Ada yang pagi-pagi udah melancarkan aksi mbribik nih di Si Doel Anak Sekolahan episode 30. Iya, Mandra mbribik Nunung. Alasannya sih nganterin beli kue ke depan gang. Mas Karyo langsung kelihatan tidak suka dengan niatan Mandra ini. Mungkin Mas Karyo nggak rela adiknya didekati Mandra, atau bisa juga Mas Karyo takut hubungannya dengan Atun terancam gagal kalau Mandra sukses ngegebet Nunung. Bisa runyam toh?
Nunung, yang dasarnya memang pengin jalan-jalan selama di Jakarta bertanya ke Mak Nyak apakah dia boleh ikut ke pasar sekalian mau beli beberapa peralatan rumah tangga karena Mas Karyo kan tidak punya apa-apa. Mak Nyak tentu mengizinkan. Sembari Nunung bersiap-siap, Mak Nyak bilang ke Mandra kalau dia dan Nunung mau minta tolong diantarkan ke pasar dulu sebelum Mandra narik opelet. Awalnya Mandra menolak, tapi saat mendengar nama Nunung, wah langsung semangat dia tuh. Malah menawarkan diri untuk membelanjakan kebutuhan warung Mak Nyak, jadi Mak Nyak nggak perlu ikut ke pasar.
Mandra memang sengaja supaya bisa berduaan sama Nunung nih pasti. Sampai-sampai Pak Bendot yang mau ikutan ke pasar juga, diomel-omelin sama Mandra. “Jangan, Pak! Nanti nyasar! Di tempat sepi aja bisa hilang gimana kalau di tempat ramai kayak di pasar? Mau ketuker ama cabe?” kata Mandra.
Pak Bendot tidak putus asa, dia masih ngintil Mandra sampai akhirnya Mas Karyo yang meminta Pak Bendot untuk tinggal saja di rumah. Lho, Mas Karyo? Iya. Mak Nyak tidak ikut, Pak Bendot tidak ikut, eh malah Mas Karyo yang ikutan naik ke opelet buat bareng ke pasar. Hahaha. Sukurin! Mandra pasti gedeg banget ini!
Sementara itu, Sarah pamitan pulang ke Tante Silvi. Walau sebenarnya masih ragu sih, mau pulang atau tidak. Tapi Tante Silvi bilang kapan pun Sarah datang, silakan saja. Jadi Sarah memutuskan hari ini dia mau keluar rumah dulu sebentar. Tujuan pertamanya adalah kantor Om Wisnu. Sarah menunggu Pak Harry di halaman depan kantor, dia mau melihat langsung surat pengunduran diri Doel. Pak Harry bilang bahwa dia belum melaporkan pengunduran ini ke Om Wisnu karena sebenarnya Pak Harry masih mengharap Doel mau kembali bekerja di situ.
“Pak Doel itu kan karyawan baru. Yang saya lihat dia itu masih punya pendirian lho, punya sikap dan moral yang kuat, Mbak Sarah. Betul itu, Mbak,” kata Pak Harry mengungkapkan alasannya.
“O ya?” tanya Sarah.
“Iya. Makanya saya berharap kehadiran Pak Doel itu bisa mengembalikan iklim dan etos kerja seperti dulu, sewaktu perusahaan ini belum berkembang besar seperti sekarang.”
Tak lama, Sarah berpamitan ke Pak Harry. Pak Harry menitipkan salam dan pesan bahwa dia masih menginginkan Doel ada di perusahaan ini. Pak Harry berharap Sarah mau menyampaikannya bila suatu saat bertemu dengan Doel. Ah, orang yang baik.
Sarah ternyata langsung main ke rumah Zaenab setelah itu. Di rumah Zaenab sudah ada Munaroh. Seperti biasa, Munaroh minta ditemenin ke rumah Mak Nyak untuk ketemu sama Mandra. Zaenab sempat mengingatkan bahwa status Munaroh sekarang kan sudah punya suami, harusnya dia nggak boleh ketemu sama Mandra lagi. Tapi Munaroh ngeyel. Akhirnya Zaenab bilang dia mau menemani asalkan Munaroh janji bahwa ini yang terakhir kalinya dia ketemu dengan Mandra.
Sarah yang baru datang langsung menawarkan diri untuk mengantarkan mereka. Zaenab memang berencana ke tempat kursusnya dulu untuk minta surat keterangan, setelah itu baru menemani Munaroh. Zaenab setuju diantar oleh Sarah, saat masuk ke kamar untuk mengambil dompet, Zaenab membawa pula dua buah kamus bahasa Prancis yang pernah dipinjamnya dari Sarah. Zaenab merasa dia sudah tidak membutuhkan kamus itu, toh dia sudah tidak kursus lagi.
