Sibuk Menerapkan Body Positivity tapi Masih Melestarikan Gaya Hidup Health Negativity

Sibuk Menerapkan Body Positivity tapi Masih Melestarikan Gaya Hidup Health Negativity

Belakangan ini media sosial tengah heboh dengan postingan yang diunggah oleh Tara Basro di Instagram. Dalam unggahannya tersebut, Tara Basro tak malu-malu memperlihatkan bentuk lipatan perutnya. Sesuatu yang sering kali disembunyikan banyak orang. Secara tidak langsung Tara Basro sedang memberi kekuatan pada masyarakat kita untuk body positivity. Belajar mencintai diri sendiri. Apa pun yang ada dalam diri kita, sudah semestinya kita harus bangga dan tak perlu malu.

Sebelum postingan yang dianggap fenomenal ini, sebenarnya Meira Anastasia, istri Ernest Prakasa, sudah lebih dulu berani mengungkap sisi lain yang sering dia sembunyikan di balik layar kamera. Dalam buku Imperfect, Mbak Meira juga mengajak orang-orang untuk menerima segala kekurangan yang kita miliki sehingga kita bisa lebih percaya diri dan tidak merasa malu dengan apa yang kita miliki.

Meski kelihatannya sepele, tapi menerapkan body positivity ini nyatanya susah sekali. Sama seperti yang dikatakan Mbak Tara Basro, sejak lama kita ini sudah familiar sekali mendengar orang mengatakan kekurangan dan sisi jelek dalam tubuhnya, sehingga tanpa sengaja pikiran kita secara otomatis juga terdoktrin hal tersebut. Kita sangat terbiasa mem-bully tubuh kita sendiri. Merasa berkulit hitam, hidung pesek, rambut keriting, tubuh pendek, tubuh kurus, tubuh gemuk, pipi gembul, wajah kusam dan jerawatan, dan banyak hal lainnya.

Di zaman di mana para netizen suka nyinyir seperti ini, body positivity itu seperti halnya benteng pertahanan kita. Tanpa adanya energi positif yang mengusai pikiran kita dalam menghargai tubuh kita sendiri, maka kita akan tumbang oleh omongan orang lain.

“Dih, itu badan apa tong sih, kok gede banget! Hehehe.”

“Ya, ampun. Kulitmu kok tambah hitam aja sih, kayak tumpahan oli mesin.”

“Itu muka apa jalan sih, kok geradakan kayak gitu penuh jerawat!”

Sesungguhnya, kita tak bisa mengatur omongan orang lain pada diri kita. Sehingga body positivity ini cukup ampuh untuk menangkis omongan-omongan orang yang kadang suka terlampau nyelekit bin nyakitin banget. Di titik inilah kita harus tegas untuk bilang ke orang-orang yang suka ngomong toxic, “Bodo Amat!” Terserah orang mau ngomong apa, orang tubuh-tubuh kita sendiri, kenapa mereka yang repot sih.

“Memang kenapa kalau aku gendut? Terserah aku dong mau makan sebanyak apa pun, orang tubuh-tubuhku sendiri ini.”

“Kulit hitam, why not? Mau panas-panasan di bawah matahari kek, mau nggak pernah cuci muka kek, emang gue pikirin!”

Saya sangat setuju bahwa kita tak harus selalu peduli dengan omongan orang lain. Tapi ada hal yang perlu kita pahami, kita memang bisa abai dan bersikap masa bodoh dengan omongan orang lain, tapi kita tak bisa bersikap masa bodoh dengan tubuh dan penampilan kita. Untuk mencintai tubuh kita, kita memang harus menerima segala kekurangan yang ada, tapi bukan berarti kita harus menerimanya apa adanya. Dalam perkara mencintai itu, kita juga harus mengenal apa itu yang namanya merawat dan menjaga. Toh, jatuh cinta saja tak akan membuat hubungan kita langgeng jika kita tak pandai dalam menjaga dan merawat cinta itu kan ya?

Setelah kita memiliki body positivity, hal selanjutnya yang harus kita kerjakan ya tentu saja health positivity. Yah buat apa kita memiliki pikiran body positivity, tapi kita masih menerapkan health negativity. Sama aja bohong.

Ada sesuatu di dunia ini yang memang tak bisa kita ubah. Misal kita terlahir sebagai anak orang miskin, memiliki kulit hitam, hidung pesek, memiliki tompel di muka, dan lain-lain. Nah, setelah kita menerima takdir tersebut, tugas kita selanjutnya adalah mengusahakan yang terbaik untuk diri kita. Kalau kita memang hidup kekurangan, yah tugas kita bekerja keras agar kita bisa mencukupi segala kebutuhan tubuh kita. Jangan malah pasrah menerima takdir, sehingga kerjaannya cuma rebahan, gegoleran, dan bermalas-malasan di depan gadget.

Memiliki tubuh gendut pun tak mengapa, tapi kita juga tak boleh pasrah begitu saja. Kita juga harus merawat tubuh kita. Menerapkan pola hidup sehat. Makan teratur dan terkontrol, rutin berolahraga, makan makanan yang sehat, dan istirahat yang cukup. Kalaupun kita masih saja tetap gendut, paling tidak kita sudah mengupayakan tubuh kita untuk tetap sehat.

Begitu juga dengan keadaan kulit kita. Tak apa kita berkulit hitam, tapi kulit juga perlu dijaga juga kali. Jangan mentang-mentang hitam, kita biarkan saja kulit kita kusam tanpa perawatan. Meski berkulit hitam, kita juga harus menjaganya. Melakukan perawatan wajah, rajin cuci muka, menggunakan skincare, memakai sunblock kalau keluar rumah, dan lain-lain.

Intinya setelah kita menemukan celah saat mengerti apa itu body positivity, kita harus meneruskan perjuangan di tingkat yang lebih nyata. Setelah memberi tubuh kita sugesti, “Oke kamu tak apa-apa. Kamu luar biasa. Jangan malu!”, langkah selanjutnya adalah membuktikan dengan sebuah tindakan. Tak perlu melakukan diet hanya untuk orang lain yang suka nyinyir, jangan melakukan perawatan wajah hanya karena ingin membuktikan kalau kita tak sejelek itu, jangan! Tapi lakukan pola hidup sehat dan perawatan wajah dengan sesadar-sadarnya bahwa semua itu kewajiban kita pada tubuh kita. Tubuh kita berhak mendapatkan perawatan dan pelayanan yang terbaik dari kita.

Body positivity harus diteruskan dengan health positivity juga. Jangan sampai kita termasuk jamaah yang sudah body negativity, eh menerapkan hidup health negativity lagi. Jangan ya. Hidup ini terlalu berharga.

BACA JUGA Pesan yang Gagal Ditangkap Kemenkominfo dari Unggahan Foto Tara Basro atau tulisan Reni Soengkunie lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version