Ingat, Sempro adalah momen terbaik mengajak teman yang mau memberi pertanyaan kritis, bukan teman yang maunya cuma ikut selebrasi doang!
Artikel saya yang kemarin, tentang mahasiswa sempro yang jengkel dengan dosbing-nya, mendapat tanggapan positif dari salah 1 teman mahasiswa yang lain. Dia memberi apresiasi lantaran apa yang saya paparkan relate dengan apa yang dia resahkan. Sungguh, saya berterimakasih kepada Mbak Kenia Intan karena sudah mengedit tulisan saya. Hehehe.
Tapi, setelah memberi apresiasi, dia memberikan saya satu informasi yang juga nggak kalah ajaibnya. Katanya, ada salah 1 teman mahasiswa yang melarang dia untuk ikut menghadiri sidang sempro. Alasannya cukup menyebalkan, menurut saya. Jadi, menurut 1 mahasiswa itu, sempro adalah momen menakutkan. Alasannya, si mahasiswa itu takut teman saya akan memberi pertanyaan-pertanyaan kritis.
Iya, sebenarnya ini lagu lama, nggak hanya saat sempro saja. Saat presentasi di perkuliahan biasa, ada juga beberapa “oknum mahasiswa” yang melarang temannya memberi pertanyaan-pertanyaan yang dianggapnya mempersulit, alih-alih kritis.
Meskipun ini lagu lama, tapi dalam konteks ini, menurut saya ada hal lain yang lebih penting untuk ditekankan pada mahasiswa yang mau sempro. Sebab, sempro adalah momen terbaik untuk mengundang tipe teman yang seperti itu. Tipe teman yang sebenarnya lebih dibutuhkan, ketimbang yang cuma mau ikut merayakan selebrasi, doang.
Daftar Isi
Sempro adalah tempat terbaik menyaring pemikiran demi kelanjutan skripsi
Tentu saya tahu, bahwa urusan mengundang atau menolak teman yang akan jadi audiens di sidang sempro memang hak kalian. Cuman, kenapa harus ditolak gitu, lho? Apalagi dengan alasan takut kalau nanti diberi pertanyaan kritis. Padahal, sempro adalah wadah untuk menampung pertanyaan kritis, yang seharusnya menjadi kebutuhan kalian.
Bukannya saya sok pintar atau apa. Ayolah coba dipikir baik-baik. Sempro adalah momen untuk mengajukan pemikiran atas fenomena yang akan diteliti. Nah, karena kalian mahasiswa, masih belajar, pasti hasil pemikiran dalam proposal itu masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itulah, teman yang punya pemikiran kritis ini sangat dibutuhkan.
“Tapi, kan, udah ada dosen penguji dan dosen pembimbing, ngapain mereka ikut-ikutan?”
Ya kalau itu sudah pasti. Kedua dosen tersebut memang niscaya. Tapi, kan, dosen masih manusia, punya keterbatasan juga. Bisa jadi, pertanyaan yang seharusnya penting untuk mahasiswa sempro, tapi dosen penguji atau dosbing luput menanyakannya karena 1 dan banyak hal. Jangan salah, pikiran dosen itu banyak. Nggak cuma mikirin kamu, doang.
Makanya, teman yang punya pertanyaan kritis itu akan berfungsi dan bermanfaat. Bisa jadi, lewat pertanyaan teman kalian yang kritis itu, kalian bisa menemukan pemikiran lain yang baik untuk kelanjutan hasil skripsi nanti. Entah itu perihal teori, metodologi, atau teknik analisis.
Supaya selebrasi setelah sidang lebih bermakna
Selain itu, teman yang seperti itu sebetulnya juga bermanfaat untuk kualitas selebrasi kalian setelah sidang sempro. Ya bayangin aja, ketika kalian menolak teman yang modelnya seperti itu tadi, dan cuma mengundang teman yang cuma mau ikut selebrasi, memangnya apa yang bisa dibanggakan dari selebrasi kalian?
Tentu saja ini lagi-lagi adalah sebuah hak. Kalian bisa saja menjawab, “Ya selebrasi atas kegigihan saya selama mengerjakan penelitian.”
Tapi coba dipikir-pikir lagi deh. Mahasiswa itu kan harusnya nggak anti dengan pertukaran pemikiran ilmiah. Dan, sidang sempro adalah syarat kelulusan akademik, juga merupakan forum ilmiah. Forum ilmiah itu harusnya ada pertukaran pemikiran alias diskusi. Makanya kenapa zaman sekarang sidang sempro itu boleh dihadiri oleh mahasiswa lain yang bahkan dari kalangan semester 1.
Lha kalau mahasiswa yang sidang sempro menolak adanya pertukaran pemikiran ilmiah antar-mahasiswa, terus apa makna dari mahasiswa itu sendiri? Apalagi setelah sidang sempro, melakukan selebrasi yang seolah-olah merasa berhasil jadi mahasiswa.
Iya, saya paham, menjadi mahasiswa akhir memang berat. Tapi ayolah, ngapain sih harus banget menolak teman yang punya niat untuk bertukar pikiran. Kalau kalian memang niat jadi mahasiswa, mengundang teman yang punya niat bertukar pikiran itu hal yang lumrah. Terlebih lagi, selebrasi kalian setelah sidang sempro itu juga akan lebih bermakna. Nggak sekadar foto-foto dengan buket, lalu mention-mention-an di Instagram Story.
Nggak usah takut sama teman yang kritis, takutlah sama diri sendiri yang cuma modal ambisi
Saya tahu, penolakan terhadap mahasiswa yang punya pertanyaan kritis itu sebenarnya gara-gara takut. Takut kalau nanti nggak bisa menjawab, dan malah dipersulit sama dosen penguji. Tapi percayalah, sekritis-kritisnya teman kalian, pasti nggak lebih kritis daripada dosen penguji.
Lebihnya lagi, kalian justru aneh kalau merasa sempro adalah ajang teman jadi kritis dengan pertanyaan. Ketakutan kalian harusnya ditujukan pada diri sendiri yang cuma modal ambisi, tapi nggak menguasai materi proposal skripsi.
Sebab, ketika kalian sudah menguasai materi proposal skripsi, maka jelas nggak mungkin kalian punya rasa takut pada teman yang kritis. Kalian justru akan mengundang teman yang kritis itu agar setelah sidang sempro nanti nggak melakukan selebrasi tanpa arti.
Penulis: Achmad Fauzan Syaikhoni
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Yudisium Lebih Layak Dirayakan daripada Sempro, Sidang, dan Wisuda