Munaroh ternyata tidak jadi ikut ke tempat kursus Zaenab, dia memilih untuk turun di tempat dia biasa menunggu Mandra. Sedangkan Mandra yang kelar belanja di pasar lagi on the way muter-muter bersama Nunung. Nunung saja. Tanpa Mas Karyo. Mandra kayaknya sengaja banget meninggalkan Mas Karyo di pasar dengan alasan Mas Karyo belanjanya lama. Hih! Bukannya pulang, Mandra malah ngotot ngajakin Nunung jalan-jalan sampai mau ke Senayan segala! Padahal di rumah Mak Nyak sudah cemas (dan gemas) nungguin!
Setelah dari tempat kursus Zaenab, Sarah mengajak Zaenab untuk mampir duduk-duduk di sebuah kafe outdoor (sepertinya sih begitu). Sarah menceritakan kekecewaannya atas sikap Doel, eh Zaenab malah ikut-ikutan curhat! Hadeeeh. Zaenab bilang kalau dia sempat merasa ditipu oleh harapan dan angan-angannya sendiri. Dia merasa dikhianati oleh cinta yang dia pelihara sejak kecil yang menurutnya manis, tapi ternyata bagi Doel semua itu hanya kenangan.
Apa yang diceritakan oleh Zaenab ini membuat Sarah semakin merasa menyesal.
“Kalau saja dulu mobilku nggak nabrak opeletnya Doel, kalau saja aku nggak bikin skripsi tentang masyarakat Betawi,” Begitu kata Sarah.
“Yah, kalaupun mobil kamu nggak nabrak opeletnya Bang Doel, nggak nulis skripsi tentang masyarakat Betawi pun, pasti ada hal lain yang mempertemukan kamu dengan Bang Doel,” kata Zaenab.
“Jadi menurut kamu ini semua suratan nasib?”
“He em. Sejak kecil saya dididik untuk percaya dan ikhlas menerima suratan nasib. Dan saya memang percaya. Cuma rasanya saya belum bisa menerima dengan ikhlas.”
“Aduh, aku tambah jadi ngerasa salah, Nab.”
“Nggak. Aku nggak pernah menyalahkan kamu atau Bang Doel. Juga nggak bermaksud mengubah suratan nasib. Aku cuma sering digoda pertanyaan kenapa cinta Bang Doel hanya ada di dalam masa kecilku? Kenapa ketika dewasa Bang Doel justru mencintai kamu?”
“Hubungan kita kok jadi aneh gini ya, Nab?”
“Aneh gimana?”
“Ya, aku merasa pernah bikin kamu sakit hati.”
“Sama. Saya juga udah pernah membuat kamu sakit hati.”
“Tapi kita masih bisa berteman kayak gini.”
“Ya, mungkin karena kita sama-sama nggak mau memelihara kebencian.”
Sebelum mereka pulang, Zaenab mengembalikan dua kamus bahasa Prancis milik Sarah.
“Kamus kamu,” kata Zaenab.
“Terus?”
“Ya, saya kan cuma pinjam.”
“Bawa aja deh, Nab. Aku udah nggak perlu lagi kok. Kamu yang lebih perlu.”
“Nggak juga. Saya kan udah nggak kursus bahasa Prancis lagi. Lagian ini punya kamu kok.”
“Ya, udah. Kalo gitu bagi dua deh ya. Kamu pilih yang mana?”
“Yang ini,” jawab Zaenab sambil mengambil satu kamus.
“Itu? Ya udah,” kata Sarah mengambil kamus satunya.
Andaikan rukun begini sampai tua, alangkah bahagianya.
Di rumah, Atun yang ternyata sudah diterima bekerja di salon Bu Susi berniat membongkar salon pribadinya yang ada di teras. Kebetulan sedang ada Pak Bendot pula. Berdua mereka melepaskan papan nama, rak, dan seluruh perlengkapan salon lainnya. Terakhir, mereka memasukkan kembali bale-bale milik Babe Sabeni. Mak Nyak yang sedang menyapu teras, mendadak merasa sedih melihat bale-bale itu kembali ke tempat asalnya. Mak Nyak jadi ingat Babe kayaknya.
Adegan Mas Karyo marah-marah menjadi penutup di Si Doel Anak Sekolahan episode 30. Jadi ceritanya, Mas Karyo sampai duluan di rumah. Sedangkan Nunung dan Mandra belum sampai. Semakin ngomel lah Mas Karyo. Dia menumpahkan uneg-unegnya ke Atun Pak Bendot dan Mak Nyak sambil menceritakan kronologisnya tadi. Beberapa menit kemudian, biang keroknya datang. Mandra dan Nunung sampai juga di rumah.
Mas Karyo langsung berdiri nyamperin Mandra ke halaman. Sempat dilarang oleh Pak Bendot, Mas Karyo tidak peduli. Dia ngomel ke Mandra, ngamuk ke Nunung. Lalu akhirnya membawa barang-barangnya masuk ke rumah. Mandra masih sok cool sampai akhirnya Mak Nyak juga ikutan ngomel. Sukuuurin!
Daftar sinopsis sebelumnya: Si Doel Anak Sekolahan musim 1, Si Doel Anak Sekolahan musim 2, dan Si Doel Anak Sekolahan musim 3.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.