Baru-baru ini, pemain sepak bola Indonesia telah diresmikan untuk bergabung dengan salah satu klub liga Belanda, FC Utrecht. Setelah menyelesaikan proses yang cukup rumit dengan klub lamanya, akhirnya mimpi untuk merintis karir di Eropa terwujud. Dia adalah Bagus Kahfi.
Sebagai fans yang mendorong pemain sepak bola Indonesia untuk berkarir di luar negeri—terutama Eropa, saya jelas mendukung dan turut berbahagia atas pencapaian Bagus. Tapi, tetiba menjadi sebal ketika saya kembali menemukan fenomena yang acapkali terjadi ketika ada pemain sepan bola Indonesia baru bergabung dengan klub luar, yaitu sikap overproud netizen Indonesia.
Mereka seakan-akan sangat membangga-banggakan ketika Bagus diperkenalkan oleh akun Instagram resmi FC Utrecht. Saking bangganya, mereka memenuhi kolom komentar di setiap postingan yang berisi Bagus. Yang saya masalahkan, kenapa harus nyampah, sih?
Bangga, oke saya juga bangga. Bahagia, oke saya pun bahagia. Tapi, tidak selebay itu, Bro! Tidak terbayang bagaimana risihnya warlok—warga lokal alias fans asli sana atas kehadiran tamu-tamu tak diundang ini.
Yang lebih parah, ketika ada warlok ikut nimbrung dengan mengomentari postingan tersebut, mereka ini malah ikut campur padahal nggak ngerti apa yang dikatakan. Malah-malah ngejawab dengan, “Enggak bisa bahasa enggresss”. Plisss hey mereka cakap pakai bahasa Belanda!
Yang ingin kukatakan, ngapain sih orang-orang teh. Anda yang ngetik, saya yang malu.
Tidak heran bahwa sentimen klub Eropa mendatangkan pemain sepak bola Indonesia hanyalah untuk kepentingan bisnis semata, hanya untuk jualan baju layaknya Liverpool membeli Minamino (Baca: Minimano). Bahkan ada anekdot bahwa, tidak perlu membuat konten yang bagus untuk menaikkan engagement akun Instagram, cukup dengan membeli pemain asal Indonesia.
Padahal mungkin bisa saja pemandu bakat klub tersebut yakin akan kualitas pemain muda Indonesia. Tapi, dengan adanya fenomena seperti ini, menjadi citra si pemain itu sendiri menjadi tercoreng, bahkan bisa dapat menjadi beban tersendiri karena ada ekspektasi lebih dari banyak orang.
Mungkin masih ingat ketika Egy Maulana Vikri bergabung dengan Lechia Gdansk yang berlaga di kasta tertinggi liga Polandia? Bagaimana Lechia yang awalnya asing di telinga orang Indonesia, tiba-tiba tenar ketika merekrut “Egy Messi Kelok 9” sebagai pemain mereka.
Popularitas Lechia pun naik. Kemudian muncul akun fanbase Lechia Gdansk Indonesia. Padahal Egy sendiri minim kontribusi di tim utama. Meskipun bermain apik di tim cadangan Lechia, tapi tetap saja Egy belum mendapatkan kepercayaan penuh untuk tampil reguler bersama tim utama.
Siapa kenal klub FK Radnik Surdulica? Klub ini bermain di kasta tertinggi liga Serbia dan jadi pelabuhan wonderkid Indonesia lain, Witan Sulaeman. Mungkin dulu jangankan mengenal Surdulica, mengikuti liga Serbia juga tidak. Tapi, setelah Witan bergabung, tiba-tiba banyak yang jadi fans klub tersebut.
Saya tidak menganggap itu salah. Hanya sikap bangga berlebih yang saya kritisi. Seperti kasus kepindahan Brylian Aldama ke klub Kroasia, HNK Rijeka. Belum saja proses transfer itu rampung, netizen Indonesia sudah ramai menyerbu akun tersebut. Seakan-akan seperti menekan Rijeka untuk segera menyelesaikan transfer Brylian.
Kasus lain, mungkin dengan risihnya fans lokal Ipswich Town—klub kasta ketiga liga Inggris, ketika banyak netizen Indonesia memenuhi akun Instagram mereka dengan meminta Elkan Baggot dimainkan. Baggot sendiri merupakan pemain muda Indonesia keturunan Inggris yang dianggap bakat emas Indonesia.
Fenomena seperti itu tadi biasanya berupa komentar yang menunjukan identitas mereka sebagai pendukung sesama warga Indonesia. Biasanya, terdiri dari (nama pemain), Indonesia, atau emoji bendera Indonesia. Embel-embel “He is from Indonesia” hampir dipastikan selalu ada. Seperti takut diklaim oleh negara lain. Saya tidak meragukan nasionalisme anda, saya salut. Tapi, tolong jangan berlebihan! Keren tidak, caper iya.
Jadi kembali lagi, saya menulis ini bukan karena saya tidak suka pemain Indonesia berkarir di luar negeri. Dan bukan karna saya tidak nasionalis juga. Saya hanya tidak ingin timbul anggapan bahwa pemain muda itu didatangkan hanya untuk kepentingan bisnis saja. Karna mereka mencapai level itu karena mungkin memang pantas berada disana. Biarkan dulu aja pemain itu berkembang dan belajar di Eropa. Jangan terus-terusan dibanggakan secara berlebihan, Coyyy!
Sumber gambar: Akun Twitter FC Utrecht.
BACA JUGA Sepak Bola Indonesia Sudah Bermasalah dari Hulunya: Curhatan Pemain Tarkam dan tulisan Fajar Hikmatiar lainnya.