Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Bagi Orang Cikarang, Kuliah di Semarang Bisa Sangat Menyiksa meski Akhirnya Jadi Cinta Mati

Ahmad Arief Widodo oleh Ahmad Arief Widodo
29 Februari 2024
A A
Semarang dan Segala Isinya yang Menyiksa Mahasiswa Cikarang (Unsplash)

Semarang dan Segala Isinya yang Menyiksa Mahasiswa Cikarang (Unsplash)

Share on FacebookShare on Twitter

Sebagai orang Cikarang, Semarang sudah menjadi rumah kedua bagi saya. Lebih dari 4 tahun saya tinggal di sana guna menyelesaikan pendidikan Strata 1 di UIN Walisongo.

Kendati cinta mati dengan Semarang, terus terang, saat awal kuliah di sana, saya menderita. Saking menderitanya, saya pernah mengumbar ketidakbetahan tinggal di kota lumpia pada sebuah status Facebook. Saya baru ingat pernah membuat status begitu setelah ada notifikasi kenangan di akun pribadi.

Ketika saya ingat-ingat, memang ada banyak faktor yang bikin seorang mahasiswa asal Cikarang menderita di Semarang. Biar nggak menebak-nebak, saya beberkan berbagai faktornya sebagai berikut:

Asli Cikarang, tapi terpaksa mengaku berasal dari Kota Bekasi

Satu dekade lalu, Cikarang belum sepopuler hari ini. Jangankan diketahui orang Semarang dan sekitarnya. Diketahui oleh orang Jabodetabek di luar Bekasi saja belum tentu. Memang segitu mediokernya Cikarang kala itu.

Awal-awal kuliah di Semarang, saya konsisten mengaku asal Cikarang. Setelah banyak teman mengaku nggak tahu, mau tak mau, saya mengaku dari daerah terdekat dari tempat asal. Akhirnya, saya terpaksa mengaku asal Kota Bekasi.

Bagi saya itu penderitaan. Saya memakai topeng daerah orang lain. Untuk menutupi ketidakterkenalan daerah asal sendiri. Bukan malah berjuang dan memperkenalkan Cikarang ke teman-teman kuliah.

Nggak ada ormawa sesuai daerah asal

Sewaktu masih kuliah di Semarang, saya ini mahasiswa si paling organisatoris. Semua jenis ormawa saya ikuti. Mulai dari ormawa yang berupa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Sampai organisasi ekstra kampus macam PMII, HMI, dan KAMMI pun pernah saya ikuti.

Hanya satu jenis ormawa yang nggak pernah saya ikuti. Bahkan, megang selebaran open recruitmentnya pun belum pernah. Ormawa tersebut adalah organisasi daerah. Misalnya, Ikatan Mahasiswa Kendal (IMAKEN).

Baca Juga:

Potensi Wisata Indramayu yang Belum Tergarap Maksimal

Ngemplak, Kecamatan yang Terlalu Solo untuk Boyolali

Lha gimana mau ikut, wong ormawa Cikarang saja nggak ada. Maklum, di masa itu, mahasiswa Cikarang yang kuliah di Semarang belum banyak. Mayoritas mahasiswa dari daerah saya lebih memilih kuliah di Jakarta, Bandung, dan Jogja.

Seandainya dulu ada ormawa Cikarang di Semarang, saya nggak bakal merasa sendirian ketika beradaptasi di kota atlas. Paling tidak ada orang yang senasib dan sepenanggungan. Dengan latar belakang budaya, bahasa dan adat yang serupa.

Dianggap sok keren ketika keceplosan lu dan gue

Setahu saya, di Semarang, kata ganti orang pertama dan kedua umumnya pakai Bahasa Jawa. Seperti kulo dan panjenengan. Atau, pakai Bahasa Indonesia, aku dan kamu. Tergantung dari lawan bicaranya.

Jujur saja, di awal perkuliahan, saya masih belum terbiasa pakai aku dan kamu atau kulo dan panjenengan di kehidupan sehari-hari. Itu sebenarnya, cukup wajar. Mengingat pada kehidupan sehari-hari di Cikarang, saya terbiasa pakai lu dan gue.

Walaupun begitu, saya berusaha betul pakai kulo dan jenengan atau aku dan kamu saat di Semarang. Bentuk dari proses penyesuaian dengan lingkungan. Supaya saya lebih mudah diterima oleh masyarakat.

Sialnya, saya kerap keceplosan ngomong lu dan gue ke teman kuliah. Dan tambah sialnya, saya dianggap sok keren atau sok Jakarta karena itu. Padahal, saya nggak sengaja ngomongnya. Bukan sesuatu yang betul-betul terencana.

Nggak ngerti Bahasa Kromo di Semarang

Sebelum kuliah di Semarang, Bahasa Jawa saya nol besar. Meski bapak saya orang Jawa. Beliau tak pernah mengajarkan saya Bahasa Jawa biar hanya satu kata saja.

