dan aman, terutama bagi pekerja migran.
Ketika perusahaan melakukan efisiensi tenaga kerja, pekerja migranlah yang akan pertama kali kena dampaknya. Walaupun pekerja migran jauh lebih terampil maupun cekatan, pekerja asli Korea Selatan tetap yang dinomorsatukan. Padahal, pekerja migran selalu bekerja dua kali lebih keras dari pekerja asli Korea Selatan karena perbedaan bahasa dan budaya. Pekerja asing bakal tetap terasing selama kerja di Korea Selatan.
Kerja di Korea Selatan itu overworked tapi underpaid
Bekerja dengan orang Korea Selatan, baik dengan bosnya maupun rekan kerjanya, sering kali menguras emosi dan energi. Gara-gara budaya “ppalli-ppalli” atau cepat-cepat, orang Korea Selatan jadi cenderung nggak sabaran dan menuntut kesempurnaan dalam bekerja.
Kerja di Korea Selatan itu sudah tuntutannya tinggi, senioritas masih lazim, bahkan work-life balance hampir mustahil. Sudah bekerja sedemikian kerasnya pun masih ada saja perusahaan yang “ngerjain” pegawainya.
Nggak semua perusahaan di Korea Selatan itu taat hukum. Banyak lho yang nggak ngasih hak ke pekerjanya, contohnya uang lembur dan gaji sesuai UMR. Tapi di saat yang sama perusahaan-perusahaan tersebut mewajibkan pekerjanya untuk kerja lebih keras dari yang seharusnya. Ketika para pekerja mau resign, nggak sedikit pula perusahaan yang ogah menyetujuinya.
Orang Korea itu rasis
Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa orang Korea selalu merasa lebih tinggi derajat dan kehormatannya dibandingkan orang Asia Tenggara dan Afrika. Rasisme itu bukan hanya soal mereka menolak berteman karena warna kulit kita yang lebih gelap. Rasisme juga soal kenyamanan dan peluang.
Juga, rasisme bisa berupa kesulitan mencari akomodasi tempat tinggal karena pemilik apartemen membenci orang dari kewarganegaraan tertentu. Jenjang karier yang terbatas untuk pekerja migran, sementara orang Korea Selatan asli bisa melesat kariernya juga merupakan rasisme. Selain itu, mengingat bahasa Korea bukanlah bahasa ibu bagi para PMI, nggak jarang pula perusahaan yang memanfaatkan kelemahan ini untuk mencari keuntungan. Nah, rasisme inilah yang perlu kalian perhatikan saat memutuskan kerja di Korea Selatan.
Mengingat rasisme di Korea Selatan masih mengakar kuat sekali, bekerja di sana memerlukan mental dan jaringan sesama PMI yang sekuat baja. Jadi kalau hak-hak sebagai PMI diabaikan oleh para pemberi kerja, kita masih bisa melawan.
Sebenarnya, nggak ada salahnya untuk bekerja di Korea Selatan. Toh seseorang bekerja sampai rela migrasi ke luar negeri tujuannya pasti demi kehidupan yang lebih baik. Namun, sebelum itu, kita harus mempersiapkan diri sebaik mungkin, baik itu dari segi keterampilan berbahasa maupun teknis, mental, dan jejaring sosial sesama PMI.
Penulis: Noor Annisa Falachul Firdausi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kerja di Korea Selatan 101: Spill Mekanisme, Gaji, dan Kota Terbaik untuk Cari Nafkah