Lebih-lebih kalau orang lain pakai Bahasa Jawa Kromo. Saya cuma bisa ngang ngong ngang ngong doang. Soalnya, Saya nggak ngerti apa yang dibicarakan. Satu-satunya kata yang saya ketahui cuma nggih, yang artinya iya. Makanya, saya cuma nggih-nggih doang saat ada yang ngomong kromo.

Ketidaktahuan ini membawa sengsara bagi saya saat kuliah. Pasalnya, saat dosen nggak sengaja menyelipkan Bahasa Kromo waktu mengajar, saya cuma bisa melongo. Jika sudah begitu, pada diskusi kelas, saya jadi kurang aktif. Sebab, ada sebagian penjelasan dosen yang nggak saya pahami.

Begitu sekiranya derita mahasiswa Cikarang yang kuliah di Semarang. Syukurnya, adaptasi saya dengan kota itu sukses besar. Hingga membuat saya jatuh hati dengan kota ini.

Saat ini, sudah banyak juga kosa kata Bahasa Jawa yang saya ketahui. Meskipun ketika dilafalkan, masih agak wagu. Terlebih bila didengarkan oleh orang Jawa asli.

Penulis: Ahmad Arief Widodo

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Maaf-maaf Saja, Semarang Jauh Lebih Superior ketimbang Cikarang, apalagi dalam 6 Hal Ini

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 29 Februari 2024 oleh

Tags: asli cikarangCikarangJawa Baratjawa tengahkuliah di semarangSemaranguin walisongouniversitas di semarang
Ahmad Arief Widodo

Ahmad Arief Widodo

Stand like a hero and die bravely.

ArtikelTerkait

Tapos, Kecamatan Terluas di Kota Depok yang Krisis Identitas Terminal Mojok

Keistimewaan Tapos, Kecamatan Terluas di Kota Depok yang Krisis Identitas

18 September 2022
Purwokerto Utara, Kecamatan Paling Nyaman di Kabupaten Banyumas untuk Ditinggali

Purwokerto Utara, Kecamatan Paling Nyaman di Kabupaten Banyumas untuk Ditinggali

7 Desember 2023
Purwokerto Membuat Orang Purbalingga Cemburu dan Iri Hati (Unsplash) kemacetan

Berbagai Fasilitas dan Kemudahan di Purwokerto Membuat Saya Sebagai Orang Purbalingga Cemburu

22 Juli 2023
Keresahan Saya Selama Tinggal di Kecamatan Gemolong Kabupaten Sragen

Keresahan Saya Selama Tinggal di Kecamatan Gemolong Kabupaten Sragen

28 Oktober 2023
Menemukan The Spirit of Java, Semangat Solo untuk Indonesia (Unsplash)

Menemukan The Spirit of Java, Semangat Solo untuk Indonesia

13 Juni 2023
Bandung Selatan, Tempat Tinggal Orang-orang Paling Kuat Se-Bandung

Bandung Selatan, Tempat Tinggal Orang-orang Paling Kuat Se-Bandung

10 Maret 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

20 Desember 2025
Potensi Wisata Indramayu yang Belum Tergarap Maksimal (Wikimedia)

Potensi Wisata Indramayu yang Belum Tergarap Maksimal

21 Desember 2025
Bali, Surga Liburan yang Nggak Ideal bagi Sebagian Orang

Pengalaman Motoran Banyuwangi-Bali: Melatih Kesabaran dan Mental Melintasi Jalur yang Tiada Ujung  

19 Desember 2025
Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

18 Desember 2025
Hal-hal yang Harus Diketahui Calon Perantau sebelum Pindah ke Surabaya agar Tidak Terjebak Ekspektasi

Hal-hal yang Harus Diketahui Calon Perantau sebelum Pindah ke Surabaya agar Tidak Terjebak Ekspektasi

18 Desember 2025
Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

21 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Jogja Mulai Macet, Mari Kita Mulai Menyalahkan 7 Juta Wisatawan yang Datang Berlibur padahal Dosa Ada di Tangan Pemerintah
  • 10 Perempuan Inspiratif Semarang yang Beri Kontribusi dan Dampak Nyata, Generasi ke-4 Sido Muncul hingga Penari Tradisional Tertua
  • Kolaboraya Bukan Sekadar Kenduri: Ia Pandora, Lentera, dan Pesan Krusial Warga Sipil Tanpa Ndakik-ndakik
  • Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa
  • Menguatkan Pembinaan Pencak Silat di Semarang, Karena Olahraga Ini Bisa Harumkan Indonesia di Kancah Internasional
  • Dianggap Aib Keluarga karena Jadi Sarjana Nganggur Selama 5 Tahun di Desa, padahal Sibuk Jadi Penulis

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.